Referensimaluku.Id.Ambon-Seorang oknum Bintara Pembinaan Masyarakat (Babinsa) Banggoi berinisial YO alias Yulham dilaporkan advokat Yustin Tuny dan Syarwan Zain Fanath ke Komandan Polisi Militer Kodam XVI/Pattimura atas dugaan keterlibatan YO dalam penjualan hutan bakau (mangrove) di Banggoi, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku.
Dalam suratnya bernomor 48 bulan September 2021, Tuny dan rekannya mewakili Abdul Azis Baliman, 56 tahun, petani, warga Banggoi, selaku Pelapor.
Pelapor mengungkapkan fungsi hutan secara umum adalah sebagai paru-paru dunia, sumber ekonomi, habitat flora dan fauna, dan pengendali bencana.
Selain itu, hutan mangrove juga menjadi tempat penyimpanan air, dan untuk mengurangi polusi ( pencemaran udara).
“Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem hutan dengan kelompok tumbuhan yang dapat hidup di daerah dengan kadar garam yang tinggi.
Biasanya hutan ini didominasi dengan tumbuhan berkayu dan tumbuh di sepanjang garis pantai dan subtropis. Mangrove yang tumbuh berjajar menjadi benteng pencegah abrasi atau pengikisan pantai oleh gelombang air laut. Abrasi sendiri merupakan momok yang cukup menakutkan bagi sebagian warga pesisir.
Namun, fungsi hutan mangrove sesungguhnya tak hanya sekedar menjadi penjaga batas pantai dari abrasi air laut. Banyaknya fungsi hutan mangrove kemudian tiap tahunnya di tanggal 26 Juli diperingati sebagai Hari Mangrove Se-dunia (World Mangrove Day)”.
“Hutan mangrove juga mempunyai beberapa keterkaitan dan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan manusia, baik fungsinya dalam penyediaan bahan pangan, papan, kesehatan, dan untuk lingkungan. Fungsi hutan mangrove sendiri dibagi menjadi lima bagian, seperti fungsi fisik, fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi, dan fungsi lainnya”.
Menurut Pelapor Indonesia merupakan negara kepulauan, dan menjadi salah satu negara yang memiliki luas hutan mangrove terbesar di dunia. “Hutan mangrove sendiri memiliki peran yang sangat penting dan fungsinya yang sangat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi lingkungan sekitar khususnya bagi penduduk pesisir. Hutan mangrove tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak di garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, tepatnya di daerah pantai dan sekitar muara sungai. Oleh karena itu, tumbuhan yang hidup di hutan mangrove menjadi unik, karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut”.
“Kewenangan atas hutan mangrove ada di Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Lingkungan Hidup. Kementerian Kehutanan melalui Undang-Undang (UU) Kehutanan dan UU Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya memandang mangrove sebagai hutan. Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki tugas dan fungsi menyangkut sumber daya pesisir, di antaranya hutan mangrove. Adapun Kementerian Lingkungan Hidup ikut karena kerusakan mangrove menjadi kriteria baku kerusakan ekosistem.
Beberapa UU terkait hutan mangrove adalah UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mangrove merupakan sumber daya penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai ruang berkembangbiaknya sumber daya ikan, ”sabuk hijau” ketika bencana, pencegah laju abrasi pantai, hingga bahan bakar kayu.Namun, tetap saja perlindungan mangrove tak optimal”.
Dalam Laporan itu disebutkan Pelapor adalah ahli waris dan keturunan parentah yang berhak menjadi Raja Negeri Banggoi, Kecamatan Bula Barat, Kabupaten SB, Maluku. Setelah orangtua Pelapor meninggal dunia dan belum ada kesepakatan keluarga untuk mengusulkan pergantian almarhum sebagai Raja Negeri Banggoi, maka untuk melancarkan roda pemerintahan di Negeri Bagggoi, Bupati SBT mengangkat Budi menjadi raja menggantikan almahum.
Harapan dari mata rumah parentah/keluarga yang berhak menjadi raja di Negeri Banggoi agar Budi dapat melakukan yang terbaik guna kepentingan masyarakat Banggoi, akan tetapi harapan tersebut berbanding terbalik dengan kepemimpinannya saat ini.
Hutan mangrove yang dijaga dan lindungi almarhum selama kepemimpinannya puluhan tahun kini dijual Raja Negeri Banggoi tanpa menjelaskan pada masyarakat kepada siapa hutan mangrove dijual, untuk apa hutan mangrove dijual, berapa hektar hutan manggov dijual dan berapa harga hutan mangrove dijual”.
“Ternyata penjualan tanah hutan mangrove tersebut dapat berjalan dengan baik diduga ada keterlibatan oknum anggota TNI- AD yang bertugas sebagai Babinsa di Negeri Banggio bernama Kopral Dua (Kopda) YO alias Yulham. Selain mengatur penjualan, Kopda YO alias Yulham juga mengatur transaksi penjualan.
Penyerahan uang untuk pembangun masjid juga dilakukan oleh Kopda YO alias Yulham tanpa penjelasan secara rinci perusahaan apa yang membeli hutan mangrove milik Negeri Banggoi dan untuk kepentingan apa juga tidak dijelaskan samasekali”.
Selaku masyarakat Negeri Banggoi, mereka sangat membutuhkan kehadiran Banbinsa di Negeri tersebut. Hanya saja kehadiran Kopda YO alias Yulham sebagai Banbinsa di Negeri Banggoi telah meresahkan masyarakat khususnya Keluarga Baliman yang berhak memerintah di Negeri Banggoi karena diduga Kopda YO alias Yulham sebagai jembatan bagi salah satu pengusaha untuk mengembangkan usahanya di Negeri Banggoi tanpa penjelasan lebih lanjut perusahan apa dan bergerak pada bidang apa.
“Laporan yang kami sampaikan ini semata-mata agar Danpomdam XVI Pattimura dapat mengambil tindakan hukum terhadap Kopda YO alias Yulham. Selain itu, kiranya Kopda YO alias Yulham ral Dua ditarik dari Negeri Banggoi guna diberikan pembinan lebih lanjut oleh atasanya,sehingga tidak terjadi hal yang tak diinginkan di kemudian hari yang juga berpotensi merusak citra institusi TNI di masyarakat. (RM-07)
Discussion about this post