REFMAL.ID, Ambon – Laporan pengaduan Giovano Pascal Tanihaha (GPT) tentang dugaan “makan pancuri kepeng” alias penggelapan Rp 100 Juta uang pembangunan gedung Gereja dan rumah singgah orang sakit di wilayah petuanan Negeri Urimessing sejak 26 April 2024 hingga kini belum jelas apakah sudah dilakukan gelar perkara untuk menetapkan tersangka setelah mendiang Johanis ’Buke’’ Tisera yang menerima uang sebanyak ratusan juta rupiah dari GPT meninggal dunia beberapa bulan silam.
Setelah pelapor GPT, Pendeta Glen Teterissa, S.Th, Ketua Saniri Negeri Urimessing Dr. Richard Marsilio Waas, S.H., M.H., Evans Reynold Alfons dan Andreas Wattimena yang sama-sama mengklaim memiliki tanah dati di lokasi mana akan dibangun Gedung gereja dan rumah singgah orang sakit oleh GPT dimintai keterangan sebagai pelapor dan saksi-saksi, penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Maluku berdalih masih sibuk karena ada tugas keluar Ambon di Namlea, Kabupaten Buru dan sejumlah kabupaten lain di Maluku.
’’Setiap kali kita konfirmasi ke Polda, jawabannya pasti ada tugas di luar Kota Ambon. Setelah ditanya terus penyidik berikan SP2HP yang kedua kali,’’ ungkap salah satu tim kuasa hukum GPT, Steines Jones Hermonputra Sitania kepada referensimaluku.id di Ambon, Sabtu (26/4/2025).
Steines berharap penyidik Ditreskrimum Polda Maluku lebih professional dalam mengusut perkara dugaan ’’makan kepeng gereja dan rumah singgah orang sakit’’ atau dugaan kasus penggelapan ini karena kini tinggal satu terlapor, yakni Hilda Tisera. Hilda adalah anak kandung Johanis Buke Tisera yang ikut menerima penyerahan uang dari GPT di Kantor Negeri Urimessing kala itu. ’’Awalnya yang kita laporkan itu ada dua orang, yakni Pak Johanis atau Buke Tisera dan anaknya Hilda Tisera. Nah, karena Pak Buke sudah meninggal dunia beberapa waktu lalu, berarti tinggal Hilda yang kini jadi terlapor tunggal. Sebenarnya susahnya di mana untuk gelar perkara lalu menetapkan tersangka. Kami mencium aroma tidak bagus di sini. Ada apa ini,’’ heran advokat muda ini.
Steines menegaskan pihaknya akan menyurati Kepala Kepolisian Daerah Maluku untuk mempertanyakan ketegasan penyidik Ditreskrimum dalam menuntaskan kasus penggelapan uang untuk pembangunan gereja ini. ’’Pekan depan kita akan surati Pak Kapolda Maluku untuk meminta penyidik lebih professional menuntaskan kasus yang kami laporan setahun lalu itu,’’ tegasnya.
SANIRI URIMESSING MINTA KEMBALIKAN UANG
Sebelumnya diberitakan media siber ini bahwa sempat terjadi perang kepentingan di antara Kepala Pemerintah Negeri (KPN) atau Raja Urimessing Johanis Tisera alias Buke Tisera (JBT) dengan Saniri Negeri Urimessing yang diketuai Dr. Richard Waas, S.H.,M.H., sempat meruncing. Belakangan mengenai tuntutan pengembalian uang pembangunan gereja senilai Rp. 100 Juta oleh Giovano Pascal Tanihaha (GPT) dan pihak Gereja, Saniri Negeri Urimessing dalam suratnya meminta JBT segera mengembalikan uang pembangunan gereja milik GPT dan pihak gereja.
“Dengan hormat, sehubungan dengan surat dari saudara Giovano Pascal Tanihaha terkait dengan transaksi jual-beli tanah pada Dati Apinau (Siwang) untuk pembangunan Gereja dan rumah singgah orang sakit, maka bersama ini kami Saniri Negeri Urimessing menyarankan kepada Kepala Pemerintah Negeri Urimessing agar dapat mengembalikan uang DP (Down Payment/Panjar) yang telah diberikan sebesar Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) kepada pihak pembeli,” demikian isi Surat Pemberitahuan Saniri Negeri Urimessing Nomor 021/SNU/XI/XI/2023 tertanggal 30 November 2023 yang ditanda tangani Dr. Richard Waas, S.H.,M.H selaku Ketua dan Julis Kalahatu, S.E selaku Sekretaris yang juga diterima referensimaluku.id.
Waas yang dikonfirmasi media siber ini via WhatsApp (WA), Selasa (14/5/2024) siang, membenarkan jika pihaknya pernah menerbitkan surat pemberitahuan yang berisi imbauan dan saran ke KPN/Raja Urimessing BT untuk dapat mengembalikan uang sebesar Rp 100 Juta ke keluarga Tanihaha dan pihak gereja. “Memang benar kita pernah menerbitkan surat pemberitahuan tersebut ke KPN/Raja Urimessing yang isinya kami sarankan KPN/Raja Urimessing untuk pengembalian uang DP sebesar Rp 100 Juta ke pihak gereja dan keluarga Tanihaha,” ungkap Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura ini.
Waas menyatakan selama jual beli tanah Dati Apinau (Siwang) antara GPT dan pihak gereja serta BT selaku KPN/Raja Urimessing pihaknya selaku Saniri Negeri Urimessing tidak mengetahui dan tidak pernah terlibat langsung maupun tidak langsung dalam transaksi jual beli tanah tersebut. “Kami baru tahu setelah ada surat dan somasi (surat teguran tertulis) dari saudara GPT dan pihak gereja ke KPN/Raja Urimessing dengan tembusan ke Saniri Negeri Urimessing. Makanya kita lalu membuat surat pemberitahuan yang menyarankan Pemerintah Negeri atau KPN Urimessing dapat mengembalikan uang DP milik keluarga Tanihaha dan pihak gereja,” paparnya.
Sementara itu sebelumnya JBT yang dikonfirmasi mengelak menjawab pertanyaan media siber ini seputar surat pemberitahuan Saniri Negeri Urimessing yang meminta dirinya selaku KPN/Raja Urimessing untuk mengembalikan uang DP milik GPT dan pihak gereja. Raja Urimessing yang seringkali digugat keluarga ahli waris Jozias Alfons soal kepemilikan 20 potong dusun dati lenyap di Urimessing ini justru mengelak dan meminta media ini mengonfirmasi berita ini ke puterinya, Hilda Tisera (HT).
“Tanya saja ke saya punya anak perempuan (Hilda Tisera),” elak JBT buru-buru mematikan ponselnya. Namun,ooketika dikonfirmasi media ini via WA, Selasa (14/5) sekira pukul 14.58 WIT hingga berita ini dipublikasikan HT belum bersedia memberikan konfirmasi sekalipun pertanyaan konfirmasi telah terkirim dengan centang dua ke ponselnya. (Tim RM)
Discussion about this post