Referensimaluku.id.Ambon-Ibu adalah segala-galanya bagi seorang anak. Kehilangan seorang ibu adalah kehilangan kasih sayang bagi seorang anak. Motivasi seorang ibu adalah hormon adrenalin yang menguatkan mental seorang anak meraih cita-cita. Kredo klasik ini juga membahana di benak Profesor Doktor Albertus Fenanlampir, S.Pd, M.Pd, AIFO.
Di sela-sela penyampaian ucapan terima kasih setelah dia membawakan pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Ilmu keolahragaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura) dengan naskah berjudul ”Kontribusi Strategi Homogenety Psycho Cognition (HPC) dalam Pembelajaran PJOK dan Aplikasinya pada Pembangunan Berkelanjutan” di Aula Lantai 2 Gedung Rektorat Unpatti, Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon, Maluku, Senin (21/3/2022) siang, Albert, begitu mantan petinju Maluku ini disapa, meneteskan air mata lalu menangis tersedu-sedu. Tangisan itu mengharu biru ratusan undangan dan puluhan anggota Senat Luar Biasa Unpatti Ambon.
Albert tak kuasa menahan tangis ketika menyampaikan ucapan terima kasih pada ibunya, Cew Moy Phin, yang telah melahirkan, mendidik dan membesarkannya hingga meraih gelar guru besar di bidang keolahragaan pada Program Studi Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (Penjaskrek) FKIP Unpatti dengan nilai 853,2. “Saya teringat pertanyaan ibu saya. “Ating (nama panggilan Albertus Fenanlampir di rumah) kapan ose dapat gelar Profesor?”. Pertanyaan ibu saya ini ibarat saya mendengar petir di siang bolong. Pertanyaan itu yang bikin saya tidak tenang dalam studi dan saya terus berupaya meraih apa yang saya inginkan dan akhirnya saya raih itu saat ini. Tanpa pertanyaan ibu saya itu mungkin situasinya akan lain,” ucap Albert sesengukan di tengah pengukuhan dirinya guru besar ilmu keolahragaan Penjaskrek FKIP Unpatti.
Sesaat kemudian Albert meminta izin ke Senat Luar Biasa untuk menyerahkan berkas dan atribut guru besar yang ia raih ke ibunya yang diundang khusus menghadiri acara paling bersejarah dalam kehidupan keluarga besar Fenanlampir dan Program Studi Penjaskrek FKIP Unpatti. Rektor Unpati Profesor Doktor Marthinus J Sapteno, SH, M.Hum dalam sambutannya menyatakan rasa bangganya atas pengukuhan Albertus Fenanlampir sebagai guru besar ilmu keolahragaan Penjaskrek FKIP Unpatti.
“Dengan adanya pengukuhan ini berarti di FKIP Unpatti sudah ada dua guru besar di bidang olahraga yakni Profesor Dr. Jacob Anaktototy, S.Pd, M.Pd dan Profesor Dr. Albertus Fenanlampir, S.Pd, M.Pd, AIFO. Hal itu juga berarti di Unpatti kini sudah ada 76 guru besar,” urai dosen Fakultas Hukum Unpatti itu. Sapteno mengimbau dosen-dosen bergelar doktor tak terlena dan akhirnya menghabiskan waktu tugas di kampus tanpa meraih gelar profesor. “Jangan main-main waktu sampai pensiun tanpa meraih profesor,” ingatnya.
Sapteno ikut terharu ketika melihat dan mendengar bagaimana Fenanlampir menangis dan menyerahkan gelar guru besar ke Ibunda tersayang Cew Moy Phin. “Ternyata ‘Beringin Sifnana’ yang tegar, kekar dan guru besar olahraga juga bisa menangis. Ya itulah bagian dari ucapan terima kasih kita ke orangtua yang telah melahirkan dan membesarkan kita dalam suka dan duka.
Ini memang suasana yang bikin orang terharu karena tidak semua orang bisa menjadi profesor. Ibarat di militer tidak semua kolonel bisa menjadi jenderal. Jadi memang butuh kerja keras untuk mencapai semua itu,” paparnya.
Dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar ilmu keolahragaan, Albert mengurai hasil pengembangan strategi pembelajaran HPC dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang hasil belajar peserta didik pada berbagai mata pelajaran di tingkat Sekolah Dasar dan jenjang lainnya. “HPC adalah strategi baru yang belum pernah dikembangkan di belahan bumi manapun,” urai mantan Sekretaris Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Maluku 2012-2017.
Albert berpendapat agar hasil belajar peserta didik bisa mencapai tujuan yang diharapkan, maka faktor durasi waktu, kecerdasan dan strategi pembelajaran adalah indikator penting untuk diteliti keterhubungan dan pengaruhnya terhadap capaian hasil belajar. Albert menuturkan pada tahun 1985 persis ketika dia ingin berlaga di final tinju di Sport Hall Karang Panjang, Kota Ambon, dia sempat ke dokter Krisna dan berkonsultasi.
“Karena kepala saya sakit saya ke dokter periksa karena malam saya masuk final tinju di Karpan. Waktu itu Dokter Krisna saran ke saya untuk berhenti jadi petinju karena semua petinju itu bodoh. Nah, waktu saya raih gelar Doktor di bidang olahraga kebetulan saat itu saya lagi jalan bersama dengan Pak Karel Ralahalu juga ada Dokter Krisna di situ, terus saya bilang ke beliau pak Dokter masih ingat saya atau tidak. Sekarang saya sudah Doktor. Dokter Krisna sempat heran. Nah, saya ingin buktikan kalau petinju juga bisa jadi Profesor, ” seloroh Albert. (RM-04)
Discussion about this post