REFMAL.ID,Ambon – Lebih dari dua puluh tahun terakhir Pemerintah Provinsi Maluku diduga tertipu ulah Wilhelmus Jauwerissa dan kawan-kawan dan Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Provinsi (Setprov) Maluku diduga telah keliru menyerahkan bantuan angggaran maupun tanah untuk kepentingan oknum-oknum pengurus Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) Maluku.
Informasi yang diperoleh referensimaluku.id menyebutkan kepengurusan Walubi Maluku tidak terdaftar resmi sebagai organisasi umat Buddha di daerah ini lantaran tidak ada kepengurusan kolektif Walubi Maluku. Senyatanya peran Jauwerissa hanya sebagai “penghubung” Walubi di Maluku dan bukan sebagai ketua Walubi yang terlegitimasi melalui SK Walubi Pusat.
Namun, dalam perjalanannya Jauwerissa mengklaim diri Ketua Walubi Maluku untuk memperoleh dana pascakonflik sosial berhaluan Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) 1999-2004 ke Biro Kesra Setprov Maluku.
Sekalipun di dalam Surat Keputusan (SK) Walubi Maluku yang diduga tidak diketahui Walubi Pusat ada nama sejumlah personel-personel pengurus, namun organisasi ini digerakkan dengan “manajemen tukang sate” di mana hanya Jauwerissa secara tunggal yang mengurus organisasi dan seluruh aset umat Buddha di Maluku.
Selain itu, lazimnya ketua Walubi adalah seorang Bhiksu yang berkepala botak dan menggunakan “kasaya”, namun selama puluhan tahun Jauwerissa berpenampilan rapi berkemeja dan tanpa berkasaya. Oleh karena itu sebagian umat Buddha di Maluku meragukan keberadaan Jauwerissa sebagai bhiksu atau umat Buddha tulen.
“Selama ini pak Jauwerissa menggunakan Walubi untuk kepentingan pribadi,” tuding sejumlah umat Buddha di Ambon, Senin (20/5/2024).
Menurut sumber-sumber yang meminta identitas mereka dirahasiakan itu mantan Sekretaris Provinsi (Sekprov) Maluku Kasrul Selang mengakui selama puluhan tahun pihaknya hanya mengetahui Jauwerissa sebagai ketua Walubi Maluku. “Namun, dalam percakapan kami dengan Pak Kasrul Selang beliau baru tahu kalau kepengurusan Walubi Maluku tidak sah atau boleh dibilang ilegal,” beber para sumber lagi.
Ketika dikonfirmasi media siber ini Jauwerissa dengan santai menampiknya. “Walubi itu organisasi besar dan saya sejak tahun 2003 sudah diangkat dengan SK sebagai Ketua Walubi Maluku. Jadi tidak benar kalau Walubi di Maluku itu ilegal,” tampiknya. Jauwerissa mengakui dirinya dipercayakan sebagai Ketua Walubi Maluku persis saat Kota Ambon dan sebagian wilayah Maluku dilanda konflik sosial berhaluan SARA pada 1999 silam.
“Akan tetapi pada kurun 1999-2003 terjadi kevakuman kepengurusan Walubi di Pusat akibat ketua Walubi saat itu punya masalah tanah di Sulawesi sehingga belum sempat terbitkan SK kepengurusan Walubi Maluku.
Nanti di kurun waktu 2004 baru turun SK dari Walubi pusat untuk Walubi Maluku. Artinya, kita sah loh,” ungkapnya.
Jauwerissa juga menampik rumor jika dirinya menggunakan Walubi Maluku untuk kepentingan pribadi dengan cara menipu Pemprov Maluku. “Semua isu itu tidak benar,” kelitnya. (RM-03)
Discussion about this post