Referensi Maluku.id,-Piru-Tim penyidik Satreskrim Polres Seram Bagian Barat diminta tidak masuk angin dalam proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana penggelapan sertifikat tanah milik salah satu warga Piru, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten SBB.
Alasannya, terhadap pentahapan pengusutan kasus ini, telah ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Sehingga jika penanganan perkara di tahap penyidikan, maka dipastikan penyidik sudah mengantogi dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan tersangka.
“Namun anehnya, polisi sampai kini acuh, atau pura-pura tidak tahu dengan penyidikan perkara ini, sebagai kuasa hukum kita pertanyakan hal ini ke penegak hukum Polres SBB, mengapa kasus ini belum juga ada tersangka,” ungkap Ferry Ch. Latupeirissa, kuasa hukum dari pelapor Johanes Laturake,kepada wartawan di Ambon, Jumat (24/6).
Kata Ferry, para terlapor dalam kasus ini yang dilaporkan ke Polres SBB, yakni Steven Laturake dan Thomas Laturake sementara Ato Laturake selaku oknum TNI dilaporkan ke POMDAM XVI/Pattimura.
Menurutnya, terhadap penyidikan kasus ini sudah berjalan begitu lama, namun tidak ada progres yang ditunjukan penyidik terhadap laporan tersebut, padahal, sejumlah saksi-saksi terkait telah dipanggil untuk diperiksa.
“Sejumlah saksi-saksi telah dipanggil untuk diperiksa, bahkan sejak kasus ini dari penyelidikan sampai di tingkatkan ke penyidikan pun pemeriksaan saksi-saksi terus dilakukan, namun ketika selesai periksa saksi-saksi, tidaklanjutnya tidak ada lagi. Nah, ini yang membuat kami sebagai pelapor dan kuasa hukum kecewa atas kinerja polisi,”imbuhnya.
Memang benar, lanjut Ferry, proses perdata yang sedang berjalan, namun penyidik harus bedahkan, mana itu sisi perdana dan pidana.
Mengingat, gugatan perdata tersebut berbicara mengenai hak kepemilikan, sementara untuk laporan pidana dugaan penggelapan sertifikat murni sebuah tindak pidana yang harus diusut penyidik di situ.
“Jadi memang masalah perdata ini sementara jalan bahkan saat ini masih di tingkat kasasi, namun perdata berbicara mengenai hak kepemilikan, beda dengan laporan pidana penggelapan hak sertifikat yang dilaporkan itu, karena itu murni peristiwa tindak pidana di dalamnya, hal ini diketahui berdasarkan pemeriksaan terlapor itu sendiri,” ujarnya.
Ferry mengaku, terhadap proses pengusutan perkara ini dibilang cukup lama, mengapa, tahun 2019, pelapor memasukan laporan aduan, polisi tingkatkan laporan polisi tahun 2020. Sementara berlanjut sampai 2022 sudah naik penyidikan, tapi hingga kini belum ada langkah signifikat apa-apa.
“Kita hanya ingatkan kepada Polres SBB agar jangan mencoba bermain dalam perkara ini, karena sebagai warga negara yang baik pastinya kita taat terhadap proses hukum, namun penyidik juga harus tahu kalau kita sedang kawal proses penyidikan perkara ini, sehingga lebih baiknya segera tetapkan tersangka di kasus ini,” tandas Ferry.
Sebelumnya diberitakan, diduga Ato Laturake, Steven Laturake dan Thomas Laturake bekerjasama untuk melakukan penggelapan sertifikat hak milik atas nama Johanes Laturake selaku pelapor.
Hal ini diungkapkan kuasa hukum Johanes Laturake, Ferry Ch. Latupeirissa kepada wartawan Selasa 9 Februari 2021 lalu.
Fery menjelaskan, untuk oknum anggota TNI atas nama Kapten Inf Ato Laturake, persoalannya sudah di laporkan ke POMDAM XVI/Pattimura.
“Kami tadi sudah melaporkan saudara Kapten Inf Ato Laturake ke POMDAM XVI/Pattimura. Dan penanganannya seperti apa kami serahkan sepenuhnya kepada pihak Pomdam, ” ujar Latupeirissa.
Sedangkan untuk dua warga sipil lainnya yang diduga ikut terlibat dalam kasus ini lanjut Latupeirissa, pihaknya sudah melaporkan keduanya ke Polres SBB beberapa waktu lalu. Dan kini kasusnya sudah memasuki tahapan penyidikan.
“Namun sayangnya untuk laporan di Polres SBB yang sudah kurang lebih 6 bulan ini, seakan tidak menunjukan perkembangan apa apa. Pasalnya hingga kini polisi belum menetapkan tersangka, padahal status kasusnya sudah dalam.tahapan penyidikan, ” papar Latupeirissa.
Awal mula kasus ini lanjut Latupeirissa, bermula ketika kliennya Johanes Laturake selaku pemilik sertifikat hak milik nomor 438 atas tanah seluas kurang lebih 879 meter persegi mendapat musibah. Dimana anaknya harus berurusan dengan polisi lantaran mendorong salah satu temannya hingga terjatuh hingga tangannya patah.
Setelah dilakukan mediasi perdamaian di kantor polisi, korban yang lengannya patah setuju untuk berdamai dengan syarat keluarga Johanes Laturake harus mengganti biaya pengobatan, dan saat itu disetujui.
Namun lantaran saat itu belum memiliki cukup uang karena Johanes Laturake baru saja keluar dari perawatan di rumah sakit, akhirnya Johanes Laturake menyuruh anaknya untuk mencari pinjaman dengan menjaminkan sertifikat tanah milik Johanes Laturake.
Saat itu anak Johanes Laturake mendatangi kerabatnya guna meminjam uang dengan memberikan jaminan sertifikat, dan nantinya jaminan tersebut akan diambil setelah mereka mengembalikan pinjaman tersebut. Kemudian Kapten Inf Ato Laturake bersama dua kerabatnya yakni Steven Laturake dan Thomas Laturake mengambil uang pada seseorang dan menyerahkan uang tersebut kepada anak dari Johanes Laturake dan kemudian Kapten Inf Ato Laturake mengambil sertifikat tersebut.
Beberapa waktu kemudian, Johanes Laturake mendatangi orang yang meminjamkan uang kepada anaknya dengan tujuan mengembalikan pinjaman tersebut sekaligus mengambil sertifikat tanah miliknya yang dijadikan jaminan. Namun saat itu baru diketahui bahwa sertifikat tanah miliknya itu berada ditangan Kapten Inf Ato Laturake dan kedua saudaranya.
Mendapati kenyataan tersebut Johanes Laturake lantas mendatangi Kapten Inf Ato Laturake dan kedua saudaranya untuk meminta kembali sertifikat tanah miliknya sekaligus mengembalikan uang yang dipinjam anaknya itu. Namun hal ini ditolak Kapten Inf Ato Laturake. Ato Laturake berdalih bahwa tanah tersebut adalah milik keluarga dan bukan milik Johanes Laturake.
“Kalau oknum TNI ini mengatakan bahwa tanah tersebut adalah milik keluarga, maka dia harus membuktikan hal tersebut. Di dalam sertifikat nomor 438 jelas disebutkan bahwa tanah seluas 879 meter persegi adalah milik Johanes Laturake. Lalu hak apa sampai Kapten Inf Ato Laturake menahan sertifikat tersebut, ” beber Latupeirissa.
Setelah melihat gelagat tidak beres, Johanes Laturake dan kuasa hukumnya lantas melaporkan Steven Laturake dan Thomas Laturake ke Polres SBB dengan sangkaan penggelapan. Dan saat kasus ini bergulir di polisi, Steven dan Thomas Laturake mengakui bahwa sertifikat tanah milik Johanes Laturake ini ada ditangan Kapten Inf Ato Laturake. Bahkan Kapten Ato Laturake juga mengakui hal tersebut dihadapan polisi.
Ironisnya ketika Polisi dari Polres SBB hendak menjemput paksa Steven dan Thomas Laturake, lantaran keduanya tidak memenuhi panggilan penyidik sebanyak tiga kali. Ternyata baik Steven maupun Thomas Laturake telah melarikan diri dari kediaman mereka.
Ferry mengakui upaya menggelapkan sertifikat tanah milik Johanes Laturake oleh Kapten Inf Ato Laturake ini bukan untuk pertama kali. Dulunya Kapten Ato Laturake juga pernah mencoba menggelapkan sertifikat tanah milik Johanes Laturake itu dan sempat dilaporkan ke kesatuannya. Ketika mengetahui kalau dirinya dilaporkan, Kapten Ato Laturake lantas mengembalikan sertifikat tersebut.
Disamping itu lanjut Ferry, Ato Laturake juga sempat mengancam akan memukul kliennya jika kliennya ini melaporkan kasus ini ke atasannya.
“Jika Kapten Ato Laturake menyatakan bahwa tanah tersebut bukan milik Johanes Laturake maka oknum TNI harus membuktikannya bukan malah menyimpan sertifikat tersebut. Itu berarti ada indikasi upaya penggelapan sertifikat milik klien saya yang diduga dilakukan oleh Kapten Ato Laturake dan kedua saudaranya,”pungkas Ferry.(RM-06)
Discussion about this post