REFMAL.ID.AMBON – Yayasan Abhipraya Cendekia Indonesia (YAICI) bekerja sama dengan BP Muslimat NU untuk melakukan edukasi terkait dengan konsumsi Susu Kental Manis (SKM) di Provinsi Maluku. Kental Manis Masih dijadikan Minuman Susu, YAICI Temui Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Dukung Edukasi Gizi untuk Masyarakat Maluku.
Pertemuan tersebut di kantor Gubernur Maluku bersama Pj Gubernur Makuku, Sadli le. Setelah itu YAICI kunjungan lapangan tepat di desa Laha, Kampung Baru, Kecamatan Teluk Ambon, Maluku, melakukan sosialisasikan kepada kader – kader Muslimat NU Wilayah Maluku, Kabupaten Kota dan beberapa orang tua yang anaknya memang terkena stunting.
Ada tiga bidang yang kita kerja yaitu melakukan penelitian, advokasi, dan sosialisasi, termasuk mendatangi instansi – instansi terkait untuk mempengaruhi kebijakan dari pusat salah satunya adalah kebijakan yang masih menampilkan anak kecil di iklan SKM tersebut.
Hal ini disampaikan Ketua Harian Peneliti YAICI Arif Hidayat, kepada insan pers di caffe pelangi, Waihaong, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Selasa (16/7/2024).
Penelitian yang dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) melihat persepsi masyarakat sangat tinggi terkait dengan keberadaan SKM. Presepsi masyarakat menganggap 97 persen itu sebagai susu kental manis.
“Jadi itu sangat tinggi karena belum ada intervensi dari pemerintah, sehingga kami masuk untuk merubah kebijakan iklan susu kental manis tersebut”.
Kami telah temui PJ Gubernur Maluku Sadli Ie meminta organisasi masyarakat PP Muslimat NU berkoordinasi dengan jajarannya untuk memberikan edukasi gizi untuk masyarakat. Dalam pertemuan antara PP Muslimat NU, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) tersebut berlangsung di kantor Gubernur Propinsi Maluku, Selasa 15 Juni 2024.
PJ menyampaikan bahwa Stunting di Maluku sebelumnya 26%, tapi tahun ini menjadi 28%,” jelas Sadli Ie. Oleh karena itu, menurut Sadli dukungan kerjasama dan kolaborasi dengan berbagai pihak termasuk dengan organisasi masyarakat seperti PP Muslimat NU diperlukan.
Pengentasan stunting di Maluku, disampaikan Sadli harus di mulai sejak dini. Sebab, salah satu penyebab stunting dan permasalahan gizi tersebut adalah kesalahan asupan makanan, baik oleh anak-anak, remaja hingga dewasa. Termasuk kebiasaan konsumsi kental manis yang masih diberikan sebagai minuman susu untuk anak.
Termasuk kebiasaan menjadikan kental manis sebagai susu, ini juga dapat menjadi penyebab stunting. Memang ini baru, justru karena itu harus disosialisasikan,” tegas Sadili Ie. Untuk itu ia juga meminta organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk menangani hal ini.
Sementara Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU dr. Erna Yulia Soefihara mengatakan PP Muslimat NU telah berkomitmen dalam mendukung upaya pemerintah untuk menekan angka prevalensi stunting. “Kita di NU tidak hanya mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan agama saja, namun juga pendidikan dan kesehatan, seperti edukasi gizi untuk masyarakat agar masyarakat jangan sampai salah mengkonsumsi susu. Seperti kental manis ini, karena ini bukan susu yang untuk dikonsumsi anak-anak sebagai minuman susu,” jelas Erna.
Sebagaimana diketahui, persoalan kental manis telah menjadi sorotan publik sejak badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan Peraturan BPOM no. 18 tahun 2018 tentang label pangan olahan. Melalui regulasi tersebut, BPOM melarang penggunaan kental manis sebagai pengganti susu dan sumber gizi serta larangan penggunaan visual anak di bawah 5 tahun untuk label maupun iklan promosinya.
Terbaru, BPOM juga mengesahkan Perturan BPOM No. 26 tahun 2021 yang mengatur tentang perubahan takaran saji. Sebelumnya, pada label kemasan per takaran saji kental manis adalah sekitar 48 gr. Dalam peraturan terbaru, BPOM mengurangi menjadi 15 – 30 gr. (RM-04)
Discussion about this post