REFMAL.ID, Ambon –Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ambon memvonis dua terdakwa tindak pidana korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) Negeri Wahai tahun anggaran 2021 dan 2022 dengan hukuman masing – masing 4 tahun 6 bulan dan 4 tahun penjara.
Vonis tersebut dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Wilson Shiver Manuhua di Pengadilan Tipikor pada PN Ambon, Senin (9/12/2024).
Kedua terdakwa kasus “pancuri kepeng” Negeri Wahai tersebut, yakni mantan Kepala Pemerintahan Negeri Wahai Hasan Basri Tidore (HBT) dan mantan Kepala Seksi Pembangunan Negeri Wahai sekaligus Bendahara Negeri Wahai Tahun 2022 Marthinus Halatu (MH). Oleh Hakim Terdakwa HBT divonis 4 tahun 6 bulan penjara, sedangkan dalam perkara serupa Terdakwa MH dihukum 4 tahun penjara.
“Hakim menyatakan terdakwa HBT terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan subsider. Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan, ” kata Manuhua saat membacakan amar putusan perkara tersebut.
Menurut hakim, perbuatan terdakwa HBT terbukti melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Selain pidana badan, majelis hakim juga menghukum terdakwa HBT untuk membayar denda sebesar Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) subsider 3 bulan kurungan. Tidak sampai di situ, hakim juga menghukum terdakwa HBT membayar uang pengganti sebesar Rp.466.000.000 (empat ratus enam puluh enam juta rupiah).
“Apabila terdakwa HBT tidak mampu membayar uang pengganti maka harta benda terdakwa HBT akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal ini apabila terdakwa HBT tidak memiliki harta benda, maka akan diganti dengan subsider 3 bulan kurungan penjara, “kata Manuhua masih membacakan putusan perkara tersebut.
Sedangkan untuk terdakwa MH dia dihukum membayar denda sebesar Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) subsider 3 bulan kurungan. Terdakwa MH juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp.229. 000.000 (dua ratus dua puluh sembilan juta rupiah). Apabila tidak dibayar, maka harta benda terdakwa MH akan disita untuk dilelang. Namun jika terdakwa MH tidak memiliki harta benda maka diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan.
Putusan hakim kepada terdakwa HBT lebih ringan dari tuntutan JPU Cabjari Wahai yang pada sidang sebelumnya menuntut agar terdakwa HBT dihukum 5 tahun penjara. Sementara untuk terdakwa MH putusannya jauh lebih berat lantaran JPU menuntut terdakwa agar dihukum 1 tahun dan 6 bulan penjara.
Usai mendengar putusan hakim, terdakwa HBT menyatakan pikir-pikir sebelum menempuh langkah hukum banding. Sementara terdakwa MH langsung menerima putusan tersebut.
Untuk diketahui, dalam kasus ini Kejaksaan Negeri Masohi di Wahai menetapkan tiga tersangka, di antaranya HBT selaku mantan pejabat Pemerintah Negeri Wahai, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah bersama dua tersangka lainnya, yakni Mochsen Al Hamid (MAH) selaku Bendahara Negeri Wahai Tahun 2021, dan MH selaku Kepala Seksi Pembangunan Negeri Wahai 2021 dan Bendahara Negeri Wahai Tahun 2022.
Ketiganya dijerat lantaran melakukan tindak pidana korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) Negeri Wahai tahun anggaran 2021 dan 2022. Yang mana ketiga terdakwa secara bersama melakukan tindak pidana dalam pengelolaan ADD dan DD Negeri Wahai.
Akibat perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp.861.210.276 (delapan ratus enam puluh satu juta dua ratus sepuluh ribu dua ratus tujuh puluh enam rupiah) berdasarkan perhitungan auditor Kejaksaan Tinggi Maluku.
Untuk terdakwa MAH akan menjalani sidang putusan pada Selasa (10/12). (RM-04)
Discussion about this post