REFMAL.ID, Ambon – Dua pejabat birokrasi dan satu mantan pejabat di Pemerintah Provinsi Maluku di zaman Gubernur Murad Ismail akhirnya dilaporkan kuasa hukum ahli waris Josfince Pirsouw, Jonri Pirsouw, pemilik Dusun adat Urik di Negeri Piru, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku, seluas lebih kurang 1.000 hektare berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsdezaak) ke Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Daerah Maluku atas sangkaan menggunakan Surat Palsu.
Ketiga pejabat dan mantan pejabat yang diadukan ke Ditreskrimum Polda Maluku, antara lain DR. Ilham Tauda, SP.,M.Si, selaku Kepala Dinas Pertanian Provinsi Maluku, Drs.Zulkifli Anwar, Ak.,M.Si, selaku Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku dan Ir. Lutfi Rumbia, MT, selaku mantan Kepala BPKAD Provinsi Maluku di Tahun 2022.
Laporan pengaduan itu tertuang dalam Surat Nomor: 03/LO.RZS/Lpd/IV/2025 tertanggal 21 April 2025 yang ditandatangani kuasa hukum Jonri Pirsouw, Rony Samloy, S.H.,dan Julians Jack Wenno, S.H.
Kronologis di balik penyampaian Laporan Pengaduan ini, disebutkan, antara lain Pengadu adalah salah satu ahli waris dari almarhumah Josfince Pirsouw yang merupakan pemilik yang sah atas tanah Dusun Urik di Negeri Piru, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku, seluas lebih kurang 1000 Ha (seribu hectare) berdasarkan Putusan Hila 1872 yang memutuskan Dusun Urik adalah Kepunyaan Mesak Pirsouw (Moyang dari Pelapor/Pengadu), Putusan Hatusua 1895,yang menyatakan bahwa Ruben Pirsouw (Oyang Pengadu/Pelapor) adalah anak sah dari Mesak Pirsouw. Penunjukkan dan Pengangkatan Cores Pirsouw (Kakek dari Pelapor/Pengadu) anak Dari Ruben Pirsouw sebagai Kepala Dati Tahun 1905, dan Putusan Pengadilan Negeri Masohi Nomor: 23/Pdt.G/2018/PN.Msh juncto Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor: 58/PDT/2019/PT.AMB yang telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewisjdezaak) yang kini masuk tahapan pelaksanaan sita eksekusi melalui perantaraan Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu di Piru (vide bukti putusan perkara-perkara a quo terlampir);
Pada poin ke-4 amar deklaratoir Putusan PN Masohi No.23/Pdt.G/2018/PN.Msh juncto (jo). Putusan Pengadilan Tinggi Ambon No. 58/PDT/2019/PT.AMB disebutkan:’’Menyatakan Penggugat (Josfince Pirsouw in casu ibu kandung dari Pelapor/Pengadu) dan ahli waris lainnya adalah pemilik sah dari Dusun Urik/Teha’’.
Bahwa berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap di atas, Pelapor/Pengadu telah memperoleh penetapan tentang eksekusi Nomor: 01/Pen.Pdt.Eks/2022/PN.Msh Tanggal 06 Mei 2024 berdasarkan Permohonan Eksekusi tanggal 30 Maret 2021 yang diajukan Kuasa Hukum (almarhumah) Josfince Pirsouw atau ibu kandung dari Pelapor/Pengadu dalam laporan in casu.
Bahwa sekalipun Pelapor/Pengadu telah mengantongi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, akan tetapi diduga ketiga Terlapor/Teradu tetap bersikeras tidak mau tunduk dan/atau pura-pura tidak mau tunduk pada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang telah mempertegas kedudukan hukum (legal standing) Pelapor/Pengadu dengan hanya bersandar pada ’’SURAT PENJUALAN TAHUN 1954’’ yang jika diidentifikasi banyak mengandung unsur kepalsuan atau patut diduga palsu. Pertama, logo dan cap segel tidak sesuai waktu penerbitan di mana di sebelah kiri atas Surat Penjualan Tahun 1954 tertera logo dan cap tahun 1953 dengan gambar Pohon Sagu bertuliskan Segel Van Indonesia Rp. 3 1953, padahal di tahun 1954 telah ada materai 30 sen dengan gambar burung garuda. Kepalsuan kedua, mengenai penggunaan banyak ejaan dalam Surat Penjualan Tahun 1954. Artinya, Jika menelisik sejarah penggunaan ejaan tahun 1954, maka ejaan yang digunakan adalah Ejaan Pembaharuan (1954-1961) dengan ciri-ciri satu fonem dengan satu huruf, akan tetapi di dalam Surat Penjualan Tahun 1954 ternyata menggunakan banyak ejaan, seperti Ejaan Van Ophuijsen (1901-1947) yang punya ciri-ciri utama seperti penggunaan ‘’dj’’ untuk bunyi ’’j’’, ’’oe’’ untuk ’’u’’, ‘’’tj’’ untuk ’’c’’ dan ’j’’ untuk ‘’’y’’. Di dalam surat penjualan tahun 1954 a quo juga mengandung tulisan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) Tahun 1947-1954, dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) Tahun 1972 hingga sekarang. Kepalsuan ketiga, Sangat Bertolak Belakang (Kontraproduktif) antara waktu terbitnya Surat dan terbentuknya Kabupaten Maluku Tengah. Di dalam Surat Penjualan Tahun 1954 a quo tertera kalimat:’’……….telah mendjual langsung kepada Djawatan Pertanian Rakyat Daerah Maluku Tengah di Piru,……..sebidang tanah….dst’’. Jika ditelusuri ternyata Kabupaten Maluku Tengah baru terbentuk pada 17 Juli 1958 berdasarkan Undang-Undang Nomor 60 Tahun 1958. Artinya, Surat Penjualan Tahun 1954 lebih dulu hadir selama 4 (empat) tahun sebelum Kabupaten Maluku Tengah terbentuk tahun 1958. Lantas kepada siapa penjual menyerahkan tanah dimaksud ke Djawatan Pertanian Daerah Maluku Tengah di Piru. Sangat tidak masuk akal. Kepalsuan keempat, Surat Penjualan Tahun 1954 Menyalahi Hukum Perjanjian Khususnya ’’Azas Pacta Sunt Servanda’’. Sejatinya, di dalam Hukum Perdata dikenal ’’azas Pacta Sunt Servanda’’, yakni janji harus ditepati. Bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh 2 (dua) pihak harus dihormati dan dilaksanakan sesuai kesepakatannya dengan itikad baik. Jika merujuk pada Pasal 1338 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) ditegaskan ’’ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya’’. Mereka di sini maksudnya kedua belah pihak. Anehnya, dalam Surat Penjualan Tahun 1954 a quo yang menandatangani hanya 1 (satu) pihak, yakni Gerson Pirsouw. Kepalsuan kelima, Terdapat enam cap/Logo yang berbeda waktu penerbitan. Kejanggalan lain dalam Surat Penjualan Tahun 1954 adalah terdapat 6 (enam) cap/stempel yang berbeda-beda, sehingga membingungkan siapapun yang pernah melihat maupun membaba surat yang diduga asli tapi palsu tersebut, dan kepalsuan terakhir mengenai tidak jelas batas-batas objek tanah yang dijual. Sebuah surat penyerahan hak atas tanah sudah tentu memuat dengan jelas dan tepat batas-batas tanah yang akan diserahkan atau akan diperjual-belikan.
Namun, dalam Surat Penjualan Tahun 1954 tidak diketahui dengan jelas titik-titik dari batas-batas tanah yang dilepaskan Gerson Pirsouw sebagai penjual.
Bahwa sekalipun Surat Penjualan Tahun 1954 isinya banyak mengandung unsur rekayasa dan manipulative sehingga layak dikategorikan SURAT PALSU, namun ketiga Terlapor/Teradu dengan arogannya dan sewenang-wenang menguasai tanah seluas lebih kurang 8 Ha (delapan hectare) masih di dalam DUSUN URIK milik Pelapor/Pengadu yang telah dilegitimasi berdasarkan putusan-putusan terdahulu di zaman Pemerintahan Hindia Belanda hingga pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsdezaak).
Bahwa diduga atas pemufakatan jahat antara ketiga Terlapor/Teradu, menyebabkan tanah milik Pelapor/Pengadu seluas lebih kurang 8 Ha (delapan hektare) yang dikuasai secara melawan hukum atau dirampok itu dimasukan sebagai Aset Negara dan diberikan Kode Aset Nomor: 01.01.11.04.001 dengan Nomor Register 0008 dengan Kartu Inventaris Barang (KIB) A di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku tanpa adanya pengukuran secara kadasteral dari petugas atau tim Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Maluku..
Kerugian Materil dan Imateril
Bahwa akibat dugaan adanya pemufakatan jahat antara ketiga Terlapor/Teradu menyebabkan Pelapor/Pengadu mengalami kerugian material sekitar Rp. 3.000.000.000,00 (Tiga Milyar Rupiah). Bahwa tak hanya mengalami kerugian materil, sebab Pelapor/Pengadu juga mengalami kerugian immaterial karena akibat beredarnya fotokopi Surat Penjualan Tahun 1954 di tengah masyarakat menyebabkan masyarakat Piru dan sekitarnya bingung dan tidak mempercayai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjdezaak) yang telah memberikan kekuatan hukum bagi Pelapor/Pengadu untuk bertindak menjual, mengalihkan, menghibahkan atau menuntut ganti rugi dan ganti untung dari Pemerintah Provinsi Maluku maupun Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat.
’’Bahwa demi kelancaran penyelidikan perkara yang dilaporkan/diadukan ini, maka izinkanlah kami selaku Tim Kuasa Hukum Pelapor/Pengadu memohon agar penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Maluku dapat melakukan penyitaan terhadap Surat Penjualan Tahun 1954 untuk diuji di Laboratorium Forensik Mabes Polri di Makassar, Sulawesi Selatan,’’ tandas Koordinator Kuasa Hukum Jonry Pirsouw, Rony Samloy, S.H kepada Referensimaluku.id di Ambon, Kamis (24/4).
Komisi I DPRD Maluku Kurang Berkualitas
Di bagian lain, Kuasa Hukum Jonri Pirsouw, Rony Samloy, S.H. menilai mayoritas anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku tidak paham hukum soal putusan pengadilan maupun mekanisme hukum acara sehingga bingung mengeluarkan rekomendasi. ’’Seharusnya pada saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPRD Provinsi Maluku, baik pimpinan maupun anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku mengikuti permintaan Ibu Vivian Haumahu agar Dinas Pertanian Maluku dapat menunjukkan Surat Penjualan Tahun 1954 yang Asli. Selain itu, seharusnya ada konfrontir tapi menurut Ketua Komisi Solihin Buton pihaknya takut terjadi keributan di ruang komisi. Mungkin efek dari mayoritas anggota Komisi I bukan berlatar sarjana hukum terutama para mantan praktisi hukum,’’ ungkap Samloy.
Yang herannya, ada oknum anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku yang menyebut tanah adat Dusun Urik tergolong ’Eigendom Verponding’ atau hak milik Barat, sehingga perlu didaftarkan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Agraria atau UUPA. ’’Pernyataan anggota dewan yang menyebut Dusun Urik milik klien kami masuk kategori eigendom verponding adalah pernyataan asal bunyi. Kalau anggota dewan saja sudah asal bunyi seperti itu kepada siapa lagi rakyat percaya,’’ tegas samloy.
Juga mengenai ’’on the spot’’ yang dilakukan Komisi I DPRD Maluku di Piru, Rabu (23/4) kemarin, sesal Samloy, tidak berhasil karena pihak pengadilan tidak diundang untuk sama-sama melihat langsung penunjukkan batas-batas. ’’bahkan pada saat on the spot pejabat Dari dinas pertanian Mengatakan bahwa kompi Brimob itu pemberian dari dinas Pertanian padahal kompi brimob itu yg membuat Surat pelepasan Hak Dati Mantan Raja Piru Mikael Kukupessy atas Desakan Dari Mantan Bupati SBB Jakobus Putileihalat.Boleh jadi komisi I bukan tampil sebagai pembela kepentingan rakyat, tapi pembela kepentingan penguasa yang lalim. Jangan jadi pengkhianat rakyat lah kalua kalian benar-benar wakil rakyat,’’ kecam Samloy. (RM-02)
Discussion about this post