REFMAL.ID,Ambon – “Dunia ini panggung sandiwara. Cerita yang mudah berubah. Ada peran wajar dan ada peran yang berpura-pura,” begitu penggalan lirik salah satu lagu lawas nasional di era 1980-1990an yang dipopulerkan roker Nicky Astria. Banyak pelawak atau komedian yang berperan wajar, tapi ada juga (komedian) dan curi tenar di setiap kisah yang tersaji di panggung sandiwara ini.
Banyak yang ingin meraih kesuksesan dengan menutupi peluang orang lain. Banyak juga yang ingin berhasil di bawah ketiak orang lain. Lucu-luculah kisahnya.
Tapi, di dunia jurnalistik lain lagi. Di belantara jurnalistik orang hanya mengenal peristiwa, fakta yang terverifikasi, tokoh/sumber berita, kronologis kejadian, dan solusi atau cara mengatasi persoalan. Atau patronnya: “5W+ 1 H+S.
Jika diterjemahkan detail maka “What”: Apa, “Who”:Siapa?, “Where”: Di mana?, “When”: Kapan?/Bilamana?, “Why”: Mengapa? (5W) + “How”: Bagaimana? (1 H)/”Solution: Jalan keluar (S).
Relevansinya dengan tokoh atau subjek pemberitaan pers, dunia jurnalistik hanya membuka ruang untuk menyampaikan “hak jawab” bagi setiap orang (atau narasumber) yang merasa dirugikan akibat pemberitaan pers hal mana termaktub di dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sejatinya hak jawab hanya diberikan ruang oleh UU Pers ke narasumber atau orang yang dirugikan akibat pemberitaan pers atau suatu institusi media massa.
Tidak bagi yang lain. Sekali lagi, tidak bagi yang lain. Jika, hak jawab tidak dilayani media massa bersangkutan, maka media massa tersebut dapat dilaporkan masyarakat yang merasa dirugikan atas dugaan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (KEJ) oleh Dewan Pers sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c UU Pers. Dalam konteks legal formal UU Pers di atas, hanya Dewan Pers yang diberikan kewenangan atribusi oleh UU untuk menganalisa dan mengkaji apakah berita atau karya jurnalistik yang diadukan itu sudah sesuai pedoman KEJ ataukah belum. Tidak ada lembaga lain atau siapapun yang diberikan kewenangan untuk menguji dan melecehkan produk jurnalistik, sebab jurnalis (wartawan) memiliki hak imunitas (kekebalan hukum) terhadap laporan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 310 KUHP, jurnalis dan karya jurnalistik (berita) tak bisa dipidana atas sangkaan pelanggaran UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) secara “mutatis mutandis”.
Dengan begitu, orang-orang atau setiap orang yang tidak punya kedudukan hukum (legal standing) baik sebagai anggota Dewan Pers maupun Ahli Media yang dengan sengaja mencari tenar (paksa top) atau mencuri perhatian publik di media sosial (tiktok, instagram, fesbuk dan sebagainya) seraya menyudutkan atau mendiskreditkan suatu pemberitaan di media massa, praktis oknum-oknum tersebut, layak dikualifisir “tikus-tikus got” dan musang (kosakata Ambon disebut “tinggalong”) lapar perhatian yang gemar mencuri perhatian di hutan belantara jurnalistik.
Kata orang Ambon: “Ale kapasitas apa kritik karya jurnalistik?”. “Biking diri tuh harus ukur diri dan tahu diri lai!”. Sejurus dengan itu, dugaan penghinaan komedian lokal jebolan Universitas “Ali Topan Anak Jalanan” yang senyatanya ingin cari panggung besar dan haus ketenaran macam Jhon Laratmasse terhadap referensimaluku.id adalah personifikasi dari karakter pecundang yang tak lebih terhormat dari “tikus-tikus got” yang berebut sisa-sisa kotoran di rel kekuasaan dan dinamika politik Kota Ambon yang juga penuh sandiwara.
Alhasil, ada dua kemungkinan mengapa sampai “tikus got” dan “tinggalong sok pintar” macam JL nekad melecehkan referensimaluku.id? Pertama, JL diduga bagian dari tim sukses salah satu bakal calon Walikota Ambon 2024-2029 yang diserang habis-habisan oleh redaksi Referensimaluku.id hal mana didukung pernyataan advokat senior nasional Kamarudin Simanjuntak yang memegang kliping berita Referensimaluku.id tentang potensi korupsi pengadaan pakaian dinas Penjabat Walikota Ambon selama setahun yang mencapai Rp. 400.000.000 (empat ratus juta rupiah), dan yang kedua, JL secara tidak langsung ingin mencari popularitas murahan dan menggunakan cara kampungan di tiktok seraya melecehkan referensimaluku.id.
Maklum saja. Referensimaluku.id adalah media siber berciri khas Maluku yang lagi naik daun karena sudah empat kali dilaporkan masyarakat ke Dewan Pers lalu disidang di Dewan Pers, tetapi lolos sanksi administratif dan etika karena pemberitaannya tidak pernah melangkahi KEJ atau Kode Perilaku Wartawan. Tunggu episode berikut! (Tim RM/1)
Discussion about this post