REFMALID,-Ambon – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku diminta untuk kembali panggil dan memeriksa mantan Ketua KPU Kota Ambon, Nus Kainama dan mantan Kepala RSUD Haulussy Ambon, dr. Ritha Tahitu terkait kasus korupsi anggaran Medical Checkup (MCU) calon kepala Daerah Tahun 2016-2020 di RSUD Haulussy.
Keduanya patut dimintai pertanggung jawaban hukum atas kasus yang merugikan keuangan negara tersebut.
“Bicara tentang korupsi kita bicara tentang undang-undang, itu berarti bahwa orang yang punya legitimasi untuk bertindak. Nah, siapa yang bertindak? Yaitu, Kainama (mantan ketua KPU) dan dr. Ritha selaku kepala rumah sakit saat itu,”ungkap Fileo Pistos Noija kepada wartawan di Ambon, Rabu (5/2/2025).
Noija menjelaskan, sesuai dengan fakta perkara tersebut, Jaksa hanya menyeret kliennya, dr. Hendrita Tuankotta sampai ke Pengadilan, dan dihukum terbukti.
Sementara dr. Ritha Tahitu selaku mantan Kepala RSUD Haulussy Ambon tidak dijerat. Padahal, posisi kliennya hanya sebatas menawarkan jasa. Sementara, RSUD dan KPU yang menyetujui anggaran.
“Misalnya kepala kantor yang dalam perkara ini sebetulnya bukan saja kepala kantor, tapi kepala KPU, karena uang tersebut miliknya, lalu MCU ini, dilakukan oleh ketua IDI, namun IDI bukan lembaga Pemerintah dan tidak punya legitimasi untuk menentukan hal itu,” ujarnya.
“Bagi saya, dan bagi semua orang yang belajar hukum dan mempunyai pemahaman yang sama yakni mengetahui bahwa posisi ketua IDI hanya menawarkan, ketika tawaran itu diakui oleh pemilik anggaran, kemudian ada terjadi kesalahan, maka pemilik anggaran itu harus juga di angkat sebagai tersangka,” tegas
menambahkan.
Menurut pengacara senior ini, yang menentukan nilai anggaran adalah RSUD Haulussy Ambon dan KPU. Sedangkan IDI, kata dia, hanya menawarkan anggaran, karena proses pencairan anggaran adalah pihak KPU dan pihak RSU.
IDI hanya di manfaatkan oleh KPU untuk proses penawaran, sementara uang dari pencairan itu, milik KPU dari hasil kerjasama dengan RSUD Haulussy Ambon yang saat itu dipimpin dr. Ritha Tahitu.
“Kliennya saya selaku ketua IDI dijadikan tersangka, maka itu tidak tepat. Sebab, yang harusnya menjadi tersangka adalah pihak KPU dan RSU, karena kedua pihak itu yang telah menentukan besarnya anggaran tersebut,”
Mirisnya, setelah selesai proses pencairan anggaran, IDI dituduh sebagai pihak yang mengelola anggaran tersebut, padahal IDI hanya sebagai pihak penawaran anggaran. Kenapa IDI dituduh, karena persetujuan itu diakukan oleh KPU dan RSU.
Sebagai kuasa hukum dari dr, Toankotta, dirinya sangat menyesal terhadap Kejati Maluku atas kasus tersebut, sebab kedua pihak ini (RSU dan KPU) baru diangkat dan baru dibuka kembali.
“Saya sebagai kuasa hukumnya, sangat menyesali pihak Kejati, kenapa baru dibuka kembali, kenapa tidak dibuka sejak awal,”kesalnya.
Menurutnya, pengembangan perkara ini, Jaksa penyidik harus jeli dan harus melihat apa peranan KPU dan peranan RSU, apakah mereka bisa ditetapkan tersangka.
“Sebagai pemahaman hukum, bagi saya jaksa penyidik sangat keliru menetapkan ketua IDI sebagai tersangka tunggal dalam kasus ini, merujuk pada pasal 2 dimana pasal ini khusus ASN, sementara untuk pasal 3 berlaku untuk orang yang bukan ASN yang diberikan tanggungjawab, kenapa tidak menetapkan dr, Toankotta sebagai orang yang perbuatannya memenuhi unsur pasal 3, tapi ditetapkan atau diputuskan di pasal 2,”jelasnya.
“Olehnya itu, saya minta Jaksa tetapkan dr. Ritha Tahitu dan Kainama (Nus Kainama) sebagai tersangka,”tandasnya. (RM-04)
Discussion about this post