REFMAL.ID, Ambon –Proses penegakan hukum di Maluku bagaikan jauh panggang dari api. Janji-janji yang dilontarkan oleh pihak aparat Kejaksaan Tinggi Maluku untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi tertentu ternyata tanpa realisasi, hanya pemanis bibir saja.
Ibarat membelah bambu, kasus yang satu diangkat, sedangkan yang lain diam alias masih tiarap.
Yang masih tiarap inilah sudah sering kita dengar menjadi perbincangan serius di antara berbagai lapisan elemen masyarakat, seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang bertanya ada apa sehingga pihak Kejati Maluku masih enggan dan tidak berani menuntaskan kasus-kasus korupsi yang mana diduga ada keterlibatan oknum-oknum pejabat pada Pemerintah Provinsi Maluku.
Sebut saja kasus dugaan korupsi dana Covid 19 tahun 2020-2021, di mana proses penyelidikan dimulai tahun 2023 dan sudah dilakukan pemeriksaan atas sejumlah pimpinan Organisasi Pimpinan Daerah (OPD) lingkup Pemprov Maluku.
Untuk menghadapi wabah Covid selama 2 tahun saat itu, Pemprov Maluku menganggarkan dana sebesar ratusan milliar rupiah yang diperoleh dari refocusing anggaran dari setiap OPD, namun diduga pertanggungjawabannya tidak jelas, masih kabur.
Kemudian ada kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam Pengelolaan Rumah Toko di Pasar Mardika, di mana Ruko ini merupakan aset dari Pemprov Maluku yang pengoperasiannya diserahkan ke pihak ketiga, yakni PT Bumi Perkasa Timur (BPT ).
Kejati Maluku mulai melakukan penyelidikan di tahun 2023, di mana sejumlah pedagang dan pihak perbankan telah dimintai keterangan.
Pengakuan pedagang, bahwa mereka telah menyetor uang sewa sebesar Rp. 18,8 Miliar ke manajemen PT BPT, namun dari pihak BPT hanya menyetor sebesar Rp. 5 Milliar ke kas daerah, hal mana tidak sesuai kesepakatan dalam perjanjian kerja sama pemanfaatan di antara kedua belah pihak.
Tidak itu saja, ada juga kasus proyek pengadaan sarana dan prasarana air bersih di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah yang dikerjakan di tahun 2021 dengan anggaran sebesar Rp. 13 Milliar, di duga proyek ini mubasir sebab hanya ada pengadaan pipa-pipa, sedangkan airnya belum dinikmati oleh masyarakat.
Anehnya, “kasus-kasus pancuri kepeng negara” yang disebutkan ini semuanya sudah ada di tangan Kejati Maluku, bahkan ada yang sudah di meja unit Pidana Khusus ( Pidsus ). Artinya tinggal selangkah ke tahap penyidikan, namun lagi-lagi hingga saat ini tidak ada niat baik sedikitpun dari Kejati Maluku untuk segera menuntaskan kasus-kasus rampok uang negara tersebut.
Celakanya, untuk menutupi ketidakprofesionalan pihaknya dalam menuntaskan kasus-kasus “tou” (maling) kepeng negara ini maka Kejati Maluku menkambing hitamkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP ) Maluku, karena dikatakan kurang tenaga auditor.
Padahal untuk menentukan ada tidaknya kerugian daerah atas “kasus-kasus pancuri kepeng negara” ini, maka pihak Kejaksaan bisa dan mampu untuk melakukan audit sendiri secara internal.
Ketidakjelasan penuntasan kasus dugaan tipikor pada oknum-oknum pejabat Pemprov Maluku, pertanda bahwa Kejati Maluku telah hilang kepercayaannya di mata publik.
“Kasus-kasus korupsi ini pernah kami laporkan ke Jaksa Agung dan Komisi III DPR RI, juga ke Komisi Kejaksaan pada pertengahan Nopember 2024 yang lalu, yang intinya meminta supaya Kajati Maluku, Agoes Soenanto Prasetyo dievaluasi kinerjanya. Bila perlu mencopot yang bersangkutan dari jabatannya karena dinilai tidak serius dalam penegakan hukum di Maluku,” tutur Jan Sariwating, Koordinator Wilayah LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku kepada referensimaluku.id dalam keterangan persnya, Senin (10/3).
“Masyarakat harus mendukung penuh pemerintahan yang baru terbentuk, agar ke depan program-program yang sudah dicanangkan dapat berjalan dengan baik. Tentunya tidak lagi memberikan ruang bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, sehingga terjadinya perbuatan korupsi yang merugikan keuangan daerah.
Oleh sebab itu kami minta Gubernur Maluku bapak Hendrik Lewerissa agar segera mengambil alih semua kasus-kasus tipikor yang ada di Kejati Maluku, karena ada dugaan keterlibatan oknum-oknum pejabat pada Pemprov Maluku.
Bila perlu laporkan Kajati Maluku Agoes Soenanto Prasetyo ke Presiden bapak Prabowo Soebianto, karena tidak serius dalam penegakan hukum di Maluku.
Kalau hal ini dilakukan maka ada harapan besar bahwa pemerintahan ini akan kembali bersih tidak lagi dikelilingi oleh tikus-tikus berdasi yang kerjanya hanya untuk merampok uang rakyat,” pungkas Sariwating.(RM-02)
Discussion about this post