Referensimaluku.id,Ambon-Semua makhluk yang bernafas pasti akan mati. Kematian adalah jalan terakhir yang tetap akan dilalui manusia.
Sehabis menulis status di fesbuk “Indonesia adalah Negara Hukum,tapi Panglimanya Politik”, Rabu (28/6/2023) sekira pukul 16.14 WIT tetiba berseliweran status dari salah satu netizen “Selamat jalan Coach Sani (Tawainella)”.
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Turut berbelasungkawa atas wafatnya Samad Sani Tawainella. Beliau adalah sosok orang yang baik dan ramah kepada siapa saja tanpa pandang bulu. Insha Allah kepergiannya husnul khotimah, mendapat ampunan, kemuliaan, serta surga terbaik dari Allah SWT,” tulis Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Maluku Sandi Wattimena di halaman fesbuknya. Tentu saya kaget mendengar kabar duka ini.
Setelah lebih kurang sepekan menjalani perawatan medis akibat sakit, Sani akhirnya menghembuskan nafas terakhir di rumah kediamannya di Tulehu pada Rabu (28/6) Pukul 13.00 Wit atau Jam 1 siang. Sani Tawainella atau biasa disapa “kaka Sani” adalah seorang mantan pemain sepakbola dan kini menjadi pelatih sepak bola di Maluku. Sani lahir di kampung sepakbola: Negeri Tulehu (Haturesi), Maluku Tengah, Maluku, pada 17 Maret 1979.
Sani pernah membawa Maluku juara pertama Kompetisi Liga Remaja PSSI Usia di bawah 15 Tahun Piala Medco U-15 Tahun 2006 yang disponsori pengusaha Arifin Panigoro.
Saat itu PSSI Maluku tengah dipimpin mendiang John Jonathan Mailoa. Dari kisah heroik dan sisi kemanusiaan selama perang saudara di Maluku di kurun tahun 1999-2004 lahir inspirasi pembuatan film layar lebar “Cahaya dari Timur: Beta Maluku” yang diinspirasi mendiang Glend Fredly Latuihamallo, musisi kondang nasional berdarah Maluku. Di tahun 2007 saya (dalam kedudukan Wartawan Olahraga Harian Ambon Ekspres/Jawa Pos grup di Ambon) pernah meliput Kompetisi serupa di Stadion Gelora Ambang, Kotamobagu, Sulawesi Utara.
Sayangnya Manahati Lestusen dan kawan-kawan gagal ke putaran nasional Piala Medco U-15 setelah hanya mampu bermain seri 1-1 dengan Maluku Utara. Padahal saat itu, armada Pattimura Muda hanya butuh keunggulan 1-0 atas derby Maluku. Sayangnya, gol penyeimbang Muhammad Abduh Lestaluhu di injury time babak kedua mengakhiri impian skuad tempur Sani Tawainella cumsuis untuk mempertahankan mahkota juara.
Sani dikenal sangat mencintai sepak bola. Dalam hidupnya hanya ada sepak bola. Sebelum diangkat sebagai pegawai honor Dispora Maluku, Sani sehari-hari bekerja sebagai , tukang ojek untuk membiayai keseharian hidup dirinya dan anak istrinya. Ia selalu menyisihkan waktunya setiap hari setelah pulang kerja untuk melatih anak-anak sepak bola di lapangan Matawaru (delapan mata angin) Tulehu.
Sani memiliki bakat melatih karena dirinya adalah mantan pemain Tim Nasional U-15 Indonesia. Sani pernah dikirim untuk mewakili Indonesia dalam ajang piala pelajar se-Asia dan pengalamannya berlatih di Diklat Ragunan, Jakarta, membuat dirinya mampu melatih anak-anak bermain sepak bola di tempat ia lahir dan tinggal Tulehu.
Nama Alfin Tuassalamony, Rizky Ahmad Sanjaya Pellu, Hendra Adi Bayauw, Manahati Lestusen, Sedek Sanaky, Finky dan Fanky Pasamba, Salim “Salembe) Ohorella,Hari Zamhari dan lain-lainnya adalah nama pemain-pemain yang pernah dilatih oleh Sani dan rekannya Rafi.
Namun ketika memasuki era damai sekitar tahun 2006, Sani dan Rafi pecah kongsi yang disebabkan oleh perbedaan pendapat dalam mengelola Sekolah Sepak Bola (SBB) Tulehu Putra. SBB akhirnya diakuisisi penuh oleh Rafi. Sani pun mengundurkan diri dan kembali fokus sebagai tukang ojek.
Kemampuan melatih Sani Tawainella tercium oleh SSB di Passo, salah satu pelatih SSB Passo Josef Matulessy mengajak Sani untuk melatih di sana. Bergabungnya Sani di SSB Passo sebagai pelatih awalnya sempat mendapatkan penolakan, karena isu agama.
Sani adalah seorang muslim yang berasal berasal dari Tulehu yang juga warganya mayoritas beragama Muslim, sedangkan Passo mayoritas warganya beragama kristen. Namun Josef Matulessy dapat meyakinkan pemilik klub untuk memperkerjakan Sani karena bakata melatih yang ia miliki.
SSB Passo yang dilatih Sani akhirnya berhasil mencapai final dan bertemu dengan tim lamanya yakni SSB Tulehu Putra, Sani pun bertemu dengan Rafi, sahabatnya. Pertandingan yang di penuhi emosi baik antar pelatih dan pemainnya ini akhirnya dimenangkan oleh Tulehu putra 1-0.
Meski Sani gagal gagal menjuarai Piala Mailoa namun Sani mendapat kehormatan untuk menjadi pelatih kepala tim U-15 Maluku oleh PSSI di sana. Sani dianggap pantas menjadi melatih kepala karena mampu membangkitkan semangat juang pemain dan Sani sangat akrab dengan anak-anak yang diasuhnya. Rafi yang tak tadinya di usulkan menjadi asistent pelatih menolak untuk bergabung sehingga Josef Matulessy, yang sama-sama mengajar di SSB Passo di jadikan assitantnya.
Tugas Sani adalah membawa nama harum Maluku di kancah sepak bola Indonesia untuk bertanding di Jakarta dalam rangka piala Medco yang mempertemukan tim U-15 antar Provinsi yang bertujuan mencari bakat pesepakbola nasional yang masih berusia muda.
Semangat persatuan dan motivasi ini yang akhirnya membawa Maluku U-5 melangkah mulus hingga final. Di Final Maluku U-15 bertemu dengan tim Jakarta u-15 yang notabenya lawan pertama mereka. Berkat semangat juang yang tinggi Maluku U-15 menang dengan skor 4-3 melalui titik penalti setelah kedua tim bermain imbang 0-0 di waktu normal.
Sani pun berhasil membangkitkan kembali akan masa-masa jaya yang dulu tak diraih, Sani juga berhasil membawa kebanggaan bagi rakyat Maluku dan meninggikan cita-cita pemain pemain asuhannya untuk berkarier profesional.
Sani dan Glend Fredly telah bertemu di tengah cahaya kemuliaan Sang Pencipta. Maluku selalu mengenang jasamu Kaka Sani! (RM-03)
Discussion about this post