REFMALID,-Ambon – Kasus korupsi anggaran Medical Checkup (MCU) calon kepala Daerah Tahun 2016-2020 di RSUD Haulussy Ambon telah berakhir di meja hijau, namun kasus tersebut masih menyimpan misteri keterlibatan pihak lain.
Diketahui, dalam kasus ini, Kejaksaan Tinggi Maluku hanya menetapkan tersangka tunggal, yaitu mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Maluku, Hendrita Tuankotta.
Hendrita Tuankotta telah dijatuhi vonis tiga tahun penjara, karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi oleh hakim Pengadilan Tipikor Ambon kala itu.
Fakta dibalik kerugian negara dalam kasus tersebut juga terungkap, RSUD Haullusy Ambon lah, pengelolah anggaran MCU.
Saat itu RSUD Haulussy Ambon dipimpin, dr. Ritha Tahitu. Jabatanya tentu berkaitan dengan pengelolaan anggaran MCU yang merugikan negara mencapai Rp800 juta lebih.
Pengadilan Tipikor Ambon saat itu, dalam pemeriksaan pokok perkara juga dibuat kaget dengan sikap Jaksa yang hanya membawa satu terdakwa dalam persidangan. Padahal, kejahatan korupsi adalah kejahatan bersama sebagaimana bunyi UU nomor 31 tentang Tipikor.
Menyikapi hal tersebut, praktisi hukum, Marnex F Salmon meminta Kejati Maluku kembali membuka lagi, penyidikan kasus dimaksud.
“Tidak mungkin satu tersangka saja. Harusnya lebih. Ini korupsi. Kita belajar UU, korupsi itu suatu kejahatan bersama, yang dialakukan lebih dari satu orang. Harus diusut tuntas. Buka lagi kasus itu,” kata Marnex saat dimintai tanggapan media ini, Senin (3/2/2025).
Marnex mengaku, kasus tersebut jelas terbukti di Pengadilan Tipikor Ambon dengan terdakwa Hendrita Tuankotta. Artinya, perbuatan terbukti. Tinggal mengungkap siapa-siapa yang harus dimintai pertanggungjawban hukum.
Misalkan, kata Marnex, dalam pengelolaan uang negara tentu pertanggungjawabanya tidak tunggal. Pengguna tentu bertanggungjawab terhadap pengelolag anggaran.
Siapa pengelola anggaran, tentu bukan saja di IDI. IDI hanya lembaga pelindung profesi yang digunakan jasanya untuk melaksanakan kegiatan MCU. Nah, olehnya itu. Kepala RSUD Haulussy Ambon saat itu (dr. Ritha Tahitu-red) juga dilihat keterlibatanya. Masa hanya stop tersangka?,” ujar Marnex.
“Ya, bagi kami praktisi selaku pekerja profesi hukum, pandangan kami, Jaksa harus membuka lagi kasus tersebut. Jangan stop di satu tersangka, harus lebih. Ini kejahatan luar biasa, yang tentu dilakukan tidak tunggal,” tandasnya.
Terpisah Fileo Pistos Noija, pengacara Hendrita Tuankotta (terpidana) juga meminta Kejati Maluku untuk membongkar kasus korupsi tersebut.
Menurut Noija, ada dua nama yang harus turut dimintai pertanggungjawaban hukum seperti, mantan Ketua KPU Kota Ambon, Nus Kainama dan dr Ritha Tahitu selaku Kepala RSUD Haulussy saat itu.
Dikatakan Noija, dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambom saat itu, baik Jaksa maupun hakim dalam amarnya menyatakan kliennya (Tuankotta) terbukti Pasal 2 UU Tipikor.
“Pasal 2 itu kan berhubungan dengan jabatan ASN. Nah, klien saya kan IDI. Bagi saya, saya setuju kasus ini dibuka lagi, dan jaksa harus periksa Nus Kainama dan Kepala RSUD Haulussy Ambon saat itu,” ujar Noija.
Noija menyebut, dalam pertimbangan hukum hakim dalam putusan tersebut, jelas mempertimbangkan peran Kainama dan Tahitu.
“Silakan lihat, dan baca. Jaksa harus jadikan putusan itu sebagai langkah penyidikan ulang kasus tersebut,” tandasnya.
Diketahui, dari hasil perhitungan audit BPKP Maluku kasus tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp.829.299.698. (RM-04)
Discussion about this post