REFMAL.ID, Ambon – Laporan pengaduan Giovano Pascal Tanihaha (GPT) tentang dugaan “makan pancuri” alias penggelapan Rp 100 Juta uang pembangunan gedung Gereja di wilayah petuanan Negeri Urimessing sejak 26 April 2024 hingga kini masih berkutat pada pemeriksaan saksi-saksi.
Setelah pelapor GPT, Pendeta Glen Teterissa, S.Th dan Ketua Saniri Negeri Urimessing Dr. Richard Marsilio Waas, S.H., M.H.,dimintai keterangan sebagai pelapor dan saksi-saksi, penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Maluku beberapa kali terkendala dengan pemeriksaan dua terduga/terlapor masing-masing Yohanis alias Buke Tisera dan puterinya Hilda Tisera.
Beberapa kali Buke Tisera dipanggil untuk memberikan keterangan di depan penyidik, namun Kepala Pemerintah Negeri (KPN) atau Raja Urimessing itu berhalangan karena sakit. Beberapa bulan kemudian Buke Tisera dinyatakan meninggal dunia ketika perkara yang dilaporkan GPT masih dalam penyelidikan.

Sasaran pengaduan kini mengarah ke teradu atau terlapor kedua, yakni Hilda Tisera yang merupakan putri kandung mendiang Buke Tisera. Hilda dilaporkan ikut menerima penyerahan uang dalam tiga kali penyerahan oleh GPT dengan total Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Setelah pelunasan uang sebanyak itu, saat GPT dan pihak gereja ingin membangun fondasi tetiba datang komplain dari Evans Reynold Alfons (ERA) dan Andreas Wattimena yang sama-sama mengklaim tanah yang akan dibangun gereja masuk dalam hak milik mereka yakni Dati Alienon.
ERA mengklaim dirinya salah satu Ahli Waris Jozias Alfons yang sejak 1913 telah memiliki 20 potong bekas tanah dati/dati lenyap yang diserahkan Pemerintah Negeri Urimessing di atas Batu Teong Negeri setempat. Pengakuan akan kepemilikan Jozias Alfons dipertegas dalam Kutipan Register Dati 24 April 1923 yang menyatakan 20 potong Dusun Dati termasuk Dati Alienon bekas dati lenyap yang pernah dikepalai Estefanus Watemena adalah milik Jozias Alfons dan keturunannya.
Pihak Wattimena melalui Andreas Wattimena pun mengajukan keberatan ke GPT dan pihak gereja. Mereka berdalih lokasi di mana akan dibangun gereja masuk dalam hak keturunan Estefanus Wattimena. Terkait hal ini, Kepala Unit Subdit 2 Ditreskrimum Polda Maluku AKP Frenly F Pattinasarany, S.H.,M H., dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang disampaikan ke GPT menjelaskan penyidik telah meminta keterangan Evans Reynold Alfons pada 19 November 2024, sedangkan Andreas Wattimena belum dapat dimintai keterangannya karena tak diketahui tempat tinggal yang bersangkutan.
Dari data yang diterima menyebutkan Andreas Wattimena beralamat tinggal di Farmasi atas, Jalan baru karang Tagepe, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon. Andreas Wattimena memiliki nomor telepon : 0852 4320 2290. Yang bersangkutan bekerja sebagai Guru SD Negeri 29 Karpan Ambon. (RM-03)
Discussion about this post