REFMALID (BURU)Komisioner KPU dan Bawaslu Kabupaten Buru, diduga melakukan pelanggaran kode etik Pemilu.
Hal ini diketahui karena banyak pelanggaran yang terjadi di lapangan saat proses pencoblosan Pilkada serentak 27 November 2024 di Kabupaten Buru, namun terkesan KPU dan Bawaslu tidak menyikapi sebagaimana yang diamatkan dalam UU Pemilu.
Buntut dari hal tersebut, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Buru No. Urut 1 Muhammad Daniel Riegan dan Dr. Harjo Udanto Abu Kasim (MANDAT) mengadukan hal ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Republik Indonesia.
Laporan secara resmi telah dimasukan ke DKPP sejak Rabu, (18/12), dan dibawa langsung
Tim Hukum Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Buru No. Urut 1, masing-masing, H. Adam Hadiba,Dkk, dari Kantor Advokat / Pengacara / Penasehat Hukum & Konsultan Hukum Hi. ADAM Hadiba, SH., MH., dan Partners.
Dalam laporan itu, pihak teradu masing-masing, Komisioner KPU Kabupaten Buru, Walid Azis, Faisal Amin Mamulaty, Masri Kaimudin, M. Qosali At Thabrany dan Saiful Kabau, serta Teradu Komisioner Bawaslu Kabupaten Buru yakni, Fatih Haris Bin Thalib, Epsus Kilong Tomhisa dan Taufik Fanolong.
“Lembaga Tempat Pengaduan terhadap Komisioner KPU Kabupaten Buru dan Koimisioner Bawaslu Kabupaten Buru ini dilakukan pada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan memeriksan dan memutus pelanggaran etik yang dilakukan oleh Penyelenggara Pemilu sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 22 Peraturan DKPP No. 1 Tahun 2022 tentang Perubahan III Peraturan DKPP No. 3 Tahun 2017,” ungkap ketua tim hukum pasangan calon nomor urut I, Hj Adam Hadiba, kepada media ini melalui rilisnya, Rabu, (18/12).
Kata Hadiba, dari fakta yang ditemui di lapangan, diduga KPU kabupaten Buru melakukan pembiaran terhadap peserta pemilih menggunakan Surat Keterangan, padahal hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016.
Tidak hanya itu, lanjut Hadiba, Ketua KPU Walid Azis diduga telah melakukan pencoblosan pada 2 (dua) TPS yang berbeda pada hari yang sama yaitu pada TPS 21 dan TPS 19 di Desa Namlea Kecamatan Namlea. Hal ini juga bertentangan dengan asas Penyelenggaraan Pemilihan umum sebagaimana Pasal 2 UU No. 1 Tahun 2015 yaitu demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
“Alasan lainnya, tidak dilaksanakannya Rekomendasi Panwas Kecamatan Waelata untuk melakukan PSU pada TPS 02 Desa Dewbowae Kecamatan Wailata demikian juga KPU Kabupaten Buru juga tidak melanjutkan Rekomendasi Panwaslu di TPS 08 dan TPS 20. Hal ini sangat bertentangan dengan ketentuan Pasal 33 huruf g UU No. 10 Tahun 2016. Dan berdasarkan ketentuan Pasal 10 huruf b1 UU No. 10 Tahun 2010 yang mengatur bahwa KPU berkewajiban untuk menjalankan rekomendasi Bawaslu,” beber dia.
Selain itu, lanjut Hadiba, Ketua KPU Kabupaten Buru (Teradu 1) telah melakukan pelantikan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) sebagaimana Surat Keputusan Ketua KPU Kabupaten Buru No. 41 / SDM.12.1/ 8104 / 2024, padahal berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan KPU No. 8 tahun 2022 Pantarlih dibentuk oleh PPS.
Sementara yang dilakukan Oleh Komisioner Bawaslu Kabupaten Buru, kata Hadiba, yakni, adanya pembiaran oleh KPU Kabupaten Buru dan penyelenggara pemilihan di lapangan terhadap pemilih yang hanya menggunakan Surat Keterangan, padahal hal ini sangat bertentangan sebagaimana diatur dengan ketentuan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 10 Tahun 2016.
“Bawaslu Buru juga tidak profesional dalam menindaklanjuti laporan Tim Mandat terkait adanya pencoblosan pada 2 (dua) TPS 19 dan 21 di Desa Namlea Kecamatan Namlea oleh Ketua KPU Kabupaten Buru, hal ini lebih disebabkan karena Bawaslu Kabupaten Buru terlambat menindaklanjuti laporan tersebut dan menyatakan bahwa permasalahan tersebut adalah permasalahan etik. Hal ini sesungguhnya bentuk pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 9 ayat (1), Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1), Pasal 14 (1) dan Pasal 26 ayat (1) dan (2) Peraturan Bawaslu No. 9 tahun 2024,” tegasnya.
Bahwa, kata dia, Bawaslu Kabupaten Buru tidak pernah melakukan tindakan apapun terhadap KPU Kabupaten Buru karena tidak menjalankan Rekomendasi oleh Panwas Kecamatan Waelata. Tindakan Bawaslu ini sesungguhnya bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 huruf d UU No. 10 Tahun 2016. Pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) sebagaimana Surat Keputusan Ketua KPU Kabupaten Buru No. 41 / SDM.12.1/ 8104 / 2024, padahal berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan KPU No. 8 tahun 2022 Pantarlih dibentuk oleh PPS. Hal ini merupakan bentuk tindakan melampaui wewenang oleh KPU Kabupaten Buru.
” Dengan tidak ada tindakan apapun dari Bawaslu maka tindakan Bawaslu ini sesungguhnya bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 huruf a angka 1 UU No. 10 tahun 2016. Dengan Adanya Pengaduan ini Kami Berhadap Agar, DKPP yang memeriksan dan mengadili pengaduan ini dapat memberikan putusan sesuai dengan pelanggaran yang dibuat oleh Komisioner KPU Kabupaten Buru maupun Komisioner Bawaslu Kabupaten Buru dengan mengedepankan asas keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sebagaimana tujuan dari hukum itu dibuat, serta adanya efek jera bagi para teradu untuk tidak bermain-main dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara Pemilukada, dalam hal ini Pemilukada Kabupaten Buru. Namun sebaliknya harus bertindak dengan mentaati asas dan ketentuan hukum yang berlaku,” pungkas Hadiba.(RM-06).
Discussion about this post