Referensimaluku.id.Ambon-Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon akhirnya menuntut isteri ketua umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Maluku 2017-2021 demisioner, yakni Lucia Izaack dengan pidana penjara selama enam tahun, dan denda 300 juta.
Tuntutan pidana itu disampaikan langsung JPU Chrisman Sahetapy dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Ambon, Senin (31/1/2022).
Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim diketuai Ronny Felix Wuisan, JPU Sahetapy juga menuntut mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon ini membayar uang pengganti sebesar Rp. 3 miliar. Apabila, terdakwa Lucia tidak mengembalikan, maka akan digantikan pidana penjara selama dua tahun dan lima bulan penjara.
“Perbuatan terdakwa terbukti melanggar pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor,” urai JPU Sahetapy.
Menurut JPU, perbuatan terdakwa Lucia dalam jabatan selaku Kepala DLHP Kota Ambon sangat tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Namun, yang meringankan terdakwa Lucia baru pernah dihukum dan isteri Ketum KONI Maluku 2017-2021 ini mengakui perbuatannya.
Perbuatan terdakwa Lucia sesuai dakwaan Jaksa yakni , ikut terlibat dalam praktek dugaan penyalagunaan Anggaran BBM di Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) kota Ambon. Setelah mendengar tuntutan Jaksa, sidang ditunda hingga pekan depan dengan agenda pembelaan terdakwa.
Lucia dalam keterangannya sebelumnya mengaku menggunakan anggaran BBM di luar peruntukannya. Terdapat sejumlah kebijakan yang ia ambil dengan mengunakan anggaran BBM yang seharusnya digunakan untuk operasional pengangkutan sampah.
Dikutip dari RRI.Co.id, Selasa (1/2/2022) disebutkan sisa anggaran BBM yang dihambur- hamburkan mantan Kepala DLHP Kota Ambon itu untuk program Fiktif tersebut berasal dari selisih anggaran BBM kendaraan Amroll.
Seperti keterangan saksi Bendahara Pengeluaran Yenny Wattimena yang mengatakan terdakwa Lucia memerintahkannya untuk memanipulasi laporan pertanggungjawaban pembayaran BBM, item mobil armroll menggunakan tiga jalur, padahal rillnya hanya dua jalur. Namun, dibantah Lucia. Lucia berdalih saat itu bendahara pengeluaran memberitahukan untuk pembayaran Amroll tidak maksimal untuk dua jalur. Namun dirinya mengatakan untuk membayar dua jalur. Sementara selisih anggaran disimpan untuk mengatisipasi keterlambatan SP2D.
“Amrol diminta 3 jalur dibayar 2 jalur, ada selisih uang yang disimpan bendahara pengeluaran atas sepengetahuan saya, anggarannya disimpan dan diprioritaskan untuk panjar para supir manakala SP2D terlambat, dan memang setiap bulan SP2D kami baru keluar di atas tanggal 10, bahkan di Oktober sama sekali tidak keluar,” bantah Lucia.
Peryataan Lucia ini berbanding terbalik dengan fakta yang ada. Bukanya menyimpan selisih anggaran untuk mengantisipasi keterlambatan SP2D, Lucia justru mengeluarkan kebijakan hingga selisih anggaran yang tersimpan tersebut habis terpakai.
Salah satu kebijakan yang menjadi sorotan yakni pemberian Insentif atau reward kepada sejumlah pejabat di Dinas LHP dengan menggunakan Anggaran BBM. Padahal pemberian Insetif tidak masuk dalam pagu anggaran. Hal itu dilakukan atas inisiatif Lucia selaku Kepala DLHP Kota Ambon.
Anggaran yang digelontorkan untuk kegiatan fiktif ini terbilang cukup besar, lantaran jumlah insentif yang diberikan dibanrol dengan nilai Rp.2.5 Juta hingga Rp. 10 juta per orangnya.
Anehnya insentif tersebut juga diterima oleh Lucia Izack sendiri.
“Insentif ini merupakan penghargaan untuk para pekerja, kebijakan ini atas pembahasan antara Saya Sekretaris dan Bendahara karena tidak dianggarkan. Anggaranya diambil dari anggaran BBM dengan jumlah beragam. Saya, Sekretaris dan PPK terima 10 juta, Kasubbag Persampahan, Bendahara Pengeluaran terima 5 juta dan bendahara pendamping menerima Rp.2.5 juta,”jelas Lucia menjawab pertanyaan JPU saat itu.
Tak hanya ditahun 2019, Lucia juga mengakui bahwa pemberian insentif juga dilakukan ditahun 2020 dengan menggunakan sisa dari anggaran BBM, padahal dirinya mengetahui bahwa sisa anggaran tersebut harusnya dikembalikan ke kas.
Keterangan Lucia ini sempat menimbulkan pertanyaan baru JPU, dikarenakan fakta persidangan, pemeriksaan sejumlah saksi yang sebelumnya dimintai keterangan bertolak belakang dengan keterangan Lucia.
Sekretaris dinas Alfredo Lekamahua misalnya, dalam persidangan sebelumnya dia mengaku hanya menerima Rp.5 juta dari Insentif, sementara PPK Mauritz malah mengaku tidak menerima sama sekali. Tak hanya dua pejabat DLHP ini, nama nama yang disebutkan Kadis sebagai penerima Insentif juga membantah menerima uang sesuai jumlah yang dikatakan. (RM-02/RM-04/RM-06/RM-08/RM-03)
Discussion about this post