Referensimaluku.id, Ambon – Video berdurasi sekira enam menit yang diunggah Patrick Papilaya (PP) melalui akun Tik-Tok miliknya sejak dua pekan lalu, ternyata hingga saat ini masih menjadi bahan pergunjingan di tengah khalayak Maluku dan warga dunia maya lainnya.
Dalam postingan tersebut, pegawai honor Biro Umum Sekretariat Provinsi (Setprov) Maluku ini mempertanyakan kedudukan hukum (legal standing) Ketua DPRD Benhur George Watubun (BGW) dan mirisnya pelacur profesi jurnalis ini menyebut BGW “dung*u” di akun tiktoknya tersebut.
Orang dekat Murad Ismail dan Widya Pratiwi ini bàhkan menuding keterpilihan atau pengangkatan BGW sebagai ketua DPRD Provinsi Maluku menggunakan cara-cara kotor untuk mendapatkan jabatan itu.
Menyikapi tudingan PP, Ketua Senat Mahasiswa (Sema) Fakultas Hukum (FH) Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM), Yules Garlola memberikan tanggapan lewat keterangan tertulisnya yang diterima media ini, Senin (18/12/2023).
Garlola menilai, perkataan PP yang disampaikan dalam video di akun tiktoknya tidak mencerminkan dirinya sebagai intelektual muda, namun lebih terlihat sebagai seorang pencemooh.
“Tanpa mengurangi rasa hormat terhadap yang bersangkutan, tetapi perkataan/bahasa tersebut sungguh tidak mencerminkan identitas dirinya sebagai intelektual muda, melainkan justru dia memosisikan dirinya sebagai pencemooh,” sebut Garlola.
Garlola berpendapat, anak muda sebagai generasi penerus pemimpin bangsa dan daerah, semestinya dalam menyampaikan kritikan, saran dan pendapat menggunakan kata-kata yang berintelektual dan mencerdaskan masyarakat. Bukan sebaliknya menyisipkan kata-kata/kalimat yang mengandung tuduhan, fitnah atau provokatif yang berpotensi menimbulkan rasa kebencian atau kegaduhan di masyarakat.
Bahkan sebuah kritikan yang berkualitas, lanjut Garlola, sepantasnya didukung dengan basis data dan bukti-bukti secara hukum yang sudah diverifikasi validitasnya, bukan melemparkan bola panas ke media sosial dengan latar belakang motif kepentingan pribadi atau menyelamatkan kepentingan oknum tertentu.
Menurut Garlola, dalam negara demokrasi, kritikan adalah hal yang wajar, tetapi jangan menyampaikan fitnah, tuduhan, atau memprovokasi tanpa didukung dengan bukti yang sah, lalu dibungkus atas nama demokrasi. Padahal, tujuan kritikan itu untuk mengokohkan diri sebagai pembela dan “penjilat” rezim korup dan lalim serta antikesejahteraan masyarakat.
“Dengan perkataan lain, jika pendapat atau informasi yang di bagikan oleh yang bersangkutan (Patrick) melalui media sosail (Tik-Tok), tidak benar adanya, maka yang bersangkutan sudah sepantasnya di proses hukum karena terindikasi melanggar hak orang lain, yang dilindungi oleh ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),”tegasnya.
PP, kata Garlola, dapat dijerat pidana penjara paling lama enam tahun, karena terindikasi menyebarkan berita bohong atau informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau kegaduhan dalam masyarakat, khususnya bagi para pendukung maupun simpatisan ketua DPRD Maluku hal mana sesuai amanat UU 19/2016 tentang ITE.
“Saya sudah meminta aparat penegak hukum untuk mendeteksi indikasi keterlibatan pihak-pihak lain secara langsung maupun tidak langsung, dan dengan sengaja menyebarkan berita tersebut agar persoalan ini menjadi terang-benderang dan tidak menimbulkan efek yang lebih luas,”pungkasnya.
Untuk diketahui, PP telah dilaporkan BGW melalui kuasa hukumnya La Man ke Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Maluku. (RM-04/RM-03)
Discussion about this post