REFMAL, Ambon – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ambon, Kamis (11/1/2024) memvonis mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB)Thomas Wattimena (TW), dengan pidana penjara selama dua tahun penjara.
Sesuai amar putusan majelis hakim, TW dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus pelaksanaan pekerjaan pembangunan ruas jalan simpang desa Rambatu- Manusa Kecamatan Inamosol, Kabupaten SBB, Maluku, Tahun Anggaran (TA) 2018.
“Terdakwa TW terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, serta divonis bersalah selama 2 tahun penjara,” ungkap ketua majelis hakim, Rahmat Selang, dibantu dua hakim anggota lainnya dalam amar putusan perkara tersebut.
Majelis hakim menyatakan lebih jauh jika terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Vonis majelis hakim ini lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejati Maluku dengan pidana 3 tahun penjara.
JPU menuntut TW telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam kasus proyek pembangunan jalan di Kecamatan Inamosol Kabupaten SBB yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 7 miliar.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Thomas Wattimena oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun,” cetus JPU Achmad Attamimi.
Tak hanya pidana penjara, JPU juga menghukum terdakwa TW dengan pidana tambahan berupa pidana denda sebesar 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Diketahui, sesuai dakwaan JPU, pekerjaan proyek jalan tersebut belum rampung 100 persen namun pencarian anggaran tahap IV dan V bisa dilakukan. pembangunan ruas Jalan Desa Rambatu-Desa Manusa berasal dari Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2018 dengan nilai pekerjaan dalam kontrak semula Rp29.858 miliar.
Kemudian nilainya diubah sesuai addendum sebesar Rp31.428 miliar dengan jangka waktu pelaksanaan selama 270 hari kalender terhitung sejak tanggal 26 Maret – 27 Desember 2018 dan ditangani PT. Bias Sinar Abadi.
Modus operandi buang dilakukan yakni, Jorie Soukotta selaku PPK dan bendahara di dinas PUPR itu memanipulasi dokumen seolah-olah pekerjaan telah selesai, padahal fakta dilapangan progres pekerjaan baru mencapai 70,90 persen selesai.
Sementara, Guwen Salhuteru juga memanipulasi tanda tangan Ronald Renyut selaku Direktur PT. Bias Sinar Abadi. Dokumen pembayaran termin IV dan termin V dimanipulasi berupa Dokumen Berita Acara Pemeriksaan Kemajuan Pekerjaan Nomor 600/11/BA-PKP.IV/PPK-DAK-JS/XII/2018 tanggal 26 Desember 2018 yang ditandatangani oleh Jorie Soekotta selaku PPK dan Ronald Renyut selaku Direktur PT. BSA.
Namun tanda tangan Ronald dipalsukan oleh Guwen Salhuteru yang menyebutkan pada poin dua pekerjaan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam kontrak dan pekerjaan telah mencapai kemajuan sebesar 100 persen, padahal secara faktual baru mencapai 70,90 persen.
Selain itu, terdakwa juga menyuruh Jorie Soukotta membuat Berita Acara pembayaran termin IV atau 100 persen dengan dalih alasan untuk pengamanan transfer dana DAK ke Kas Daerah. Nyatanya dalam dokumen pencairan dana tertulis telah dilakukan pencairan dana sebesar 100 persen sedangkan fakta di lapangan secara nyata fisik pekerjaan belum selesai.
Keseluruhan dokumen keuangan untuk pencairan tersebut juga diketahui oleh Jorie Soukotta selaku PPK pada 28 Desember 2018 yang digunakan sebagai dasar diterbitkannya SP2D, dimana saat itu TW tidak melakukan pengujian kebenaran formil-materil atas tagihan dimaksud.
Namun TW justru memerintahkan pembayaran kepada bendahara pengeluaran dan menandatangani SPM meski pun mengetahui progres kemajuan pekerjaan belum mencapai 100 persen. (RM-04)
Discussion about this post