Referensimaluku.id,-Namlea- Penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku diduga tabrak aturan saat melakukan penangkapan terhadap dua tersangka, Marwan dan Lukman Lataka, atas kasus Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Gunung Botak Kabupaten Buru.
Kuasa hukum tersangka Marwan, Rizal Tuharea SH, kepada wartawan mengatakan, Polda Maluku telah melakukan pembohongan publik dengan merekayasa fakta penangkapan tersangka Marwan dan Lukman Lataka.
Menurutnya, yang disampaikan Polda Maluku, tersangka Marwan ditangkap di lokasi PETI Gunung Botak, padahal faktanya, tersangka hanya berada di rumah di kawasan Poka, Teluk Ambon, Kota Ambon.
Sesuai pernyataan Kasubdit IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Maluku, Kompol Andi Zulkifi, kegiatan PETI yang dilakukan dua tersangka terungkap saat tim penyidik mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) pada Kamis (10/11) sekira pukul 14.30 WIT. Padahal, faktanya tidak seperti itu.
Selain itu, pada saat dilakukan penangkapan pada tanggal 23 November 2022, di hari penangkapan tersangka Marwan di kediamannya, 15 menit sebelumnya,tersangka menerima pesan WhatsApp dari Sirait, pemilik Hotel Amboina yang juga selaku Direktur Pelaksana PIP.
“Dalam pesan itu menyatakan “malam ini Yudi berangkat ke Namlea untuk mengatur perendaman dan berkoordonasi dengan pak Robot pemilik lahan”. Bukti percakapan WhatsApp tersebut Marwan kemudian sampaikan ke penyidik, dimana Yudi sebenarnya terlibat dalam proses perendaman itu tetapi penyidik tidak mau nama Yudi tertuang dalam BAP. Ternyata diketahui Yudi ini adalah kerabat dari salah satu penyidik,” jelasnya.
Kemudian, kata dia, tersangka saat itu menolak menandatangani BAP, karena belum ada pengacara yang didampingi sesuai dengan hukum acara. Tetapi penyidik memaksa untuk tanandatangani dan mengancam kalau tidak tandatangan akan lebih rumit untuk tersangka.
“Padahal tidak tandatangan BAP di dalam BAP itu hak seseorang tersangka untuk membela diri, karena berdasarkan pasal 118 KUHAP penyidik wajib membuat berita acara penolakan tandatangan BAP disertai dengan alasan ditolak tandatangan,” imbuhnya.
Tuharea melanjutkan, Polda Maluku berdalih bahwa kedua tersangka ditangkap di TKP, sesuai Laporan Polisi (LP) model A, yang diterima kuasa hukum. Namun ternyata, hal itu salahi aturan.
“Sesuai Perkap Kapolri nomor 6 tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana, LP model A Harusnya itu kasus yang dilihat dan dialami langsung di tempat kejadian, jadi memang Polda Maluku telah melakukan kriminalisasi hukum. Karena jelas tersangka Marwan tidak ditangkap di Gunung Botak tapi dijemput di rumahnya,” jelasnya.
Pengacara Muda ini mengaku, diduga selama ini Polisi juga tebang pilih dalam melakukan penertiban terhadap oknum penambang ilegal di Gunung Botak.
Sesuai pengakuan Marwan, kata Tuharea, ada sekitar 700 bak rendaman mas yang masih beroperasi di Jalur H. Wamsait, Gunung Botak dan aktifitas itu masih berlangsung sampai sekarang.
“Kalau memang polisi bilang di sana tidak ada lagi aktifitas PETI itu tidak benar, ini bukti-bukti 700 bak rendaman mas yang beroperasi,” tegas Tuharea seraya memperlihatkan bukti video dokumentasi tersebut.
Menurutnya, Polisi diduga tetapkan Marwan sebagai tersangka tidak memenuhi dua alat bukti sesuai KUHAPidana 184.
Pasalnya, Marwan ditetapkan tersangka tidak ada alat bukti yang mendukung bukti penyidik menetapkan tersangka.
“Penyidik waktu tangkap tersangka Lukman Lataka, penyidik langsung sita HP Lataka, selanjutnya mereka mencari tahu, penyidik lihat ada bukti transfer sebesar Rp.10 juta. Padahal uang itu uang pinjaman Marwan ke Lataka,” terangnya.
Penyidik Polda Maluku, lanjut Tuharea, menetapkan Marwan dengan pasal 55 turut serta, sedangkan pelaku utama sampai kini belum juga ditahan, ini ada apa.Jika memang aktifitas PETI Gunung Botak diberantas tuntas, Polda Maluku harus berani menangkap para pelaku-pelaku tersebut.
Di tempat yang sama, kuasa hukum tersangka Lukman Lataka, Ajid Titahelu mengatakan, saat dilakukan penangkapan kliennya, ada 7 orang ditangkap di lokasi PETI dan satu pelaku di rumah. Namun herannya hanya kliennya saja yang ditangkap dan diproses hukum.
Kata dia, waktu diinterogasi tersangka Lukman Lataka, terkait kepemilikan sianida. Tersangka mengaku sianida itu pemiliknya salah satu oknum Brimod berinisial NT.
Selanjutnya, penyidik menanyakan kembali ke Lukman, apakah tersangka punya bukti jangan sampai tersangka mencemarkan nama baik orang yang bisa berimbas ke proses hukum.
“Ada juga di BAP tersangka, nama dan keterangan NT tidak dimasukan dalam di BAP tersangka. Hal yang ganjal juga, tersangka saat waktu ditangkap tersangka disekap selama 8 hari di salah Hotel di Namlea,” jelasnya.
Yang menjadi pertanyaan, lanjut dia, mengapa oknum Brimob tersebut tidak dijadikan sebagai tersangka, sementara bukti keterlibatan yang bersangkuran benar adanya.
“Kita berani buktikan hal ini karena tersangka Lukman pernah Transfer uang melalui rekening ke istri NT. Nah apakah bukti-bukti ini tidak bisa penyidik menjadikan NT sebagai tersangka. Pada prinsipnya klien kami minta keadilan dari Kapolda Maluku,” terangnya.
Dia melanjutnya, proses penangkapan Lukman Lataka diketahui cacat prodesur. Dimana, sesuai LP/A/506/XI/2022/SPKT/Ditkrimsus/Polda Maluku tertanggal 17 November 2022. Tetapi ternyata tersangka ditangkap mendahului laporan polisi tanggal 11 November 2022.
“Tersangka juga disekap di hotel selama 8 hari baru tanggal 19 dibawa ke Polda. Jadi ini sangat jelas salah prosedur dan dipaksakan serta diskriminatif,” tandasnya.
Sementara itu saat di hubungi,Mansur Lataka selaku kuasa direktur S3 mengatakan, penyidik Krimsus Polda Maluku telah melakukan tindakan obstraction of justice”
” Saya sudah menyiapkan bukti bahwa Oknum Brimob AK yang backup kegiatan PETI atas suruhan HS sebagaimana yang di akui oleh AK di Markas Brimob Namlea di hadapan pimpinannya dan saya punya bukti rekamannya,” jelasnya.
Demikian pula dengan YT, kata dia bagaimana dia menelpon bahwa dia merupakan utusan HS.
“Jadi saya pastikan tindakan obstraction of justice akan sampai ke Kapolri serta Propam mabes polri apa lagi back up kegiatan PETI oleh polisi sangat diskriminatif,” jelasnya.
Menurutnya, Direktur Krimsus Khusus dan Kapolda Maluku harus bertanggung jawab atas ketidak becusan anak buahnya.
Ribuan Orang yang Melakukan Perendaman di Gunung Botak tapi hanya Lukman Yg ditangkap.
“Pada hal hari itu Kopolres dan tim Terpadu Hanya Melakukan Penertiban.Tapi beda Langkah yang di Ambil tim Polda yang Turun malah menangkap Lukman di Namlea Bukan Di gunung Botak..dan di Sekap di Hotel Tektona Selama Satu Minggu. Sedangkan 8 orang yang di jaring hanya adik saya yang di tahan sisanya di lepas dan patut di duga ada tindakan tutup mulut ke mereka,” pungkasnya. (RM-06)
Discussion about this post