REFMAL.ID, Ambon – Wakil Gubernur Maluku Abdullah Vanath memdesak Aparat Penegak Hukum (APH) baik Kepolisian Daerah Maluku maupun Kejaksaan Tinggi setempat untuk memperoses proyek-proyek bermasalah yang sejauh ini menjadi lahan pancuri kepeng negara oleh oknum-oknum pejabat di Rezim lima tahun sebelumnya.
Salah satu proyek bermasalah dan anggarannya telah “dirampok” pihak-pihak tidak bertanggung jawab adalah Proyek Pembangunan Gedung E yang merupakan ruang bedah sentral/operasi ICU dan ICCU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Melkianus Haulussy, Kudamati, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Maluku, yang diduga mangkrak sejak dibangun 2021 lalu.
Mangkraknya proyek yang menelan anggaran hampir Rp50 miliar atau Rp 49,6 miliar itu terungkap saat Gubernru Maluku Hendrik Lewerissa turun langsung melaksanakan Inspeksi Mendadak (Sidak) ke RSUD dr Haulussy, Kudamati, Ambon, Senin (24/3/25).
Di sana orang nomor satu Maluku ini fokus pada gedung E yang telah dibangun sejak 2021 lalu, namun belum bisa digunakan karena belum rampung dikerjakan.
Anggaran fantastis tersebut, ternyata tidak sebanding dengan kondisi gedung yang dindingnya sudah retak. Di lantai II gedung itu belum terpasang keramik dan hanya dilapisi karpet tipis warna biru. Kondisi plafon juga seperti sudah dimakan rayap, sedangkan banyak material masih berserakan di sejumlah ruangan.
Wagub AV mengatakan, penegakan hukum di pemerintahan harus berjalan otomatis, sehingga, jika ada pemeriksaan baik itu dari Inspektorat maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan ada masalah, atau ada laporan dari masyarakat tentu menjadi kewenangan APH untuk bertindak demi supremasi hukum.
Untuk di RSUD Haulussy Ambon, lanjut Wagub AV, pihaknya belum mengetahui masalahnya lebih pasti. Namun, pernyataan Gubernur Maluku HL sangatlah tegas dan itu pasti.
“Bagini logikanya, kami kan dilantik tanggal 20 februari (20 Februari 2025). Kejadian itu kan saat kami belum dilantik. Masa orang lain punya dosa kita yang tanggung. Itu kan tidak mungkin. Jadi kami persilahkan saja APH mengusut,” tegas AV kepada wartawan di Ambon, Rabu (26/3/2025).
“Kami sendiri punya pemerintahan. Kalau kami punya OPD buat kesalahan, ya silahkan saja. Apalagi orang lain yang punya pemerintahan kita harus tanggung dosanya. Jadi, silahkan,” tutup AV.
Haulussy-Kudamati Ambon, pada Senin (24/3/25).
Sebelumnya Gubernur HL mengecek pelayanan, kebersihan serta kondisi sarana prasarana (Sarpras) pada setiap ruangan, ditemani Pelaksana tugas Direktur RSUD Haulussy, dr Vitha Nikijuluw dan jajaran manajemen.
Gudang penyimpanan obat-obatan, ruang instalasi radiologi, ruang rekam medis, unit gawat darurat (UGD) hingga ruang intern laki-laki juga tak luput disidak HL.
Namun, HL fokus pada gedung E yang telah dibangun sejak 2021 lalu, namun belum bisa digunakan karena rampung dikerjakan.
Gubernur HL melihat secara seksama tampilan luar hingga dalam gedung E dua lantai tersebut, yang pengerjaannya menelan anggaran hampir Rp 50 Miliar atau Rp 49,6 Miliar.
Anggaran yang jumbo, ternyata tidak sebanding dengan kondisi gedung yang dindingnya sudah retak, dan lantai II yang belum terpasang keramik, hanya dilapisi karpet tipis warna biru. Kondisi plafon juga seperti sudah dimakan rayap, dan material yang masih berserakan di sejumlah ruangan.
“Nanti kita lihat bagaimana tindaklanjutnya,” kata Lewerissa singkat, menyikapi kondisi gedung tersebut. Nikijuluw menjelaskan, awalnya gedung E diusulkan untuk renovasi ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) dengan pagu 45 Miliar di tahun 2021. Lantai bawah adalah ruangan ICU dan ruangan ICCU.
Namun Gubernur Maluku saat itu Murad Ismail menginginkan bangun gedung baru.
“Bapak Murad Ismail tidak mau kegiatan hanya rehab saja, tapi ingin bangun baru dengan anggaran sebesar itu,” jelasnya.
Pembangunan gedung dua lantai tersebut baru berjalan di November 2021, dikerjakan oleh PT Dwipa Bhirawa Lestari dengan KPA, Dirut RSUD Haulussy saat itu , dr Tini Pawa, dan PPK Linley Pattinama dari Dinas PUPR Maluku.
Sayangnya, pekerjaan hanya mencapai 75 persen untuk ruangan ICU dan ICCU, sehingga belum bisa difungsikan.
Anggaran yang dibayarkan ke PT Dwipa adalah senilai Rp 31 Miliar dari 45 Miliar.
“SILPA atau sisa lebih penggunaan anggaran senilai 13 Miliar dianggarkan lagi di tahun 2022,” ungkap Nikijuluw.
Pekerjaan lanjutan kata Nikijuluw, berlangsung pada Oktober 2022, oleh CV Cecilia Mandiri, dengan PPK Linley Pattinama dari Dinas PUPR Maluku, dan KPA, Dirut RSUD saat itu, Zulkarnaini, berupa finishing lantai bawah dan penyelesaian lantai 2 yang diperuntukkan untuk ruangan operasi dengan lima kamar OK dan menggunakan lift.
Namun proyek tersebut lagi-lagi tak rampung dikerjakan, hanya satu kamar OK lengkap dengan Mot.
Akhir Desember 2022, keluar lagi dokumen kontrak pada DPA perubahan, yaitu penambahan dana sebesar Rp 10 Miliar, dengan nilai pada dokumen kontrak Rp 9,850 Miliar dan nomor 028/2210/XXII/2022 tertanggal 8 Desember 2022, untuk penyelesaian ruangan OK.
“Jadi ada dua kontrak yang ditandatangani terkait pembangunan lanjutan kamar operasi yang bersumber dari sisa DAK Rp 13 Miliar dan DAU murni sebesar 9,8 Miliar. Alasannya karena tidak cukup anggaran,” beber Nikijuluw.
Ternyata lanjut Nikijuluw, kontrak Rp 9,8 miliar dibatalkan oleh Inspektorat dengan alasan dalam satu tahun tidak boleh ada dua mata anggaran untuk kegiatan yang sama. Namun ternyata pekerjaan yang dilakukan dengan PAGU Rp 9,8 Miliar telah terpakai sebanyak Rp 3,3 Miliar.
Menariknya, dana Rp 3,3 Miliar tidak diberikan kepada pihak ketiga yang telah melaksanakan pekerjaannya, dengan alasan kas daetah dalam keadaan kosong.
Saat itu KPA yang menandatangani kontrak Rp 9,8 miliar adalah dr. Nazaruddin.
Hal ini diperkuat dengan hasil hasil pemeriksaan BPK , ditemukan pekerjaan kontrak 13 Miliar, CV Cecilia Mandiri baru menerima bayaran Rp 280 juta dari Rp 1,8 Miliar, sehingga hutang daerah kepada perusahan tersebut sebesar Rp 3,3 miliar tidak dapat dibayarkan, dan tidak dibuatkan sebagai hutang. Bukan hanya itu, BPK juga tidak melakukan pemeriksaan lanjut atas hutang tersebut.
“CV Cecilia Mandiri sendiri telah menagih hutang mereka kepada pemerintah daerah sebesar 3,3 Miliar. Di tahun itu pula sebetulnya ruangan ICU dan ICCU sudah dapat difungsikan namun sampai saat ini belum dipakai,” ungkap Nikijuluw.
Kemudian pada tahun 2024, keluar pada DPA kegiatan lanjutan pembangunan bangunan kamar operasi yang bersumber pada Earmark sebesar 10 Miliar. Dengan nilai kontrak fisik Rp 9.072.587.000 dan nomor kontrak 01-101/SP/FSK/APBD/RSUD/X/2024 tertanggal 02 Oktober 2024.
Penyedia/kontraktor ialah CV Kezia Barokah, dengan PPK Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Maluku, Nur Mardas. Sedangkan KPA adalah dr Novita Nikijuluw, Direktur RSUD Haulussy saat ini.
Kontrak ditandatangani bulan Oktober, dan berakhirnya pada 31 Oktober 2024. Pekerjaan yang baru dibayarkan adalah Rp 5,4 Miliar dan sisa Rp 3,6 Miliar yang sudah diakui sebagai hutang daerah. Sisa hutang tidak bisa dibayarkan dengan alasan kas daerah kosong.
“Tetapi bangunan ini (gedung E) khususnya lantai 2 masih juga belum digunakan karena sistem gas medik tidak berfungsi. Pada pembangunan ini juga, ketika sangat tidak memperhatikan kegiatan tersebut. Bahkan sistem gas medik dihilangkan dari kontrak awal yang tertuang dalam dokumen adendum 01,” urainya. (RM-02)
Discussion about this post