REFMAL.ID,Ambon – Tim Penasihat Hukum Terdakwa Adam Rahayaan menilai Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum disusun secara keliru, tidak serius dan Imajinatif serta spekulatif.
“Keliru, karena tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, berdasarkan bukti dan saksi-saksi yang diajukan Penuntut Umum, di mana Penuntut Umum hanya bersandar pada keterangan-keterangan subjektif tertentu dari para saksi maupun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ditreskrimsus Polda Maluku yang sama sekali tidak sesuai dengan fakta-fakta yang disampaikan saksi di depan persidangan.
Penuntut Umum hanya mengambil keterangan dari saksi-saksi secara “sepenggal-sepenggal” yang tentu dapat menimbulkan kerancuan fakta dan kebenaran materiil,” sebut Tim PH Adam Rahayaan yang terdiri dari Dudi U Sahupala, S.H., M.H., CPM, Julian Jack Y Wenno, S.H., John M Berhitu, S.H.,M.H.,CLA.,C.Me dan lainnya. “Tidak Serius, karena Penuntut Umum semata-mata hanya mengutip isi BAP dan Surat Dakwaan dengan dibubuhi teori-teori hukum tambahan yang sumir tanpa memiliki niat untuk menguraikan hal-hal lain khususnya uraian-uraian penting mengenai unsur delik,” urai Tim PH Adam Rahayaan.
“Imajinatif serta spekulatif, oleh karena tidak didukung dengan bukti-bukti dari apa yang disampaikan oleh Penuntut Umum merupakan kesimpulan, penafsiran dan asumsi subjektif belaka tanpa didukung bukti-bukti yang sah menurut hukum,” lanjut Tim PH Adam Rahayaan.
“Melihat begitu banyak kekurangan dalam Surat Tuntutan Pidana telah membuat Kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa Adam Rahayaan semakin yakin bahwa sejak semula Surat Dakwaan yang dibuat oleh Penuntut Umum pun sama bobotnya dengan Surat Tuntutan Pidana. Kedua-duanya sama keliru, tidak serius, dan tidak didukung dengan bukti-bukti. Hal ini dapat dilihat dari “Fakta Hukum dan Analisa Yuridis yang termuat di dalam Requisitoir Penuntut Umum” di mana keseluruhan kata-kata dan kalimat-kalimat yang terkandung di dalamnya hanya memuat BAP yang dibuat oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku, serta sama sekali tidak memuat fakta hukum objektif dan/atau tidak memuat analisa yuridis dari keseluruhan rangkaian peristiwa sesungguhnya yang telah terungkap dan ditemukan selama dalam persidangan Perkara Pidana in casu,” papar Tim PH Adam Rahayaan.
Menurut tim PH Adam Rahayaan, Surat Tuntutan Penuntut Umum
yang didahului dengan Dakwaan agar menjadi satu Perkara Pidana dibuat dengan Kacamata Kuda, Kesewenang-wenangan, manipulasi, serta dikonstruksikan dengan tanpa dasar yang tidak dapat di pertanggungjawabkan.
Sehingga Tuntutan Penuntut Umum yang seharusnya bertujuan untuk Menegakkan Keadilan, justru menunjukkan nafsu untuk Menzolimi Terdakwa, dengan permintaan untuk memberikan hukuman yang berat kepada Terdakwa.
“Tuntutan hukuman 7 (tujuh) tahun penjara, denda Rp. 100.000.000.00.- (seratus juta rupiah), serta uang pengganti Rp. 1. 807.002.120.00.- (satu miliar delapan ratus tujuh juta dua ribu seratus dua puluh rupiah) adalah tuntutan yang didasarkan pada sikap emosional Penuntut Umum yang membabi buta serta dipaksakan, karena dibangun dengan pondasi yang tidak benar dan merekayasa keterangan saksi-saksi maupun ahli dan merupakan ajang memamerkan arogansi dengan kewenangan yang dimilikinya untuk menuntut Terdakwa Atas Nama Keadilan.
Dan hal tersebut terlihat secara jelas pada Tuntutan Penuntut Umum terhadap Terdakwa Abas Apollo Renwarin dalam kasus yang sama, sehingga membuat Kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa Adam Rahayaan semakin yakin bahwa peristiwa Sengkon dan Karta telah terulang kembali dalam perkara a quo di mana dalil-dalil sesat kembali dibuat oleh Penuntut Umum dengan tanpa bukti dan analisa fakta hukum yang benar, sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan di mana Terdakwa Abas Apollo Renwarin dituntut dengan hukuman 5 Tahun penjara, denda Rp. 100.000.000.00.- (seratus juta rupiah), Perbuatan Terdakwa Abas Apollo Renwarin tidak menyebabkan adanya Kerugian Negara, dan tidak dibebankan pula untuk membayar uang Pengganti, artinya Penuntut Umum telah menggunakan hukum sebagai alat balas dendam untuk menzolimi Terdakwa Adam Rahayaan dengan hanya berlindung di belakang slogan Atas Nama Keadilan,” tuding tim PH Adam Rahayaan.
“Bahwa, dari 39 Saksi, dan 3 (tiga) ahli yang dihadirkan oleh Penuntut Umum untuk menjerat Terdakwa Adam Rahayaan, tidak ada satu saksipun, yang menyatakan bahwa Terdakwa yang telah menyalahgunakan penyaluran Beras CBP untuk kepentingan pribadi atau pun memperkaya diri sendiri,” jelas tim PH Adam Rahayaan.
Lebih lanjut, senyatanya tim PH Adam Rahayaan sangat berkeberatan atas dalil Penuntut Umum pada analisa fakta di persidangan yang dijadikan sebagai bukti petunjuk sebagaimana dinyatakan dalam surat tuntutannya yang spekulatif, dan imajinatif telah memanipulir fakta hukum yang terungkap di persidangan diantaranya dalam Surat Tuntutan halaman 109 sampai halaman 139 yang menyatakan : Petunjuk ialah suatu “syarat” yang dapat “ditarik suatu perbuatan, kejadian atau keadaan dimana isyarat tadi mempunyai persesuaian” antara satu dengan yang lain maupun isyarat tadi mempunyai persesuaian antara satu dengan yang lain “melahirkan” atau mewujudkan suatu petunjuk yang “membentuk kenyataan” terjadinya suatu tindak Pidana dan Terdakwalah pelakunya. Bahwa, dengan tidak adanya alat bukti seperti keterangan saksi-saksi, surat maupun keterangan Terdakwa, Penuntut Umum telah secara prematur memberikan kesimpulan yang keliru tentang ada alat bukti petunjuk dalam persidangan ini. Tentang alat bukti petunjuk akan Kami elaborasi lebih mendalam pada bagian analisa hukum pada Nota Pembelaan ini,” ulas Tim PH Adam Rahayaan.
Sebagaimana dikutip Pendapat ahli Pidana Prof. Dr.Suhandy Cahaya bahwa :
“jika ada kepala Daerah yang membagikan beras CBP kepada masyarakat kurang mampu tanpa mengaharapkan apa-apa dari situ itu merupakan pekerjaan yang MULIA”,
Apabila masyarakat tidak dirugikan, jika perbuatan sudah terjadi dan tidak ada kerugian pada keuangan Negara maka tidak bisa di pidana;
Jika beras CBP dimanfaatkan untuk keperluan yang mendesak akan kebutuhan rakyat sangat membutuhkan beras karena kebutuhan makan maka tindakan yang dilakukan oleh kepala Desa atau Walikota Tersebut merupakan suatu Perbuatan yang MULIA;. Sehingga demi hukum dan keadilan seharusnya Penuntut Umum menuntut bebas Terdakwa Adam Rahayan bukan sebaliknya dan hal tersebut sejalan dengan Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung RI, seperti dalam kasus Terdakwa Machroes Effendi, Patih pada kantor bupati/Kepala Daerah Tingkat I sambas, Kalimantan Barat (Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 42 K/KR/1965, tanggal 8 Januari 1966) dan Kasus Terdakwa Ir. Otto Danaatmadja bin Danaatmadja, Kepala Kesatuan Pemangkasan Hutan Kabupaten Garut yaitu Kasus Reboisasi di Jawa Barat (Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 81 K/KR/1973, tanggal 30 Maret 1977).
Bahwa fakta Persidangan juga terbukti tidak adanya Unsur Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Surat Tuntutan Penuntut Umum halaman 133 s/d halaman 156, adalah Tidak Benar dan Penuh Imajinatif, di mana Terungkap dalam Persidangan saksi Jefry Tanasy (Pegawai Bulog Kota Tual), saksi Sartono Pining (Kepala Dinas Sosial Provinsi Maluku, saksi Racman Saleh (Kepala Bulog Kota Tual 2017), saksi Irene Anthoneta Ngabalin (Kepala Dinas Pertanian Kota Tual), saksi Muhammad Dahlan Ohoirenan (Pegawai Dinas Sosial Kota Tual), saksi/Terdakwa Abas Apollo Renwarin, saksi Muhamad Safii Nasution (Ahli Kementerian Sosial RI), saksi Prof. S.E.M. Nirahua (Ahli Administrasi Negara) yang intinya menerangkan: Bahwa Penggunaan Beras CBP bukan hanya diperuntukkan untuk korban Gempa Bumi/Bencana Alam Saja, Tetapi Beras CBP dapat di gunakan untuk kondisi-kondisi tertentu seperti Rawan Pangan, Gagal Panen dan kondisi lain lain dimana. Dasar Hukum Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah sebagaimana diatur pada Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 2012 juncto Peraturan Pemerintah Nomor : 17 Tahun 2017 Tentang Ketahanan Pangan dan Gisi, Jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 116/PMK.02/ Tahun 2015 Tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan dan Pertanggung jawaban Beras CBP, Jo. Instruksi Presiden Nomor : Tahun 2015 Tentang Kebijakan Pengadaan dan Penyaluran Beras Pemerintah, sehingga Perbuatan Melawan Hukum formiil tidak terbukti, karena tidak terdapat Peraturan perundang-undangan yang dilanggar.
Selanjutnya Penuntut Umum juga masih tetap berspekulasi dengan mempertahankan Keterangan Saksi Muhamad Renhoran dan saksi Rini Badong yang mengaitkan penyaluran Beras CBP Dengan kepentingan Politik Terdakwa di saat saksi Saleh Labetubun membagikan Beras CBP, padahal keterangan saksi Muhamad Renhoran dan saksi Rini Badong selaku suami istri telah di Bantah oleh Saksi Saleh Labetubun dan Saksi Nurmila Renyaan yang secara tegas dalam persidangan menyatakan bahwa tidak benar itu adalah beras Aman sehingga harus mencoblos Terdakwa Adam Rahayaan dan Usman Tamnge.
Dan Saksi Muhamad Renhoran adalah saksi yang mendengar cerita saja dari saksi Rini Badong (istri), sehingga tidak dapat di kualifikasi sebagai saksi dan juga tidak didukung oleh alat bukti lainnya.
“Bahwa dari uraian tersebut di atas Kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa Adam Rahayaan berkesimpulan bahwa, andaikata suatu perbuatan telah “Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara” tetapi jika dilakukan tidak secara Melawan Hukum, maka perbuatan “memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” tersebut bukan merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (vide Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 81/K/Kr/1973, tanggal 1977. juncto Putusan Mahkamah Agung Nomor : 4/PID-TPK/2022/PT.Mtr. tanggal 23 Maret 2022)”.
“Bahwa dari kualifikasi perbuatan yang dianggap Melawan Hukum, yang ditujukan kepada Terdakwa, Terbukti sangat tidak jelas sekaligus membuktikan tidak terdapat Perbuatan yang Melawan Hukum yang dilakukan oleh Terdakwa, dengan demikian, maka sangat jelas Surat Dakwaan Penuntut Umum hanya Ilusioner.
Dikarenakan Sifatnya ilusioner, maka Surat Dakwaan Penuntut Umum tidak dapat dibuktikan secara faktual berdasarkan alat bukti yang sah di
dalam Persidangan sebagaimana Ketentuan/Postulat yang berbunyi : “Actori Incumbi Onus Probandi adalah Actore Non Probante, Reus Absolvitur yang berarti Jika tidak dapat di buktikan, Terdakwa harus dibebaskan. Artinya Penuntut Umum dalam perkara pidana tidak dapat membuktikan kesalahan Terdakwa (Actore Non Probante), maka Terdakwa harus dibebaskan (Reus Absolvitur)). Sehingga unsur Secara Melawan Hukum Tidak Dapat Dibuktikan, atau setidak-tidaknya, Batal dan Tidak Sah secara Hukum”.
“Bahwa berdasarkan fakta telah jelas Terdakwa Adam Rahayaan tidak pernah menerima uang atau mendapat keuntungan,dan juga tidak ada hubungannya dengan momen politik karena pendapat negatif Penuntut Umum berdasarkan keterangan Muhamad Renhoran yang mendengar ceritanya dari saksi Rini Badong (istri) yang keterangan mereka berdiri sendiri sendiri dan Keterangan Muhamad Renhoran tidak dapat di kualifikasi sebagai saksi karena hanya mendengar cerita, dan keterangan keterangan tersebut telah dibantah oleh saksi Saleh Labetubun dan saksi Nurmila Renyaan bahwa tidak benar bahwa itu adalah beras Aman dan harus memilih pasangan Aman. Sehingga tidak relevan dengan unsur konsep Delik yang dimaksud dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa Adam Rahayaan berpendapat bahwa perbuatan “Menyalahgunakan Kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya Karena Jabatan atau pun Kedudukan” sebagaimana diuraikan oleh Penuntut Umum dalam Dakwaannya Tidak Terbukti”.
“Bahwa, tidak ada satu saksi-pun maupun alat bukti lain yang secara nyata dapat membuktikan Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan korupsi”. “Maka kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa Adam Rahayaan memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim untuk memutuskan , sebagai berikut
“Menyatakan Terdakwa Adam Rahayaan TIDAK TERBUKTI SECARA SAH DAN MEYAKINKAN bersalah melakukan Tindak Pidana sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam: Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal (3), juncto Pasal 18 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) Undang Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang Undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat (10) Ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 KUHP”.
“MEMBEBASKAN TERDAKWA Adam Rahayaan dari segala Dakwaan (vrijspraak) atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa dari segala Tuntutan Hukum (onslag van alle rechtsvervolging);
Memerintahkan kepada Penuntut Umum untuk mengembalikan dan menempatkan kembali nama baik dan/atau kedudukan Terdakwa Adam Rahayaan ke kedudukannya semula;
Memerintahkan Penuntut Umum dengan tanpa syarat apa pun untuk mengeluarkan Terdakwa dari dalam Tahanan serta
Membebankan biaya perkara ini pada negara. (RM-03)
Discussion about this post