Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Staf Dosen Fisipol Unpatti
REFMAL,-Pertama kali kita membaca kata mestizo pikiran kita pasti tertuju pada Mexico, sebuah negara yang terletak di ujung paling selatan Amerika Utara. Namun, ternyata nama negara berjuluk El Tri ini, tidak memiliki sangkut pautnya dengan kata mestizo. Asal usul nama negara ini diambil dari nama ibu kota kuno Aztek yaitu Mexico-Tenochtitlan. Mexi ialah sebagian nama Mexitli, yaitu nama dewa perang sedangkan co bermakna ‘tempat’ dan ca berarti ‘orang’.
Meski demikian, kata mestizo tetap memiliki relevansi dengan aspek demografi warga negara, yang mendiami negara-negara dikawasan Amerika Latin tersebut. Mestizo dalam bahasa Portugis, Mestiço, dalam bahasa Prancis, Métis. Selanjutnya dari bahasa Latin Belakangan, mixticius, dari bahasa Latin, mixtus, bentuk lampau sempurna dari miscere, yang miliki makna mencampur.
Mestizo merupakan istilah yang berasal dari bahasa Spanyol, yang digunakan untuk menggambarkan orang-orang yang berdarah campuran Eropa dan non-Eropa. Istilah ini biasanya diberikan kepada orang-orang yang berdarah campuran Eropa dan Indian yang tinggal di benua Amerika, dari prairie Kanada di utara hingga Argentina dan daerah Patagonia di selatan Chili.
Di tempat-tempat dan negara-negara lain yang pernah dijajah Spanyol, Portugis, atau Prancis, berbagai istilah serupa juga digunakan untuk orang-orang yang berdarah campuran Eropa dan penduduk pribumi Asia, Afrika, dan Oseania non Eropa. Di Filipina istilah Mestiso, atau Mistiso, adalah istilah generik untuk orang-orang yang berdarah campuran asing dan pribumi Filipino.(Wikipedia,2024).
***
Sebelumnya, diksi mestizo pertama kali saya baca di artikel populer penulis legendaris Maluku, Thamrin Elly di tahun 2000-an lalu, yang menghiasi media cetak lokal besar di Ambon. Uraiannya tentang orang-orang yang berdarah campuran, yang relevan dengan orang Maluku. Kemudian, saya membaca kata mestizo di karya Ziwar Effendi (1987) : “Hukum Adat Ambon-Lease”. Substansinya mirip, dimana mendiskripsikan orang-orang berdarah campuran, yang berhubungan dengan orang Maluku.
Dalam perspektif historic, orang Maluku sebenarnya dikategorikan sebagai mestizo, yakni ; orang-orang yang memiliki campuran keturunan. Mengapa demikian ?, karena Maluku merupakan wilayah rempah-rempat, seperti : Pala (Myristica fragrans) dan Cengke (Syzygium aromaticum) membuat orang Cina, Arab, dan orang Eropa (Inggris, Portugis, Spanyol, Belanda) bersaing menguasi rempah-rempah di Maluku. Sebagian dari mereka kemudian menetap dan beranak pinak di daerah berjuluk the Spice Island itu.
Hadir pula suku bangsa Nusantara di Maluku sejak dahulu kalah, seperti : Aceh, Minangkabau, Batak, Palembang, Sunda, Jawa, Madura, Banjar, Bali, Timor, Minahasa, Bugis, Makassar, Buton, Ternate, dan Papua, dengan latarbelakang sosial, politik dan ekonomi. Dimana sebagian dari mereka kemudian menetap dan beranak pinak di daerah berjuluk seribu pulau ini. Rata-rata bangsa/suku bangsa dari Asia timur, Asia barat, dan Nusantara tersebut berlatarbelakang ras Asiatic Mongoloid, Kaukasoid, Veddoid, Kaukasoid-Indic, dan ras Melanesia.
Dalam dinamikanya terjadi akulturasi ras-ras tersebut, yang diikuti pula dengan akulturasi kebudayaan. Hal ini dilihat dari warna kulit orang-orang Maluku, dimana tidak semuanya didominasi warna kulit berciri khas orang-orang ras Melanesia yang coklat tua nyaris hitam. Namun ada warna kulit berciri khas` Asiatic Mongoloid (Tionghoa), Kaukasoid (Eropa), Veddoid (India Selatan), Kaukasoid-Indic (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka).
Begitu pula terjadi akulturasi kebudayaan dari berbagai ras ini di Maluku. Hal ini bisa dilihat dalam tarian : Catreji, Lenso (Portugis), Samrah (Arab), dan Dansa Waltz (Belanda), Dalam kosa kata bahasa orang Maluku juga banyak mengadopsi kosa kata dari suku bangsa/bangsa tersebut ; kepeng (Cina), kadera (Portugis), badang (Arab), prei (belanda), dan coklat (Spanyol)
Juga dapat dilihat pada fam orang-orang di Maluku, bisa diketahui asal-usul mereka, diantaranya dari Asia Timur, Asia Barat dan Eropa Barat : Tan (Cina), Alkatiri (Arab), de Fretes (Portugis), Alfons (Spanyol), Van Capelle (Belanda). Sedangkan dari Nusantara : Padang (Minangkabau), Karo-karo (Batak), Palembang (Palembang), Semarang (Jawa), Madura (Madura), Banjar (Banjar), Bahy (Timor), Gosal (Minahasa), Wajo (Bugis), Daeng Rani (Makassar), Mandati (Buton), Lestaluhu (Ternate), dan Ozok (Papua).
Tidak hanya sebatas alkulturasi ras, dan kebudayaan saja. Tapi nama desa/kelurahan dan kecamatan di Maluku banyak mengunakan nama asal mereka, seperti di Ambon : Air Mata Cina (Cina), Opleidings School Maritiem/OSM (Belanda), Mardika (India Selatan,Nepal), dan beberapa tempat lain di Ambon. Relevan dengan itu, FriceanTutuarima (2018), dalam penggalan konklusi disertasinya : ”Etnisitas Maluku dan Identitas Kebangsaan Indonesia: Kajian Narasi Psikokultural Politik Identitas Dalam Perspektif PKn,” menyoroti sisi mestizo orang Maluku.
”Bersamaan dengan itu Maluku menjadi wilayah kontestasi berbagai suku bangsa yang ada di dunia sebagai imbas dari jalur perdagangan rempah. Pada konteks ini terjadi perjumpaan berbagai suku bangsa yang ada di dunia sehingga dalam perkembangannya, etnisitas Maluku itu mestizo dalam arti mengalami percampuran tetapi yang menguatkan adalah orang Maluku mengalami sebuah kerangka kultural yang khas yang terikat secara teritori dan diterima sebagai nilai bersama. Etnis Maluku menganggap dirinya sebagai suatu suku, suatu budaya tersendiri yang dibentuk dari warisan leluhur tetapi juga menjadi akulturasi dari Eropa, Arab dan Cina.”
Dengan demikian, narasi dalam artikel ini, tidak-lah mengada-ngada, yang mengarah pada subyektifitas sepihak. Pasalnya dalam fakta empirik orang Maluku adalah mestizo, yang secara akademik telah terbukti melalui karya disertasi, yang merupakan suatu novelty (kebaharuan). Dimana hingga saat ini belum ada penelitian terbaru di Perguruan Tinggi (PT) di tanah air, yang kemudian memfalsifikasi (mengugurkan) teori dari karya ilmiah itu dalam perspektif post positivisme., yang merupakan aspek penting dari ilmu pengetahuan dan filsafat ilmu pengetahuan. (*)
Discussion about this post