Referensimaluku.id,Ambon-Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Ambon Said Bahrum Rahayaan, meminta Kapolda Maluku Inspektur Jenderal (Irjen) Polisi Lotharia Latif segera mencopot Kapolsek Waeapo, dari jabatannya.
Pasalnya, Polsek Waeapo terkesan lamban dalam melakukan pengusutan terhadap laporan kasus kekerasan bersama terhadap Riki Nurlatu (RN) pada beberapa waktu lalu.
Menurut Rahayaan, laporan pidana kasus kekerasan bersama sebagaimana dimaksud dan diancam Pasal 170 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ini sudah dilaporkan korban dan kuasanya sejak 4 Maret 2023 dengan bukti Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor : STPL/02/III/2023/Polsek, dan ditandatangani petugas Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Isra Husen. Akan tetapi, sampai sejauh ini progres penanganan kasus tidak pernah diketahui korban maupun publik.
“Kami DPC GMNI Ambon memohon agar Kapolsek Waeapo tidak masuk angin dalam rangka penegakan hukum di wilayah hukumnya di sana, apalagi kasus penganiayaan yang dilaporkan itu terjadi di dekat areal tambang Gunung Botak, Kabupaten Buru. Takutnya, kalau kasus-kasus ini tidak diproses, maka tindakan kriminal yang terjadi di sana bisa saja ada yang lebih fatal lagi di kemudian hari,” ungkap Rahayaan, kepada media online ini via WhatsApp, Kamis (9/3/2023).
Rahayaan mengaku sejak laporan kasus ini ke Polsek Waeapo pada 4 Maret, pada saat laporan masuk, polisi sudah melakukan pemeriksaan terhadap RN dan melakukan visum atas luka yang diderita korban. Hanya saja, sejauh ini keluarga RN tidak lagi mendengar apa progres selanjutnya dari penanganan kasus ini.
“Sebagai OKP kita minta agar para pelaku segera ditangkap dan ditahan. Menurut pengakuan saudara RN selaku korban, polisi harus memeriksa pelaku utama yang bercekcok dengan korban sebelum korban diserang para pelaku yang tidak dikenal korban. Kalau saja sudah diamankan pelaku yang cekcok dengan korban, maka para pelaku yang menganiaya korban bersama-sama pasti sudah ketahui dan dengan mudah mereka semua dapat ditangkap,”jelasnya.
Untuk itu, tegas Rahayaan, DPC GMNI Ambon tetap mengawal jalannya penyelidikan, penyidikan serta penetapan para tersangka dalam perkara ini.
“Tidak ada orang yang kebal hukum. Jadi kalau siapa yang bersalah harus diproses hukum, namun kalau Kapolsek tidak profesional, kami minta copot dia saja dari jabatannya,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan dugaan tindak pidana kekerasan bersama yang dilakukan sejumlah Orang Tak Dikenal (OTK) terhadap RN Riki Nurlatu terjadi pada Jumat, 3 Maret 2023 sekira pukul 00.00 WIT di kawasan Pagar Seng Dusun Wansait, Desa Dava, Kecamatan Wailata,Kabupaten Buru, sejauh ini belum disikapi Polsek Waeapo, Kepolisian Resort (Polres) Buru.
Padahal, laporan pidana sudah disampaikan secara resmi oleh korban ke Polsek Waeapo sejak 4 Maret 2023 dengan bukti Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor : STPL/02/III/2023/Polsek.
Menyikapi hal itu, keluarga korban meminta agar Polsek Waeapo cepat menindaklanjuti laporan tersebut, segera melakukan penyelidikan untuk menangkap para pelaku kekerasan bersama tersebut.
“Kami keluarga korban minta pihak Polres Pulau Buru dalam hal ini Polsek Waeapo agar serius dalam menangani perkara kekerasan bersama atau pengoroyokan yang di duga dilakukan beberapa orang terhadap saudara kami Riki Nurlatu yang mengakibatkan luka serius di bagian kepala,” ungkap Jitro Nurlatu, kepada media online ini di Ambon, Rabu (8/3).
Jitro, yang juga bertindak sebagai kuasa hukum RN mengaku heran peristiwa penganiayaan ini sudah dilaporkan di Polsek sejak 4 Maret 2023, akan tetapi hingga saat para pelaku belum juga ditangkap.
“Apakah karena tidak ada keseriusan dari penyidik untuk menangani perkara ini. Kami sendiri tidak tahu. Tapi besar harapan kami, pelaku segara ditemukan dan ditangkap. Kalau memang pihak kepolisan tidak mampu mencari pelaku tolong sampaikan biar kami keluarga yang cari pelaku,” terangnya.
Menurut Jitro, tindak pidana ini terjadi daerah Gunung Botak Kabupaten Buru, karena itu keluarga korban memohon agar kepolisian serius dalam mengusut kasus tersebut.
“Kami harap pihak kepolisian serius untuk menangani perkara ini biar tidak ada asumsi di masyarakat kalau di Gunung Botak itu dearah bebas hukum. Karena sudah ada di benak masyarakat kalau Gunung Botak itu daerah bebas hukum dan dapat dilihat pada pengelolan pertambangan dengan menggunakan sianida dan obat-obat terlarang lainnya, namun tidak ada apat penegakan hukum (APH) yang dapat mengusut hal ini secara serius,”bebernya.
Karena itu, lanjut Jitro, sebagai keluarga korban dan juga praktisi hukum, dia meminta kepada Kapolda Maluku untuk mengevaluasi kenerja Kapolres Pulau Buru berkaitan dengan penegakan hukum di Gunung Botak.
“Hal ini sangat perlu agar dapat mengurangi tindakan-tindakan kriminal di Gunung Botak. Dan sekali lagi kami berharap agar kepolisian dengan secepatnya menangkap para pelaku penganiayaan RN,” kuncinya. (RM-04)
Discussion about this post