Referensimaluku.id.Ambon-Slogan polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat tak lebih sekadar retorika atau pemanis bibir. Sebab, ada pula oknum-oknum polisi nakal dan bertindak sewenang-wenang dan lebih memihak pengusaha ketimbang masyarakat kecil dalam kedudukan saksi korban.
Potret miris kinerja abu-abu kepolisian tampak pada laporan masyarakat Lelingluan, Kecamatan Tanimbar Utara, Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Maluku, soal penerbitan lebih kurang 3.500 sertifikat bodong yang telah dilayangkan dua kali, pertama pada 12 Agustus 2020 dan kedua pada 5 Oktober 2020, yang masih “karam” atau diduga “disampahkan” di meja Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resort (Polres) KKT. Diduga laporan warga Lelingluan sengaja “dikandaskan” di meja Satreskrim Polres KKT lantaran ada oknum-oknum yang membekingi Kepala Desa (Kades) Lelingluan Jacobus Ratusa dan perusahaan kehutanan berinisial PT.K.
Merasa tidak puas kinerja penyidik Polres KKT, pada 8 Desember 2020, empat warga Lelingluan masing-masing Arnold Walun, Amus Resiloy, Laurens Urath dan Roby Walun menyurati Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Maluku perihal memohon bantuan Kapolda Maluku meminta laporan kemajuan penanganan kasus penerbitan Sertifikat Tanah yang ditangani Satreskrim Polres KKT atas laporan mereka.
Dasar permohonan warga Lelingluan ke Kapolda Maluku, yakni laporan tertanggal 12 Agustus 2020 dan Laporan tertanggal 5 Oktober 2020 di mana kedua laporan itu sama-sama perihal Penerbitan sertifikat tidak prosedural oleh oknum pejabat Kantor Pertanahan Kabupaten KKT yang belum diseriusi pihak kepolisian.
Salah satu saksi pelapor Arnold Walun mengungkapkan dalam laporan mereka disebutkan Kepala Kantor Pertanahan Nasional (KPN) Kabupaten KKT telah dengan sengaja menerbitkan Sertifikat Hak Milik Tanah (SHMT) atas nama warga Lelingluan tanpa ada permohonan dari warga desa berpenduduk lebih kurang 700 Kepala Keluarga (KK) itu. Contoh SHMT Nomor 02749 atas nama Amus Resiloy, SHMT Nomor 02751 atas nama Amus Resiloy, SHMT Nomor 02753 atas nama Amus Resiloy, SHMT Nomor 02755 atas nama Amus Resiloy dan SHMT Nomor 02757 atas nama Amus Resiloy.
“Kasus ini paling aneh dan aneh bin ajaib karena hanya dengan KTP dan foto, satu orang bisa dapat 1-5 sertifikat PRONA. Seperti yang dimiliki saudara Amus Resiloy. Kalau satu orang bisa dapat lebih dari satu sertifikat jika dikalikan dengan 700 KK, maka diperkirakan ada lebih kurang 3.500 sertifikat bodong yang dimiliki masyarakat Lelingluan,” ungkap Arnold kepada Referensimaluku.id di Ambon, Rabu (23/2/2022).
Yang aneh, ungkap Arnold, sekalipun telah diterbitkan SHMT, akan tetapi objek tanah tidak ada dan pemilik sertifikat juga merasa bingung letak objek tanah soal luas dan batas-batas objek tanah berdasarkan SHMT. “Setelah kami telusuri ternyata ada permainan Kades Lelingluan, Kepala KPN Kabupaten KKT dan perusahaan PT.K untuk memasukan objek hutan lindung atau hutan adat masyarakat Lelingluan yang ditumbuhi pohon-pohon kayu meranti, kayu lenggua, kayu torem dan kayu-kayu lainnya. Untuk mengeksploitasi hutan lindung itu digunakan tipu muslihat melalui Program Agraria Nasional (PRONA) akal-akalan. Ini hutan adat, makanya kami protes sebab yang harus keluarkan pelepasan hak adalah soa-soa sesuai Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Bagi kami ini kejahatan yang sampai kapanpun akan kami lawan hingga titik darah penghabisan,” tegas Arnold.
Arnold yang juga masuk salah satu Soa di Lelingluan itu menengarai sejak awal oknum penyidik Polres KKT sudah mulai masuk angin dengan laporan pihaknya soal sertifikat bodong tersebut. “Setelah kami masukan laporan, seluruh bukti surat-surat sertifikat asli dan saksi-saksi pemilik sertifikat bodong sudah kami ajukan dan untuk saksi-saksi pelapor dan masyarakat pun sudah dimintai keterangan di Polres KKT. Tapi, bukannya melanjutkan prosesnya malahan sebaliknya kami dibilang tidak punya kedudukan hukum (legal standing) sebagai pelapor dan polisi belum cukup bukti. Jadi kami merasa ada yang tidak beres dalam penanganan laporan kami ini,” bebernya. Arnold menjelaskan hingga kini masyarakat Lelingluan masih bingung dengan penerbitan SHMT bodong tersebut karena mereka tidak pernah mengajukan dan menandatangani permohonan mendapatkan sertifikat, tidak ada kegiatan penunjukan lahan, dan tidak pernah ditanam patok-patok kayu atau besi di lahan tersebut.
“Masyarakat pun tidak pernah diajak Pemerintah Desa Lelingluan dan staf desa bersama petugas KPN Kabupaten KKT ke lokasi bidang tanah yang dimaksud sesuai pernyataan tertulis yang terdapat di dalam lembar sertifikat khusus surat ukur di mana sebagai sampel Nomor 01102/Lelingluan/2019,” urainya. Arnold meminta Kapolda Maluku Inspektur Jenderal Polisi Lotharia Latief dapat menyikapi hal ini mengingat sudah sekian lama pihaknya mendambakan penegakan hukum yang fair dan profesional di balik laporan sertifikat bodong tersebut.
“Selaku pimpinan tertinggi institusi kepolisian di Maluku kami mintakan pak Kapolda Maluku dapat mengevaluasi penyidik Polres KKT yang kami duga tidak serius memproses laporan kami,” tekannya. Arnold juga meminta Bupati KKT Petrus Fatlolon dapat mengevaluasi Kades Lelingluan atas persengkololan jahat dengan pejabat KPN KKT dan pengusaha kehutanan PT.K dengan maksud menebang kayu-kayu di hutan lindung atau hutan adat masyarakat Lelingluan.
“Sebagai kepala daerah kita berharap pak Bupati KKT (Petrus Fatlolon) dapat mengevaluasi Kades Lelingluan atas kelicikannya mendukung penerbitan ribuan SHMT bodong,” desaknya. Arnold mengancam jika laporan pihaknya tidak direspons petinggi kepolisian di Maluku, pihaknya akan mengadukan hal ini ke Presiden dan Kapolri di ibu kota negara. Tentu kami juga akan menggelar demonstrasi damai di mana-mana untuk menyuarakan aspirasi kami yang sengaja dikandaskan polisi,” paparnya. (RM-04/RM-03/RM-05)
Discussion about this post