Referensimaluku.id.Ambon-Pengurus Daerah (Pengda) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Maluku mengecam keras insiden pemukulan jurnalis Muhammad Nurdin Kaisupy dan desain grafis Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas IAIN Ambon Pebrianto.
Pemukulan keduanya diduga dilakukan tiga orang yang mengaku kerabat dekat Yusuf Laisouw, Ketua Jurusan Sosiologi Agama IAIN Ambon.
Kejadian itu terjadi di Ruang Redaksi, Lantai 2 Gedung Ushuludin Dakwah IAIN Ambon Selasa, (15/3/2022) pukul 11.30 WIT.
Kedua korban pemukulan ini terlibat dalam proyek liputan khusus bertajuk “IAIN Ambon Rawan Pelecehan” itu. Aksi pemukulan bermula ketika Ketua Jurusan Sosiologi Agama di Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (Uswah) Yusup Laisouw mendatangi sekretariat Lintas di Gedung Kembar Lantai dua pada Selasa, 15 Maret 2022, sekira pukul 12.00 waktu setempat.
Kedatangan Yusup bertujuan bertemu penanggungjawab majalah supaya mengklarifikasi pernyataannya di dalam artikel berjudul “Tutup Kasus Itu…”. Dalam berita ini, Yusup dua kali meminta salah satu korban kekerasan seksual menghapus dan tidak menyebarkan obrolan bernada mesum yang dikirim pelaku yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi IAIN Ambon berinisial IL.
Menurut Yusup, pernyataannya di dalam berita berjudul “Tutup Kasus Itu…”, yang memaksa Mirna menghapus bukti chat IL, tidak sesuai fakta. Ia juga mempermasalahkan fotonya dimuat di majalah tersebut.
Yusup akhirnya mendesak kedua korban memanggil penanggung jawab majalah. Ia mengancam akan membawa keluarganya menyeruduk sekretariat Lintas jika tidak bertemu penanggungjawab majalah. “Sekarang telepon dong (mereka) datang ke mari. Kalau tidak, wallahi billah, beta suruh masyarakat datang,” ancam Yusup. “Beta kasih tahu ini, beta siap tanggung jawab,” timpal Yusuf Lagi.
Sekitar lima menit setelah Yusup meninggalkan kantor Lintas, datang tiga pria yang mengaku keluarga dekat Yusuf. Ketiga pria, yang diduga mahasiswa IAIN Ambon ini pun menuduh berita kekerasan seksual tidak sesuai fakta. “Majalah itu isinya paling banyak menuai kontroversi, tidak sesuai fakta. Berita bohong, semua ada dalam majalah itu,” kata salah satu pria.
Mereka pun mengambil majalah dan membuka artikel “Tutup Kasus Itu…”. Seorang pria berkaus merah maron langsung membanting majalah di lantai. Melihat tindakan brutal ini, salah satu korban pemukulan Nurdin menegur pria tersebut. “Itu artinya tidak menghargai katong (kita) punya karya,” kata Nurdin, yang juga menjabat sekretaris LPM Lintas.
Namun lelaki itu menjawab: “Ini bukan tidak menghargai, tetapi ini mengenai nama baik keluarga.” Tak lama lelaki ini berdiri dan melayangkan tinju ke dada Nurdin. Di waktu bersamaan, Pebrianto pun ditendang pria tersebut karena merekam peristiwa intimidasi di sekretariat Lintas itu.
Tak hanya memukul dan menendang. Tiga pria yang mengaku saudara Yusup, mantan Sekretaris Jurusan Sosiologi Agama, itu memukul kaca jendela kantor Lintas hingga gugur dan berserakan di lantai. Mereka pun berusaha merangsek masuk kantor organisasi untuk kembali memukul kedua korban, tapi datang sejumlah anggota Lintas melerai mereka.
Kasus pemukulan ini, tegas Ketua Pengda IJTI Maluku Imanuel Souhaly, bermaksud menghambat dan membatasi jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistik di ruang publik dan tindakan tersebut jelas-jelas menyalahi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang di dalamnya menjamin kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi.
“Karena kerja jurnalistik mulai dibatasi alhasil peran pers bagi kepentingan masyarakat mulai terganggu. Selain itu hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang dijamin oleh undang-undang juga terabaikan,” tegas Souhaly kepada Referensimalukuid, Selasa (15/3).
Atas hal demikian, kata Souhaly, IJTI Maluku mengeluarkan pernyataan sikap, sebagai berikut
Pertama, Mengecam tindakan pemukulan terhadap Muh Nurdin Kaisupy dan Pebrianto yang diduga dilakukan tiga kerabat, Ketua Jurusan Sosiologi Agama Yusuf Laisouw; kedua, Tindakan atau perbuatan menghalangi kegiatan jurnalistik adalah perbuatan melanggar UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 pada Pasal 18 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)” dan ketiga, IJTI mengimbau masyarakat tidak melakukan tindakan kekerasan kepada jurnalis.
Pernyataan sikap itu ditandatangani Imanuel Alfred Souhaly (Ketua IJTI Pengda Maluku), Muhammad Jaya Barends (Sekretaris IJTI Pengda Maluku) dan Pani Letahit (Ketua Divisi Advokasi dan HUmas IJTI Pengda Maluku. (RM-07)
Discussion about this post