REFMAL.ID,Ambon- “Sandiwara busuk” pelaku penculikan anak orang, M.Maxi Romroman (MMR) alias Maxi dan isterinya perlahan-lahan mulai terungkap.
Ternyata pasangan suami-istri (pasutri) muda ini sepakat diam-diam ingin merubah identitas dan agama anak orang bernama Gus Yupetri Djara (GYD) alias Gus yang kini berusia 6 tahun. GYD alias Gus adalah anak angkat dari Yerianto Djara (YD) alias Yeri, warga Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), Maluku, yang diculik atau diambil diam-diam tanpa sepengetahuan dan/atau tanpa seizin ayahnya (YD alias Yeri) oleh MMR alias Maxi dan isterinya, sebut saja Wa Saena (bukan nama sebenarnya) lantas tinggal di seputaran Haruru, Kota Masohi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. MMR alias Maxi adalah anak laki-laki kandung dari Yoan Baker (YB) alias Yoan, 45, oknum guru salah satu sekolah dasar di Desa Lurang, Kabupaten MBD, Maluku, sebelum YB menikah dengan YD alias Yeri, ayah angkat GYD alias Gus. Saat menikah pada 2015 silam YB alias Yoan dan YD alias Yeri sepakat mengangkat GYD alias Gus sebagai anak mereka. Ibu biologis dari GYD alias Gus diinformasikan berada di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Seiring perjalanan biduk rumah tangga selama beberapa tahun di mana akibat ulah YB alias Yoan yang diduga “tukang selingkuh” atau doyan berhubungan asmara terlarang dengan Pria Idaman Lain (PIL) memaksa YD alias Yeri menggugat cerai YB di Pengadilan Negeri (PN) Ambon.
Alhasil, dalil-dalil gugatan YD alias Yeri sebagai Penggugat diterima seluruhnya oleh majelis hakim PN Ambon yang memeriksa dan memutus perkara ini. Menariknya, pada butir kedua amar putusan PN Ambon a quo menyatakan “hak asuh” kedua anak mereka masing-masing Victoria Yehuda Djara (VYD) alias Victor, 12 tahun dan GYD alias Gus jatuh atau diserahkan ke tangan YD alias Yeri atau Penggugat sampai kedua anak ini dewasa dan mandiri.
Tapi, YB alias Yoan melawan lalu bekerja sama dengan anaknya MMR alias Maxi dan menantunya Wa Saena untuk menjadikan GYD alias Gus sebagai “objek pemerasan” ke ayah angkat GYD alias Gus atau mantan suami YB alias Yoan. Ada bukti chating whatsapp di mana YB alias Yoan meminta YD alias Yeri harus menyerahkan uang sebesar Rp. 300 Juta ke YB alias Yoan jika YD alias Yerivingin mengambil kedua anaknya, VYD dan GYD. Yang menyedihkan, kasus penculikan anak dan perampasan kemerdekaan orang ini sudah dimediasi di Sentra Pelayanan Kemasyarakatan Terpadu (SPKT) Kepolisian Resort Maluku Tengah dan diadukan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Maluku Tengah, selama tiga hari yakni sejak 20-22 Juni 2024, namun mengalami jalan buntu (deadlock) dikarenakan baik Kepala Unit PPA Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Suherny Arwan maupun petugas SPKT Polres Malteng tidak cerdas, tidak profesional dan bahkan diduga “masuk angin” karena lebih membela kepentingan oknum penculik anak dan isterinya tersebut.
Terkait masalah ini Kuasa Hukum YD alias Yeri, Steines JH Sitania, S.H., menyatakan dalih kepala unit PPA Polres Malteng Bripka Suherny Arwan dan petugas SPKT Polres setempat bahwa polisi tak punya kewenangan mengurusi masalah perdata dan harus ada sita eksekusi dari PN Ambon adalah alasan mengada-ada dan gagal paham sebab kasus penculikan anak dan perampasan kemerdekaan orang sudah masuk ke ranah pidana.
“Selain itu di dalam Hukum Acara Perdata khususnya di dalam Reglement Buitengewesten atau Rbg tidak ada aturan mengenai sita orang, hanya aturan soal sita benda. Makanya saya heran juga polisi di Polres Malteng kurang baca, mungkin juga masuk angin dan terjebak dengan asumsi Suprianto, S.H. selaku kuasa hukum MMR yang menggabungkan sita eksekusi benda dan orang sebagai satu kesatuan tanpa didasari landasan hukum yang kuat. Lucunya lagi perkara ini sudah in kracht di Pengadilan Negeri tapi kuasa hukum MMR gunakan pendekatan Pengadilan Agama. Ini kan lucu,” kesal Steines. (Tim RM)
Discussion about this post