REFMAL.ID,Ambon – Agustinus Nicodemus Laimeheriwa (ANL), 48, warga Tiakur, Kecamatan Pulau Moa, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Maluku, merasa Kepolisian Resort (Polres) MBD bukan institusi yang profesional dan nyaman bagi para pencari keadilan termasuk dirinya. ANL berencana ke Kota Ambon meminta jasa advokat untuk mendampinginya melaporkan kasus perampasan hak asuh anak dan penghilangan asal-usul ke pejabat Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Maluku dan melaporkan penyidik Polres MBD ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam), Perwira Pembina Mental (Paminal) serta Inspektur Pengawasan Daerah Polda Maluku di Ambon atas dugaan “masuk angin” dan persekongkolan oknum penyidik Polres MBD dengan Terlapor, Welem “Jenggot” Lerrick (WJL).
Hal itu terpaksa dilakukan ANL lantaran dua kasus yang dilaporkannya dengan WJL sebagai Terlapor dua perkara a quo diduga “karam” di meja penyidik Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) Polres MBD. “Kasus yang saya laporkan dan sudah ada bukti laporannya sejak tahun 2021. Saya bolak-balik kantor Polres MBD hampir tiga tahun ini tanpa kepastian. Seakan-akan pelaku dan pak WJL dilindungi oleh oknum penyidik polisi,” kesal ANL kepada referensimaluku.id via telepon selular, Rabu (24/7/2024).
“Atas masalah ini, maka saya sudah hubungi pengacara di Ambon untuk bantu saya lapor dua kasus ini di Ditreskrimum Polda Maluku serta lapor penyidik Polres MBD di Bidang Propam, Paminal dan Itwasda Polda Maluku,”tegas ANL memberi peringatan dini. ANL terpaksa melaporkan mertuanya WJL ke Polres MBD karena diduga secara arogan dan sepihak merubah marga ketiga anak-anaknya masing-masing Rendy Laimeheriwa (RL), Norma Laimeheriwa (NL) dan Majesty Laimeheriwa (ML) dari dalam pernikahan sah di mata hukum ke marga Lerrick.
“Apakah Pak Wellem (WJL/Terlapor) ini kebal hukum di negara ini,” sindir ANL. ANL lantas menuturkan kronologis cerita sebenarnya mengapa dia melaporkan WJL ke Polres MBD.
“Memang benar anak pertama saya (RL) itu sudah bersekolah sampai kelas 3 SD baru saya dan isteri saya (Lussya Yulia Lerrick/LYL) menikah, tapi dulu semenjak almarhum istri saya (LYL) masih hidup dan saat itu anak pertama (RL) kami mau masuk sekolah itu saya sempat berkoordinasi dengan isteri saya (LYL) dan bapak dari isteri saya (mertua/WJL/Terlapor) sepakat untuk buat akte sementara karena kami belum menikah, sedangkan anak kami (RL) umurnya sudah harus masuk sekolah,” tutur ANL.
“Tujuan kami semata-mata untuk penyelamatan anak pertama kami masuk sekolah,tapi akte itu sifatnya sementara karena sewaktu-waktu bisa dirubah berdasarkan pernyataan dan bukti yang sah dari orangtua atau kami selaku suami istri,” imbuh ANL. “Saya dan (almarhumah) isteri saya (LYL) sepakat untuk penyelamatan itu terjadi, dan setelah kita mau menikah maka kesepakatan itu saya pertanyakan kembali ke almarhumah isteri saya (LYL) sewaktu masih hidup dan mertua saya (WJL/Terlapor) bahwa sekarang kita mau menikah, maka yang kita mau hak asal usul anak kita dirubah agar asal-usul anak yang tadinya bersifat sementara itu semua urusannya bisa sah di hadapan TUHAN dan pemerintah untuk dipertanggungjawabkan di kemudian hari. Maka permintaan saya disetujui isteri saya lalu kesepakatan itu dikabulkan untk dirubah, sehingga sewaktu kita mau melangsungkan pernikahan saya sampaikan ke bapak mantu saya/mertua saya (WJL/Terlapor) untuk membuktikan kesepakatan itu lewat penandatanganan akte nikah bahwa ketiga anak-anak darah daging saya dan istri saya dinyatakan masuk ke dalam marga Laimeheriwa. Pernikahan kita pun berjalan dengan aman dan damai hingga selesai,” ujar ANL.
“Memang benar tidak ada bukti pernyataan karena waktu itu (almarhumah) isteri saya (LYL) masih hidup. Jadi saya dan almarhumah isteri saya berpikir bahwa yang penting bukti kesepakatan itu ada tertera di dalam surat nikah yang menyatakan bahwa ketiga anak-anak kami itu tercantum dalam akte nikah yang menyatakan bahwa ketiga anak-anak kami itu sah memakai marga Laimeheriwa di dalam akte nikah, sehingga akhirnya dicantumkan ketiga anak-anak kami itu di atas foto nikah kami sebagai bukti yang sah untuk disahkan,” papar ANL.
“Kasus ini juga dulu pernah saya konsultasikan di pegawai Pengadilan Negeri Saumlaki dengan menyerahkan bukti-bukti yang sekarang masih ada di sana, namun penjelasan dari petugas PTSP Pengadilan Negeri Saumlaki bahwa saya harus laporkan kasus ini ke polisi.
Sampai sekarang saya tinggal buat laporan terus-menerus di Polres MBD tapi tak ada realisasi penanganan perkara saya sampai selesai. Saya duga mungkin oknum penyidik di Polres MBD sudah main kongkali-kong dengan Terlapor yang pandai bersilat lidah dan suka berbohong, sehingga laporan saya sudah 3 tahun seakan-akan jalan di tempat.Jujur ya, saya sangat kecewa dengan kinerja penyidik Polres MBD,” kesal ANL.
ANL mengungkapkan akibat ketidaklengkapan dan kesalahan administrasi menyebabkan ketiga anak-anaknya sulit mencari pekerjaan dan melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. “Anak saya yang sulung (RL) sudah tamat sekolah menengah atas pada 2 tahun lalu, dan sekarang dia ada malamar pekerjaan ke sana dan ke mari, tapi tak bisa lolos karena kesalahan kelengkapan administrasi yang tidak sesuai dengan marga saya, sehingga buat saya semakin bingung saja. Sebentar lagi anak saya yang nomor dua (NL) mau menyusul tamat SMA. Saya khawatir sama juga permasalahan ini dengan kakaknya (RL) kelak. Apakah saya sebagai orang tua kandung harus diamkan dan tinggalkan masalah ini terus berlarut-larut. Mau jadi apa kelak masa depan anak-anak saya ini. Di manakah keadilan di negeri ini. Apakah saya harus merelakan dan diamkan permasalahan ini terus menerus ataukah saya harus rela manyangkal ketiga anak-anak yang merupakan darah daging saya sendiri,” ungkap ANL lirih.
Kepala Satreskrim Polres MBD Inspektur Polisi Satu (Iptu) Boy Nanulaitta yang dihubungi referensimaluku.id, Rabu (24/7) siang via whatsapp menyatakan dirinya tengah berada di Kota Ambon untuk tugas kedinasan sehngga tak dapat memberikan keterangan lebih valid dan rinci. “Sebentar ya pak saya cek anggota dulu. Saya lagi di Ambon,” ringkas Nanulaitta.
Sementara itu penyidik Satreskrim Polres MBD Brigadir Polisi Victor Sampe yang menghubungi media siber ini mengakui jika dirinya penyidik di kasus-kasus yang dilaporkan ANL ke Polres setempat. “Iya benar. Saya penyidik di kasus-kasus yang dilaporkan ANL,” akui Sampe ke media siber ini. “Dia (ANL/Pelapor) dengan maituanya (isterinya/LYL) bikin kesepakatan sehabis nikah kembalikan ke (marga) Laimeheriwa, tapi tidak dikembalikan. Oleh karena itu kita harus perdatakan karena sudah ada akte kelahiran duluan atas persetujuan orangtua kandung,” kelit Sampe.
Sampe beralasan kasus ini masih di ranah hukum perdata sehingga pihaknya terpaksa menangguhkan penyelidikan kasus pidana yang dilaporkan ANL ke Polres MBD. “Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1956 dinyatakan, “Apabila dalam pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu”, sehingga dengan putusan itu saya bisa pakai untuk Laporan Polisi yang Agus (ANL) buat tentang perampasan hak Asuh anak. Baru yang dilaporkan saat itu adalah menghilangkan asal usul seseorang,” dalih Sampe. (RM-03/RM-05)
Discussion about this post