Referensimaluku.id,Ambon-Bukti sahih kerja sama Pemerintah Provinsi Maluku dengan PT. Bumi Perkasa Timur yang diduga kuat punyanya pengusaha “kampret” adalah “kerja sama makang pancuri” atau “agreement abunawas” bukan isapan jempol belaka. Tanah di sekitar kompleks pertokoan Mardika, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Maluku, adalah “tanah Kelas 1” yang berdampak pada besar tidaknya biaya sewa rumah toko (Ruko) di pertokoan Mardika, Kota Ambon, Maluku.
Rasionalnya biaya sewa per setiap unit Ruko di Pasar Mardika, Ambon, berkisar antara Rp. 100.000.000 (Rp 100 Juta) hingga Rp. 150.000.000 (Rp.150 Juta). Tidak mungkin harga sewa per Ruko ditetapkan di bawah perkiraan nilai itu jika merujuk status tanah di sekitar kompleks Pertokoan Mardika, Ambon, seluas 6.690 M2 (meter persegi).
Untuk harga sewa per Ruko di pertokoan Mardika, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku tidak menyebutkan besaran nilai sewa per Ruko di Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa secara Elektronik (Lpse) sebagaimana tercatat pada aplikasi atau alamat email:Lpse.Malukuprov.Go.Id tahun 2022.
Artinya, jika merujuk pada keterangan pers Tim Asistensi Hukum Pemprov Maluku pada 18 Oktober 2022 bahwa ada 140 unit Ruko yang dimaksimalkan dengan keuntungan Rp. 59 Miliar selama 15 tahun, maka nilai per Ruko adalah Rp.28.095.237 atau setara Rp. 28 Juta lebih.
Jika keuntungan 5 persen sesuai butir ke-17 pernyataan pers Tim Asistensi Hukum Pemprov Maluku a quo, maka keuntungan yang diperoleh PT. Bumi Perkasa Timur sebesar Rp. 2.950.000.000 atau setara Rp. 2,9 Miliar lebih.
Sementara Pemprov Maluku memperoleh keuntungan Rp. 56.000.000.000 atau setara Rp. 56 Miliar di mana terjadi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Maluku mencapai Rp. 3.736.666.666 atau setara Rp 3, 734 Miliar. Bagaimana rasionalnya jika per unit Ruko disewakan Rp 100.000.000 atau setara Rp.100 Juta per 15 tahun? Jika diestimasi Rp.100 Juta dikalikan 15 tahun dikalikan 140 Ruko maka keuntungan yang diperoleh mencapai Rp. 210.000.000.000 atau setara Rp.210 Miliar di mana keuntungan Pemprov Maluku konstan Rp. 210 Miliar jika tidak menggunakan pihak ketiga namun kebocoran PAD Maluku mencapai Rp. 14.000.000.000 atau setara Rp. 14 Miliar. Logikanya kompleks pertokoan Mardika adalah aset Pemprov Maluku yang harus dimanfaatkan maksimal oleh Pemprov Maluku melalui sumber daya manusia (Aparatur Sipil Negara) yang andal dan profesional di bidangnya dan instansi teknis terkait.
Bagaimana mungkin selama 30 tahun terjadi kebocoran PAD Maluku berkisar Rp. 3 Miliar hingga Rp. 21Miliar tanpa pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku? Mengapa 45 wakil rakyat di Karang Panjang, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, senyatanya terlihat “takut” atau mandul untuk meminta keterangan pejabat Pemprov Maluku?
Dalam sistem ketatanegaraan sesuai Teori Pemisahan Kekuasaan versi pemikir politik Prancis Charles-Louis de Secondat Baron de La Brede et de Montesquieu (1689-1755), DPRD Provinsi Maluku kan mitranya Pemprov Maluku, tapi faktanya para anggota dewan terhormat kok takut ke gubernur? Para wakil rakyat Bisanya hanya berwacana di media sosial tapi tak berani memanggil pejabat Pemprov Maluku mengklarifikasi semua “sandiwara makang pancuri” uang negara dan rakyat. Lebih baik mundur saja kalau tidak dapat membawa aspirasi rakyat untuk membongkar “kerja sama abunawas” dan kerja sama “makang pancuri” Pemprov Maluku dan PT. Bumi Perkasa Timur. (Bagian 3/Habis/Tim RM)
Discussion about this post