REFMAL.ID, AMBON-Sengketa atas tanah adat Dusun Dati Tatarasari di Negeri Hative Kecil, Kota Ambon, kembali mencuat ke permukaan. Johannis Matheis Tentua, melalui kuasa hukumnya Yohanis Laritmas, S.H., M.H., menggugat Muhamad Saleh Assel yang merupakan ahli waris dari Almarhum Abdurahim Assel/Latulokol serta Pemerintah Negeri Hative Kecil ke Pengadilan Negeri Ambon atas dugaan perbuatan melawan hukum.
Dalam gugatannya, Johannis Tentua menyatakan bahwa dirinya adalah ahli waris sah atas tanah adat Dati Tatarasari (Batubuaya–Sayobang), yang diwariskan secara turun-temurun oleh leluhurnya. Kepemilikan itu telah ditegaskan dalam serangkaian putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yakni:
Putusan PN Ambon No. 329/1979/Perd.G/PN.AB. Putusan Banding PT Maluku No. 44/1982/Perd./PT.Mal. Putusan Kasasi MA No. 1905 K/Sip/1983
Namun, pada tahun 1985, Almaruhum Abdurahim Assel/Latulokol dinyatakan sebagai pemenang dalam perkara atas tanah yang sama melalui Putusan PN Ambon No. 167/Perd.G/1985/PN.AB, yang dikuatkan oleh Putusan PT Maluku No. 50/Pdt/1989/PT.Mal. Belakangan, fakta baru terungkap melalui Putusan Pidana PN Ambon No. 03/Pid.B/1997/PN.AB bahwa kemenangan tersebut diperoleh dengan menggunakan dokumen palsu, termasuk silsilah keluarga Assel dan surat pernyataan fiktif.
“Karena kemenangan itu didasarkan pada pemalsuan dokumen, maka semua akibat hukumnya batal demi hukum,” ujar Yohanis Laritmas.
Masalah memuncak kembali pada tahun 2023, ketika Mumahad Saleh Assel yang merupakan Ahli Waris dari Almaruhum Abdurahim Assel/Latulokol yang menyerahkan tanah adat tersebut kepada Pemerintah Negeri Hative Kecil tanpa melibatkan Johannis Matheis Tentua selaku ahli waris sah. Padahal, Pemerintah Negeri Hative Kecil disebut mengetahui adanya riwayat sengketa dan dugaan pemalsuan dokumen dalam perkara tersebut.
Akibat tindakan itu, Johannis Matheis Tentua mengaku mengalami kerugian besar, tidak hanya secara materiil, tetapi juga secara batin dan sosial. Dalam keterangannya, ia menyampaikan betapa keluarganya merasa terhina dan terpinggirkan di atas tanah warisan leluhurnya sendiri.
“Kami tidak hanya kehilangan tanah, tetapi juga martabat dan kehormatan keluarga kami. Selama bertahun-tahun kami diperlakukan seperti orang luar di tanah kami sendiri,” ucap Johannis dengan suara bergetar.
“Kami harus menanggung malu, sindiran, bahkan dianggap pembohong oleh sebagian masyarakat. Padahal kami hanya ingin mempertahankan warisan leluhur yang sah dan suci. Ini bukan hanya soal hukum, ini soal hati dan harga diri keluarga kami,” tambahnya dengan mata berkaca-kaca.
Sidang perdana telah digelar hari ini senin tertanggal 29 April 2025 di Pengadilan Negeri Ambon. Kuasa hukum Penggugat menegaskan bahwa perjuangan ini adalah untuk menegakkan kebenaran adat yang selama ini tertutupi oleh manipulasi hukum.
“Tanah Dati Tatarasari adalah hak sah keluarga Tentua. Putusan pidana telah membuktikan bahwa pihak Assel menggunakan cara yang tidak sah, yaitu dokumen palsu, untuk menguasai tanah adat ini. Pemerintah Negeri Hative Kecil juga tidak bisa lepas tangan, karena mereka menerima tanah yang asal-usul hukumnya sudah cacat sejak awal,” tegas Yohanis Laritmas.
Kasus ini menarik perhatian luas masyarakat Hative Kecil dan Maluku secara umum, karena menyangkut marwah dan perlindungan terhadap hak-hak adat yang menjadi fondasi kearifan lokal di tanah Maluku. (RM-06)
Discussion about this post