Referensimaluku.id.Ambon — Penetapan rancangan dua mata rumah parentah di Negeri Kulur, Kecamatan Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku yang dilakukan Badan Saniri Negeri Kulur dinilai prematur dan mengaburkan sejarah kepemimpinan negeri tersebut, sehingga menimbulkan kontroversi. Ungkapan kekesalan disampaikan Anak Soa Sepai yang di dalamnya terdiri dari Marga Tuhulele, Tuhuloula dan Sahupala.
Dasar Badan Saniri Negeri Kulur menetapkan mata rumah parenta di Negeri Kulur berasal dari Mata Rumah Tuhulele dan Mata Rumah Tutupoho tanpa melalui proses pembuktian jelas dan tertanggung jawab. Alhasil, Silsilah Raja keturunan Perintah ini dari Matarumah Tuhulele dan Matarumah Tutupoho dianggap lemah dan sarat kepentingan, sehingga dikhawatirkan dapat mencederai tatanan pemerintahan adat di Negeri kulur.
Hal ini disayangkan Soa Sepai, yang di dalamnya terdapat Matarumah Tuhulele, karena mereka merasa penetapan dua mata rumah perintah merupakan kepentingan kedua pimpinan lembaga pemerintahan di negeri Kulur saat ini yang mencoba merasionalisasi keadaan tanpa berpegang teguh pada mekanisme pembuatan Peraturan Negeri (Perneg). Itu pula yang menyebabkan upaya menetapkan Rancangan Perneg tanpa melalui proses tahapan pembuktian Silsilah Raja, sejarah kepemimpinan serta pembuktian lainnya. Padahal, syarat penetapan menjadi Raja negeri harus berdasarkan keturunan perintah/garis lurus Matarumah Perintah sebagaimana amanat Peraturan Daerah (Perda) Maluku Tengah Nomor 01 Tahun 2005 tentang Negeri dan Perda Nomor 03 Tahun 2005 tentang Tata Cara, Pencalonan, pemilihan, pelantikan raja Negeri.
Diketahui semenjak tahun 2012 sampai saat ini, Negeri Kulur belum memiliki pemerintahan definitif. Upaya menentukan matarumah perintah lewat Rapat Tua-tua adat di Negeri Kulur kala itu melahirkan argumen dari peserta rapat kalau dua Matarumah Perintah antara Matarumah Tuhulele dan Matarumah Tutupoho. Namun ketika diminta pembuktian silsilah raja dan sejarah kepemimpinan belum diamini oleh Pemneg dan Saniri kala itu.
Pada tahun 2014 pernah ada agenda pemaparan silsilah Raja antara Tuhulele dan Tutupoho, namun karena pimpinan rapat tidak profesional, makanya rapat tidak dipandu untuk pembuktian silsilah raja dan sejarah kepemimpinan melainkan diarahkan menjadi debat kusir. Akhirnya pertemuan diskorsing karena masuk waktu ibadah sholat Jumat, dan anehnya sampai saat ini agenda pemaparan silsilah raja ini tidak dilanjutkan melainkan buru-buru disahkannya dua matarumah perintah tanpa pembuktian.
Mengingat pada 14 Maret 2016 terjadi hearing dengan Komisi A DPRD Kabupaten Malteng terkait masalah protesnya Soa Sepai atas upaya pemilihan raja Kulur secara demokrasi oleh Camat, pemneg Kulur dan Saniri kala itu, namun hasil keputusannya menolak pemilihan Raja Negeri Kulur secara demokrasi karena bertentangan dengan tatanan pemerintahan adat di Negeri Kulur dan dikuatkan dalam Perda Maluku Tengah terkait.
“Olehnya itu Komisi A DPRD Maluku Tengah merekomendasikan agar Pemneg Kulur bekerja sama dengan salah satu lembaga penelitian Kampus di Maluku untuk membuktikan mataumah perintah yang sebenarnya di Negerj Kulur, karena pada wktu itu Soa Sepai mengganggap, Pemneg Kulur, Saniri dan pihak kecamatan Saparua tidak bisa objektif dalam melakukan pembuktian sejarah kepemimpinan raja di negeri kulur. Sayangnya usulan berupa rekomendasi ini tidak ditindaklanjuti.
Pasalnya salah satu Soa di negeri Kulur, yakni Soa Sepai yang didalamnya ada mata rumah Tuhulele yang memiliki silsilah keturunan perintah di negeri Kulur menyatakan yakni anak soa Sepai menolak dan tidak setuju rancangan penetapan dua mata rumah parenta di negeri Kulur itu,” tutur salah seorang Anak Soa Sepai Jarkani Tuhulele.S.Sos kepada Referensimaluku. Id di Ambon, Rabu (23/2/2022).
Dijelaskan Jarkani, berdasarkan tatanan adat dan sejarah negeri Kulur telah membuktikan jika sejak 1804-1984 terdapat beberapa generasi Raja dari Matarumah Tuhulele bahkan ada beberapa keturunan Raja di atasnya yang menjadi Raja adat “Ama Ulu” atau negeri Kulur dengan gelar lain, di antaranya Latu, Amir, kapitang, dan lain-lain.
“Oleh karena itu berdasarkan hukum adat dan adat istiadat di negeri Kulur, maka masih dianggap relevan jika keturunan Tuhulele yang menjadi raja di negeri Kulur. Dan selama ini di negeri Kulur hanya dikenal satu matarumah parenta,yakni Tuhulele, ” terangnya.
Di sisi lain, salah satu Tua Adat Matarumah Tuhulele, Ibrahim Tuhulele, yang merupakan Anak Raja Negeri Kulur Almarhum Muhammad Yusuf Tuhulele yang memerintah sejak 1955-1984 menyangkan jika pemaksaan penetapan matarumah oleh Saniri tanpa pembuktian sangat mencederai nilai dan tatanan pemerintahan adat dan mengaburkan sejarah negeri Kulur.
Dia menambahkan, dasar hukum yang digunakan Saniri negeri Kulur dan Pemneg Kulur dalam menetapkan rancangan dua mata rumahparenta adalah ilegal atau tidak sah. “Mengapa, karena tidak menghadirkan perwakilan kedua matarumah dalam penetapan tersebut. Hal ini bisa dilakukan upaya hukum dalam menyelesaikan persoalan matarumah Perintah di negri Kulur, sehingga bisa mengakhiri drama proses penetapan matarumah di negeri Kulur.
Ibrahim mengatakan jika mereka mengakomodir matarumah Tutupoho sebagai matarumah parenta di negeri Kulur, maka haruslah menyajikan bukti yang valid berupa silsilah kepemimpinan rajanya secara turun-temurun bukan sekadar argumen “Beta pernah dengar” karena itu hanya sekadar argumen yang tak berdasar.
“Keberatan kami dari anak Soa Tuhulele terhadap rancangan dua matarumah parenta di negeri Kulur, ini akan kami sampaikan ke Bupati Maluku Tengah, khususnya di Bagian Hukum dan Tata Pemerintahan agar pemerintah daerah bijak melihat persoalan matarumah perintah di negeri Kulur. Sebab, jangan sampai motivasi mempercepat proses namun tahapan dan nilai- nilai kebenaran dilanggar dan mencedrai tatanan pemerintahan adat di negeri Kulur, ” kecam Ibrahim. (RM-04)
Discussion about this post