Oleh: Dr. M.J. Latuconsina,S.IP,MA
Staf Dosen Fisipol Universitas Pattimura
REFMALID,-Peran teknologi dalam mengatasi tantangan demografis di era revolusi industry 4.0, yang relevan dengan penggunaan teknologi dan digitalisasi dalam pemerintahan kepulauan, khususnya di Provinsi Maluku sangat penting, karena konteksnya demi kemaslahatan warga masyarakat. Membicarakannya, kita tidak akan lepas dari penemuan Heinrich Rudolf Hertz (1857-1894), ahli fisika berkebangsaan Jerman, dimana pada tahun 1887 berhasil mengirim dan menerima gelombang radio.
Upaya itu kemudian dilanjutkan Guglielmo Marconi (1874-1973), insinyur listrik berkebangsaan Italia, yang sukses mengirimkan sinyal lorse berupa titik dan garis dari sebuah pemancar kepada suatu alat penerima. Sinyal yang dikirim Marconi itu berhasil menyeberangi Samudra Atlantik pada tahun 1901 dengan menggunakan gelombang elektromagnetik. (Morosin,2009:2).
Kedua ilmuan dari benua biru ini kemudian mengilhami John Robinson Pierce (1910-2002), insinyur asal Amerika Serikat dari Bell Telephone Laboratories di Amerika Serikat, merancang satelit komunikasi eksperimental pertama bernama Echo 1 pada tahun 1960. Merupakan satelit balon berlapis aluminium, dilengkapi untuk menerima sinyal telepon dan memantulkannya kembali ke bumi. (Dinisari,2022).
Selanjutnya Narinder Singh Kapany (1926-2020), fisikawan Amerika Serikat keturunan India pada tahun 1952 menemukan kabel serat optik, memiliki manfaat besar bagi kemajuan teknologi dan informasi (TIK) dunia. Kemudian di tahun 1990-an Seong Ik Park dan Hae Sik Kim dua ilmuan Korea Selatan menemukan Base Transciever Station (BTS). BTS merupakan infrastruktur telekomunikasi memungkinkan komunikasi nirkabel antara perangkat komunikasi dan jaringan operator. (Merdeka,2012&Wikipedia,2024).
Kontribusi para ilmuan tersebut dapat mengatasi tentangan geografis global antar benua, antar negara, antar pulau maupun antar pemerintahan. Pasalnya warga dunia dapat melakukan komunikasi melalui radio, internet, telepon, ponsel, TV tanpa menggunakan kabel (nir kabel), dengan memanfaatkan satelit, BTS dan kabel optik bawah laut. Penemuan vital dan strategis mereka, kemudian melengkapi perkembangan pesat dari revolusi TIK.
Dimana penggunaanya menyentuh berbagai bidang strategis, yakni : politik, ekonomi, hukum, militer, kesehatan, pendidikan, transportasi, kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan-kelautan, pelayanan perkantoran dan berbagai bidang startegis lainnya. Perkembangan pesat melalui revolusi TIK tersebut, sekaligus menandai era informasi. Menurut Kenichi Ohmae (1995) dalam karyanya : The End Of The Nation State: The Rise of Regional Economies bahwa, era informasi ini ditandai oleh semakin menipisnya batas geograis suatu negara.
Terlepas dari itu, Maluku merupakan salah satu dari tujuh provinsi kepulauan di Indonesia, disamping enam provinsi lainnya : Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Provinsi Maluku memiliki luas wilayah 712.480 Km2, terdiri dari sekitar 92,4% lautan dan 7,6% daratan dengan jumlah pulau mencapai 1.412 buah pulau, dan panjang garis pantai 10.662 Km. Provinsi Maluku terdiri 9 kabupaten dan 2 kota, yang wilayah administratif kabupaten/kota-nya membentang dari bagian selatan hingga ke bagian tenggara Kepulauan Maluku.(DPMPTSP Prov.Maluku, 2024).
Kondisi geografis Provinsi Maluku yang demikian, tentu merupakan suatu problem yang sangat pelik dalam rangka pemerintah per tingkatannya dari level provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan memberikan pelayanan publik yang optimal kepada warga masyarakat. Pasalnya, ada sebagian besar warga masyarakat mendiami wilayah pulau besar, sedang, pulau kecil, lembah dan pegunungan tidak terakses dengan baik akan pelayanan publik. Mereka ini yang terkategori sebagai warga masyarakat di Daerah 3T (Terdepan,Terluar,Tertinggal).
Penyebabnya adalah inprastruktur perhubungan laut, darat, dan udara tidak tersedia dengan baik. Jika musim penghujan tiba, tingginya gelombang laut, dan angin yang bertiup kencang, maka warga masyarakat yang mendiami wilayah-wilayah tersebut tidak bisa di akses dengan muda. Dampaknya mereka semakin terisolir dalam berbagai aspek pelayanan publik dasar, yang mesti mereka peroleh, seperti : sandang, pangan, pendidikan, kesehatan dan perhubungan.
Begitu pula komoditas utama warga masyarakat dalam bidang : industri, pariwisata, perkebunan, pertanian, kehutanan, serta perikanan dan kelautan tidak bisa terjual kepada para konsumen. Pada akhirnya pendapatan mereka minim, dimana juga berdampak pada rendahnya daya beli mereka. Kondisi ini semakin menambah angka kemiskinan warga masyarakat. Padahal mereka hidup di daerah yang memiliki potensi sumber daya alam (SDA), yang menjanjikan, pada akhirnya kondisi mereka bak ”tikus mati di lumbung padi”.
Sebagai salah satu solusi, Pemerintah Provinsi Maluku dan 11 Kabupaten/Kota se Maluku, dapat memanfaatkan TIK dalam mengatasi tantangan geografis, dengan upaya memberikan pelayanan publik berbasis digital yang optimal kepada warga masyarakat. Pelayanan publik berbasis digital merupakan pelayanan publik, yang dilakukan pemerintah dengan mengandalkan TIK.
Namun hal ini perlu didukung tersedianya inptarstruktur TIK dengan komunikasi nir kabel, yang memanfaatkan satelit, BTS dan kabel optik bawah laut, dimana inprastrukturnya harus dihadirkan di wilayah pulau besar, sedang, pulau kecil, lembah dan pegunungan yang kebanyakan didiami oleh warga masyarakat di provinsi seribu pulau ini.
Pelayanan publik berbasis digital memiliki kemaslahatan yang banyak bagi warga masyarakat dalam berbagai bidang dasar dan umum. Untuk mensupport TIK dalam mengatasi tantangan geografis di Maluku, perlu tersedianya Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah (APBN/D), Sumber Daya Manusia (SDM), dan perlu adanya kolaborasi antara Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat serta kalangan swasta dalam bentuk kemitraan.
Hal ini dikarenakan, penyediaan inprastruktur TIK berbasis satelit, BTS dan kabel optik bawah laut mahal. Sehingga pembiayaan pembangunannya dan pemeliharannya tidak bisa bertumpu pada Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat melalui APBN/D saja, tapi perlu adanya sokongan dari kalangan swasta dalam bentuk kemitraan.
Hal ini dindaklanjutinya pula dengan tersedianya SDM, untuk mengoperasionalkan dan memelihara inprastruktur TIK. Begitu pula perlu adanya sosialisasi kepada warga masyarakat, menyangkut digitalisasi pelayanan publik dari pemerintah, yang berhubungan dengan penggunaan TIK. Sehingga mereka dapat memahami penggunaannya. (*)
Discussion about this post