Referensimalukuid.Ambon-Direktris PT.Matriecs Cipta Anugerah Marla Beatriecs Kailola menepis tudingan kuasa hukum Elisabeth Noya Puturuhu (ENP) Alfred Tutupary bahwa dirinya sengaja mangkir dari panggilan sidang dalam perkara gugatan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad) di Pengadilan Negeri (PN) Ambon beberapa waktu lalu.
“Saya bukan mangkir dari panggilan sidang di PN Ambon. Waktu itu saya bilang ke kuasa hukum saya kalau saya sementara sakit lambung dan kuasa hukum saya bilang tidak apa-apa karena sudah ada surat kuasa,” tepis Kailola kepada referensimaluku.id di Ambon, Rabu (1/2/2023) petang.
Kailola menduga ada skenario membunuh karakter dirinya melalui pemberitaan lama yang didaur ulang oknum-oknum tertentu.
“Berita yang dinaikan itu sudah dari tahun kemarin (Oktober 2022). Kenapa dinaikkan lagi. Kan dia (ENP) sudah bawa itu di pengadilan. Kita masuk sekarang di chat gugatan dan dia mau menjelek-jelekkan nama saya terus. Kalau dia bilang mangkir itu salah, sebab bahasa itu (mangkir) tidak bagus,” tegasnya.
“Saya minta tolong ke teman-teman media massa kalau ada berita ini lagi tolong diklarifikasi ya karena saya tidak cari-cari wartawan untuk bikin diri top,” imbaunya. Kailola menegaskan jumlah ganti rugi yang diminta ENP sangat tidak rasional dan berpotensi atau menjurus ke penipuan.
“Mengenai ganti rugi itu, saya punya catatan dia bilang Rp.182 juta, padahal bilamana harga talud dan harga rumah digabung menjadi satu totalnya hanya Rp.154 juta. Rekapitulasi dari anggaran itu dari 2 + 1 itu sekitar Rp 182 juta itu ditambah PPN 11% sangat tidak logis karena ini bukan proyek pemerintah”.
“Sekarang dia (ENP) tagih PPN untuk mau disetor ke mana. Kalau dia mau ambil PPN berarti dia menipu. Memangnya ini proyek Pemerintah. Jika dia hitung ke saya begitu (Rp.182 juta) itu berarti itu langkah untuk melakukan penipuan. Masa dia ambil PPN 11 persen dari saya. Memangnya saya ini dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU) lalu dia itu orangnya bagian membangun”.
MARLA BEATRIECS KAILOLA DITUDING MANGKIR Sebagaimana diberitakan sejumlah media massa, Hakim tunggal PN Ambon akhirnya menunda sidang lanjutan gugatan sederhana Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara penggugat Elizabeth Noya/Puturuhu, melawan tergugat Marla Batriecs Kailola (MBK) dari PT Matriecs Cipta Anugerah (MCA), Senin (30/1/2023).
Penundaan sidang ini berdasarkan keberatan kuasa hukum penggugat Alfred V. Tutupary Cs dengan alasan prinsipal Tergugat (MBK) tidak menghadiri persidangan yang sudah direncanakan dengan agenda pembacaan jawaban oleh tergugat atas gugatan penggugat.
“Jadi sidang tadi kita keberatan untuk dilanjutkan karena prinsipal Tergugat (MBK) dari PT. MCA tidak hadir, dan hakim pun menyetujui keberatan kami penggugat jadi sidang ditunda sampai Selasa (31/1) baru dilanjutkan,”ungkap Tutupary kepada wartawan di pelataran kantor PN Ambon.
Tutupary menjelaskan sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 mewajibkan penggugat dan tergugat di setiap persidangan didampingi atau tidak didampingi kuasa hukum, wajid hadir di persidangan.
“Karena berdasarkan Perma Nomor 2 Tahun 2015 itu makanya kita minta hakim tunda sidang, sebab aturan mengharuskan hal ini,” jelasnya.
Elizabeth Noya/Puturuhu in casu penggugat dalam perkara gugatan (PMH), meminta kepada PT.MCA segera membayar ganti rugi atas kerusakan rumah tinggal milik penggugat yang dikalkulasi berjumlah Rp.182.925.00.00.
Dalam gugatan PMH itu MBK selaku Tergugat juga diminta segera membangun talud penahan tanah pada lahan yang berbatasan dengan lahan milik Penggugat di bagian utara Dusun Kusu-kusu Sereh, Desa Urimessing, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Maluku .
“Proses pembangunan talud itu pun dengan ketentuan harus dibangun dengan memperhatikan standar kualifikasi perhitungan dari DPU Kota Ambon maupun DPU Provinsi Maluku,” lanjut Tutupary.
Pada 2018 , PT.MCA mendapat proyek pembangunan Perumahan Subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah di mana perusahaan dipimpin MBK itu mulai membongkar lahan di atas lokasi pembangunan rumah subsidi tersebut. Pembongkaran lahan tersebut termasuk pula bersebelahan dengan lahan bagian utara milik ENP. Alhasil, ENP sudah berulangkali memperingati MBK agar setelah pembongkaran lahan tersebut segeralah dibangun pondasi/talud penahan tanah agar bisa mencegah terjadinya longsor pada bagian yang berbatasan dengan lahan milik ENP.
“Hanya saja, teguran klien saya (ENP) tidak pernah dihiraukan MBK. Bahkan sampai di tahun 2019, klien saya (ENP) kembali meminta MBK agar segera membangun talud, akan tetapi MBK masih tetap tidak peduli,” tutur Tutupary.
Karena MBK tidak hiraukan permintaan ENP, lanjut Tutupary, memaksa kliennya (ENP) melaporkan hal tersebut ke Pemerintah Negeri (Pemneg) Urimessing. Dari hasil mediasi kedua belah pihak diputuskan agar MBK harus membangun pondasi di lokasi, namun tetap saja hal itu tidak terealisasi sampai perkara dilanjutkan di PN Ambon.
“Pada 2021-2022 saat masuk musim penghujan yang sangat esktrem di lokasi atau tanah tersebut terjadi longsor yang sangat parah. Bahkan telah terjadi pergeseran tanah yang mengakibatkan berkurangnya volume tanah serta kerusakan yang parah pada rumah milik klien saya (ENP). Sekalipun kami sudah sampaikan somasi, tapi MBK tetap tak hiraukan permintaan kami. Makanya atas nama klien kami ajukan gugatan PMH di PN Ambon ,”tutup Tutupary.(RM-04/RM-05)
Discussion about this post