Referensimaluku.id,Ambon-Direktur PT. Efata Karya Christian Lodewijk Salmon Nikijuluw dan Direktur PT. Horeb Tineke Pattikawa menilai telah terdapat unsur penipuan (bedrog) dalam penerbitan Akta Pengikatan Fiducia dan Sertifikat Jaminan Fiducia yang menyebabkan seluruh hartanya akan dilelang eksekusi dengan perantaraan Kantor Pelayanan Pelelangan dan Kas Negara Ambon. Atas dasar perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) itulah pemilik Stasion Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Desa Waipirit, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, memercayakan Advokat Rony Samloy S.H., menggugat sejumlah pihak terkait ke Pengadilan Negeri Kelas II Dataran Hunipopu di Piru dan sudah teregister dengan nomor perkara: 7/Pdt.G/2023/PN.Drh tanggal 14 Februari 2023.
Adapun pihak-pihak yang digugat atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH) itu, antara lain Johanes Ventje Leleury (Pengusaha/Tergugat I), PT.Bank Cimb Niaga Tbk (Tergugat II), Ahmad Badjumi, S.H., M.Kn (Notaris/Tergugat III), Max Saimima, S.H., M.Kn (Notaris/Tergugat IV),Kepala Kantor Perwakilan Pertanahan Kabupaten Seram Bagian Barat (Tergugat V), Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkum-HAM) Maluku (Tergugat VI),Ketua Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris Provinsi Maluku (Turut Tergugat I) dan Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Ambon sebagai Turut Tergugat II. Kuasa Hukum kedua Penggugat (Christian Lodewijk Salmon Nikijuluw dan Tineke Pattikawa), Rony Samloy, S.H., menguraikan yang menjadi dasar-dasar atau alasan-alasan di balik pengajuan Gugatan PMH tersebut adalah ada kesengajaan dan rekayasa di balik penerbitan Sertifikat Jaminan Fiducia Nomor W.18-284 AH.05 01 TH 2012 tanggal 7 Desember 2012, Akta Perjanjian Jual Beli Piutang (APJBP) Nomor 40, APJBP Nomor 41 Tanggal 17 Januari 2017 serta Akta Perjanjian Pengikatan Fiducia (APPF) Nomor 7 dan APPF Nomor 8 tanggal 11 Agustus 2017 oleh para Tergugat sehingga dampaknya merugikan kedua kliennya secara materil dan imateriil.
Menurut Samloy kliennya (Penggugat I) pernah mengikatkan diri dalam perjanjian kredit dengan Tergugat II dengan besaran pinjaman sebesar Rp.2.500.000.000 atau Rp. 2,5 Miliar ,- sesuai Perjanjian Kredit Nomor: 026 / KRD / SPK / AMB / XI / 2011 Tertanggal 29 November 2011 di mana kliennya bertindak sebagai ’’ Debitur ’’, sedangkan Tergugat II berkedudukan sebagai ’’ Kreditur ’’ dalam perjanjian kredit in casu.
“Dalam Perjanjian Kredit antara klien saya dan Tergugat II disepakati jika dikalikan dengan 84 kali angsuran, maka jatuh tempo pelunasan hutang sesuai perjanjian kredit a quo adalah pada 29 November 2018”.
“Dalam pengikatan tersebut di atas, klien saya ada mengajukan 1 (satu) buah Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor:327/Waipirit terdaftar atas nama Penggugat I dengan Surat Ukur Nomor: 04/2005 Tanggal 23 Desember 2005 seluas 1.200 M2 ( Seribu Dua Ratus Meter Persegi ) Tanggal 23 Desember 2005 di mana di atasnya berdiri dan/atau terletak 1 (satu) unit SPBU, yang kemudian terhadap jaminan tersebut diletakkan Hak Tanggungan Nomor: 15 Tanggal 15 Januari 2012”.
Samloy menjelaskan selain daripada objek jaminan sebagaimana disebutkan di atas, kliennya juga menjaminkan barang-barang bergerak, berupa dua unit tanki pendam kapasitas 20 Kilo Liter (KL) sesuai daftar fiducia dalam Sertifikat Jaminan Fiducia Nomor:W.18-284 AH.05.01.TH 2012 Tanggal 07 Desember 2012, sebagaimana yang dimaksud dalam Akta tanggal 29 November 2011 Nomor: 64 yang dibuat oleh Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Abigael Agnes Serworwora, S.H.,sesuai dengan Daftar Fiducia tanggal 07 Desember 2012,
Dispencing Pump Prime Submersible Pump ¾ HP, Emergency Valve 1 ½ dan Flexible Reduce 1 ½ sesuai Daftar Fiducia dalam Sertifikat Jaminan Fiducia Nomor: W.18-284 AH.05.01 TH 2012 Tanggal 07 Desember 2012, sebagaimana yang dimaksud dalam Akta tanggal 29 November 2011 Nomor: 65 yang dibuat Notaris dan PPAT Abigael Agnes Serworwora, S.H.,sesuai dengan Daftar Fiducia tanggal 07 Desember 2012.
“Ternyata dalam perjalanannya, klien saya tidak lagi melakukan pembayaran sebagaimana yang telah disepapakati antara klien saya dan Tergugat II atau terjadi kredit macet (in casuPasal 12 ayat 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14/15/PB/2012 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum), sehingga kemudian oleh Tergugat II disampaikan Surat Peringatan I (ke-1) tertanggal 26 November 2014 kepada klien saya dan selanjutnya Tergugat II menyampaikan Surat Peringatan ke-2 hingga penyampaian Surat tentang sisa besaran kewajiban yang harus dipenuhi klien saya ke Tergugat II”.
“Terhadap Surat Peringatan ke-1, Surat Peringatan ke-2 dan Surat tentang Sisa Besaran Kewajiban yang harus dipenuhi klien saya, maka selanjutnya klien saya menyampaikan Permohonan Restrukturisasi (keringanan pembayaran cicilan pinjaman di bank) Pembayaran sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat 26 juncto Pasal 52 Peraturan Bank Indonesia Nomor : 14 / 15 / PB / 2012 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum ke Tergugat II, namun beberapa kali permohonan klien saya itu selalu ditolak mentah-mentah oleh Tergugat II”.
“Tetiba tanpa alasan yang jelas, sah dan menurut hukum Tergugat II dengan sengaja mengabaikan permohonan klien saya mengenai restrukturisasi pembayaran sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 52 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14 / 15 / PB / 2012 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum, padahal menurut hukum, klien saya layak diberikan restrukturisasi pembayaran in casu Pasal 51 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14 / 15 / PB / 2012 a quo atas dasar permohonan disertai alasan-alasan, yakni
Usaha Debitur/Penggugat atau klien sata masih berjalan dan usaha Debitur masih memiliki prospek yang baik, Dan Debitur/Penggugat atau klien saya masih memiliki etikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya (prestasinya)”.
“Setelah mengabaikan permohonan klien saya tentang restrukturisasi pembayaran sisa prestasi untuk membayar sebesar Rp.1,6 Miliar, selanjutnya Tergugat I dan Tergugat II menolak keras dan mereka meminta pembayaran sebesar Rp. 2,1 Miliar yang terdiri atas bunga dan denda yang harus dibayarkan klien saya kepada Tergugat II, padahal Tergugat I hanya membayar Rp.1,4 Miliar sebagai jaminan Cessie ke Tergugat II, namun permintaan itu tidak disanggupi klien saya dengan alasan permintaan Tergugat I dan Tergugat II terlalu besar atau di luar kemampuan klien saya pada saat itu”.
“Kemudian secara melawan hukum Tergugat II melakukan negosiasi pengalihan piutang dengan Tergugat I melalui Cessie ( Pergantian Orang Berpiutang / Kreditur ) dari klien saya ke Tergugat I dengan besaran jaminan Rp.1, 4 Miliar , yang prosesnya dilakukan tanpa adanya penyerahan secara autentik dari klien saya atau dengan kata lain pengalihan piutang dari Tergugat II ke Tergugat I dengan nilai Rp.1, 4 Miliar dilakukan tanpa mengundang atau tanpa menghadirkan klien saya in casu Debitur dari Tergugat II ( in casu Kreditur ) hal mana sangat bertentangan dengan apa yang dimaksud dalam Pasal 613 sampai dengan Pasal 624 KUHPerdata, yang menegaskan Cessie itu dapat terjadi jika didasari pada hal-hal, yakni adanya Pemberitahuan secara nyata dari Cedent ( Kreditur lama ) kepada Debitur, dan adanya Pembayaran dari Debitur kepada Cedent (Kreditur lama )”.
“Selanjutnya Tergugat I menawarkan ke klien saya untuk membayar sebesar Rp.2,1 Miliar jika klien saya ingin memperoleh lagi benda-benda yang telah dijaminkan klien saya ke Tergugat II dalam perjanjian cessie dan fiducia, namun tawaran Tergugat I dinilai klien saya sangat tidak realistis dan berlebihan, sehingga terindikasi kalau Tergugat I ingin menguasai dan memiliki barang-barang milik klien saya termasuk objek sengketa milik klien saya”.
“Bahwa sangat jelas terlihat adanya etikad buruk dari Tergugat II yang dengan sengaja mengalihkan piutang dan jaminan milik klien saya ke Tergugat I, padahal Tergugat II tahu apa yang dilakukannya merupakan perbuatan melawan hukum dan perbuatan melawan hak klien saya yang merugikan klien saya”.
“Dalam perkembangannya Tergugat II secara melawan hukum dan melawan hak klien saya di mana Tergugat II dengan sengaja menuangkan isi kesepakatan pengalihan piutang Penggugat I ke dalam Akta Perjanjian Jual-Beli Piutang (AJBP) Nomor: 40 Tanggal 17 Januari 2017 dan AJBP Nomor: 41 Tanggal 17 Januari 2017, yang dilakukan Tergugat II dan Tergugat I, hal mana apa yang dilakukan Tergugat II dan Tergugat I tanpa dilakukan pemeriksaan kelengkapan lampiran surat-surat secara cermat dan teliti, sehingga oleh karena itu, Akta Cessie yang dibuat tanpa didahului pemeriksaan kelengkapan sebagaimana uraian sebelumnya, menurut hukum adalah cacat prosedur dan substansi, sarat rekayasa, mengandung unsur penipuan ( bedrog ) dan pemalsuan.
Oleh karena itu, sudah seharusnya pengikatan di mana terjadi penipuan sebagaimana diatur / dimaksud Pasal 1328 KUHPerdata dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan/atau tidak memiliki kekuatan eksekutorial untuk dilakukan sita eksekusi dan eksekusi lelang oleh Tergugat I dengan perantaraan Turut Tergugat II terhadap harta milik klien saya yang dijaminkan dalam perikatan dengan Tergugat II harus batal demi hukum ( null and void nietig )”.
Samloy melanjutkan setelah dituangkan Akta Cessie (Pengalihan Piutang) dan Perjanjian Jual-Beli Piutang oleh Tergugat II ke Tergugat I dengan nilai Rp.1,4 Miliar, maka selanjutnya Tergugat II melakukan pemberian/peletakkan Hak Tanggungan atas jaminan milik kliennya dengan mengatasnamakan Tergugat I melalui Pemberian Hak Tanggungan Nomor: 53 tertanggal 23 Maret 2017, hal mana apa yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II tanpa sepengetahuan kliennya atau tanpa kehadiran kliennya secara fisik atau dengan kata lain tanpa kehadiran kliennya di depan Notaris dan PPAT maupun Kementerian Hukum dan HAM.
Samloy mengutarakan secara hukum kedudukan hukum kliennya in casu Penggugat sebagai Debitur belumlah dapat dikategorisasikan atau dikualifisir sebagai pihak yang telah melakukan cidera janji (wanprestasi) sehingga konsekuensi negatifnya atau tidak beralasan jika harta milik kliennya harus dilakukan sita lelang oleh Tergugat I dengan perantaraan Turut Tergugat II.
“Setelah adanya penetapan Pengadilan Negeri Masohi mengenai Sita Eksekusi di bawah register Nomor: 01 / Pdt.Eks / 2017 / PN.Msh Tanggal 20 Juni 2017, ternyata Tergugat I secara sepihak atau tanpa sepengetahuan klien saya hal mana Tergugat I dengan sengaja menandatangani 2 ( dua ) Akta Perjanjian Pengikatan Fiducia ( APPF ) Nomor: 07 Tanggal 11 Agustus 2017 dan APPF Nomor: 8 Tanggal 11 Agustus 2017 yang dibuat / diterbitkan Tergugat III dan Tergugat IV dan selanjutnya ke-2 ( kedua ) APPF a quo didaftarkan Tergugat I ke Tergugat VI dalam Sertifikat Jaminan Fiducia Nomor: W28.00011186.AH.05.01 Tahun 2017 Tanggal 21 Agustus 2017 dengan diterangkan bahwa Nyonya Tineke Pattikawa ( alias Nona Pattikawa ) in casu Penggugat II perkara a quo ) selaku isteri dari Penggugat I seolah-olah Penggugat II bertindak sebagai Pemberi Fiducia atas jaminan pelunasan hutang senilai Rp. 2,5 Miliar berdasarkan Perjanjian yang dibuat dan ditandatangani Tergugat II, Tergugat I dan Tergugat III, padahal pembuatan / penerbitan hingga pada pendaftaran Akta Pengikatan Fiducia ( APF ) dan Sertifikat Jaminan Fiducia ( SJF ) dimaksud senyatanya tanpa sepengetahuan dan/atau tanpa kehadiran Penggugat II maupun Penggugat I secara fisik di depan Notaris dan PPAT, sehingga sangat jelas telah terjadi rekayasa, penipuan dan pemalsuan dalam penerbitan APF dan SJF oleh Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V dan Tergugat VI”.
Samloy menegaskan tindakan Tergugat I dan Tergugat IV yang juga diketahui Tergugat VI di mana ada kesengajaan dan etikad buruk Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat IV untuk memasukan dan mencatut nama Penggugat II ke dalam Sertifikat Jaminan Fiducia Nomor: W28.00011186.AH.05.01 Tahun 2017 Tanggal 21 Agustus 2017 yang diterbitkan Tergugat I dan Tergugat IV kemudian didaftarkan ke Tergugat VI, padahal hal itu tanpa diketahui dan tanpa dihadiri Penggugat II adalah perbuatan melawan hukum ( onrechtmatigedaad ) yang tidak saja membawa kerugian bagi Penggugat I, tetapi hal itu juga membawa dampak tidak baik (buruk) bagi Penggugat II dalam aktivitas perusahaan mereka masing-masing.
“Akta Perjanjian Pengikatan Fiducia ( APPF ) Nomor: 8 Tanggal 11 Agustus 2017 atas nama Tergugat I yang sarat rekayasa, mengandung unsur penipuan ( bedrog ) dan berbau pemalsuan karena tanpa dihadiri dan disaksikan langsung oleh Penggugat I maupun Penggugat II itu jika ditelisik di dalam redaksinya relative berbeda dengan yang tertuang dalam Sertifikat Jaminan Fiducia (SJF) Nomor: W28.00011186.AH.05.01 Tahun 2017 Tanggal 21 Agustus 2017 yang didaftarkan di Kemenkum-HAM di mana di situ diterangkan bahwa: ’’ Nyonya Tineke Pattikawa ( aliasNona Pattikawa ) in casu Penggugat II perkara a quo selaku isteri dari Penggugat I seolah-olah bertindak sebagai Pemberi Fiducia atas jaminan pelunasan hutang senilai Rp. 2,5 Miliar berdasarkan Perjanjian yang dibuat dan ditandatangani Tergugat II, Tergugat I dan Tergugat III, padahal penerbitan APPF dan SJF dimaksud dilakukan tanpa sepengetahuan dan tanpa kehadiran fisik ( tanpa disaksikan ) Penggugat I dan Penggugat II, serta tanpa adanya Surat Kuasa dari Penggugat I kepada Penggugat II, hal mana dilakukan dengan cara mengutip redaksional dalam APPF Nomor: 29 Tanggal 29 November 2011 yang diterbitkan Notaris dan PPAT Abigael Agnes Serworwora, S.H., antara Penggugat I dan Tergugat II dengan subjek perjanjian yang berbeda adalah perbuatan melawan hukum yang merugikan Penggugat I dan Penggugat II atau para Penggugat”.
“Penerbitan Akta Perjanjian Pengikatan Fiducia Nomor: 8 Tanggal 11 Agustus 2017 dan Sertifikat Jaminan Fiducia Nomor: W28.00011186.AH.05.01 Tahun 2017 Tanggal 21 Agustus 2017 secara tegas menyalahi dan / atau bertentangan dengan ’’ Asas kebebasan Berkontrak ’’ yang menghendaki kesepakatan kedua belah pihak sebagaimana dimaksud / diamanatkan Pasal 1338 KUHPerdata, sehingga oleh karena itu, baik Akta Perjanjian Pengikatan Fiducia ( APPF ) Nomor: 8 Tanggal 11 Agustus 2017 maupun Sertifikat Jaminan Fiducia ( SJF ) Nomor: W28.00011186.AH.05.01 Tahun 2017 Tanggal 21 Agustus 2017 harus dinyatakan batal demi hukum ( vull and noid nietig ) atau tidak memiliki daya mengikat secara hukum untuk dilakukan lelang eksekusi oleh Tergugat I dengan bantuan Turut Tergugat II.
Apa yang dilakukan para Tergugat tidak saja melanggar Pasal 1338 KUHPerdata, akan tetapi perbuatan Para Tergugat terutama Tergugat I,Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V dan Tergugat VI telah melanggar ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian, terutama tentang adanya kesepakatan kehendak ( consensus agreement ) di mana di dalam Akta Perjanjian Pengikatan Fiducia ( APPF ) dan Sertifikat Jaminan Fiducia ( SJF ) yang dituliskan yang melakukan perjanjian/perikatan adalah Tergugat I sebagai Pemberi Fiducia sekaligus Tergugat I sebagai Penerima Fiducia tanpa hadirnya Penggugat I dan Penggugat II. Anehnya, dalam SJF Tergugat I yang terdaftar di kantor Tergugat VI ( Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku ) menyebutkan bahwa Pemberi Fiducia adalah Tergugat I sehingga perbuatan Tergugat I yang didukung Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V dan Turut Tergugat sangat bertentangan dengan hukum perjanjian ( Pacta Sunt Servanda ) karena tidak mungkin kontrak atau pengikatan Fiducia hanya dibuat dan ditandatangani oleh salah satu pihak saja. Artinya, ada rekayasa, penipuan ( bedrog ) dan pemalsuan dalam pembuatan dan penerbitan APPF Nomor: 8 Tanggal 11 Agustus 2017 dan SJF Nomor: W28.00011186.AH.05.01 Tahun 2017 Tanggal 21 Agustus 2017, sehingga harus dinyatakan cacat hukum dan / atau harus dinyatakan batal demi hukum ( vull and noid nietig ) atau setidak-tidaknya kedua surat masing-masing APPF dan SJF a quo tidak memiliki daya mengikat secara hukum untuk dilakukan lelang eksekusi oleh Tergugat I dengan dukungan Turut Tergugat II”.
“Bahwa penerbitan Akta Perjanjian Pengikatan Fiducia ( APPF ) Nomor: 8 Tanggal 11 Agustus 2017 dan Sertifikat Jaminan Fiducia ( SJF ) Nomor: W28.00011186.AH.05.01 Tahun 2017 Tanggal 21 Agustus 2017 oleh Tergugat I dan Tergugat IV dengan didaftarkan ke Tergugat VI terindikasi penipuan ( bedrog ) sehingga melanggar Pasal 1328 KUHPerdata yang berbunyi: ’’Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan persetujuan, apabila tipu-muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu-muslihat tersebut’’. Dengan begitu, APPF dan SJF tersebut di atas harus dinyatakan batal demi hukum ( vulld and noid ) atau tidak memiliki kekuatan hukum bagi Tergugat I dengan perantaraan Turut Tergugat II untuk melakukan sita eksekusi maupun lelang eksekusi berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu Piru Nomor: 01 / Pen Pdt.Llg.Del / 2022 /PN.Drh juncto 06 / Pen.Pdt.Llg /2021 / PN.Msh juncto 19 / Pdt.Bth / 2017 / PN.Msh juncto 54 / PDT / 2018 / PT.Amb juncto 297I K / PDT / 2019 Tanggal 10 Agustus 2022”.
“Bahwa indikasi terjadinya penipuan (bedrog ) di balik pembuatan / penerbitan Akta Perjanjian Pengikatan Fiducia ( APPF ) Nomor: 8 Tanggal 11 Agustus 2017 dan Sertifikat Jaminan Fiducia ( SJF ) Nomor: W28.00011186.AH.05.01 Tahun 2017 Tanggal 21 Agustus 2017 oleh Tergugat I dan Tergugat IV telah dilaporkan beberapa kali oleh Para Penggugat (Penggugat I dan Penggugat II) kepada Tergugat VI dan pernah disidangkan Turut Tergugat I, akan tetapi tidak pernah ada surat berisi sanksi tegas kepada Tergugat IV yang tembusannya diberikan kepada para Penggugat di mana surat tersebut isinya menyatakan kalau Tergugat IV senyatanya telah melakukan penipuan atau rekayasa dengan melakukan pencatutan nama Penggugat II ke dalam APPF No.8 / 2017 dan SJF W28.00011186.AH.05.01 Tahun 2017di atas yang telah merugikan para Penggugat baik sendiri-sendiri sebagai pengusaha maupun secara bersama-sama sebagai suami-isteri”.
“Bahwa perbuatan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V dan Tergugat VI ( Para Tergugat ) dan Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II tidak saja sangat bertentangan dengan Buku II Pasal 613 sampai dengan Pasal 624 KUHPerdata dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 14 / 15 / PB / 2012 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum, akan tetapi perbuatan Para Tergugat dan Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II juga sangat bertentangan dengan Pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan: ’’ Setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut’’.
“Bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan para Tergugat dan Turut Tergugat I dan Turut Tergugat II ternyata telah membuat citra para Penggugat sebagai pengusaha di mata masyarakat (konsumen) menjadi rusak dan para Penggugat kehilangan keuntungan selama 5 tahun terakhir terhitung sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2023, sehingga wajarlah apabila para Penggugat menuntut ganti kerugian kepada para Tergugat dan para Turut Tergugat di pengadilan in casu.(RM-03/RM-05)
Discussion about this post