Rreferensimaluku.id, Ambon- Puluhan dokter, perawat dan tenaga kesehatan (nakes) lainnya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Marthinus Haulussy menggelar demo dan mogok kerja menuntut pembayaran jasa pelayanan mereka selama kurun 2020, 2021, 2022 dan 2023. Demo dan aksi mogok kerja digelar di pelataran atau depan pintu masuk RSUD Haulussy, Kelurahan Kudamati, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon,Senin (18/12/2023) pagi sekira pukul 08.30 WIT.
“Kami akan menutup ruangan IGD, ruangan rawat inap dan ruangan lain di RSUD Haulussy sampai uang jasa pelayanan kami dibayarkan manajemen RSUD Haulussy dan Pemerintah Provinsi Maluku,” cetus dr. Isabela Huliselan, Sp. FK sebelum menutup orasinya di depan para nakes. Dia menguraikan di RSUD Haulussy terdapat lebih kurang 600 Nakes Aparatur Sipil Negara (ASN), Nakes Non ASN, Honor Daerah (Honda) dan Tenaga Kerja Sukarela (TKS). “Untuk mendapatkan jasa pelayanan yang menjadi hak kami sejak 2020 hingga 2023 hampir Rp 26 Miliar yang belum kami dapatkan atau belum dibayarkan,” urainya.
Huliselan menyebutkan hingga saat ini seluruh Nakes RSUD Haulussy belum memperoleh uang jasa pelayanan Medical Check Up (MCU) Tahun 2021. “Jasa pelayanan MCU masuk ke dalam Peraturan Daerah (Perda). Jasa pelayanan Perda Tahun 2021 sudah dibayar, tetapi MCU yang masuk ke dalam Perda belum dibayarkan karena terdapat ketidaksesuaian data bagian keuangan dengan data yang dimiliki dokter, perawat dan paramedis yang memberikan pelayanan. Data jumlah pasien MCU 2021 di bagian keuangan lebih sedikit dari data pada dokter, perawat dan paramedis karena ketika mereka memberikan layanan MCU, mereka juga mencatat, sehingga mereka juga memiliki catatan berapa jumlah pasien yang mereka layani, sehingga dokter, perawat dan paramedis menolak menerima jasa pelayanan MCU 2021 tersebut,” bebernya.
Huliselan melanjutkan berdasarkan Perda yang dilayani adalah pasien umum yang membayar tunai di mana tarif pembayarannya ditentukan berdasarkan Peraturan Gubernur Maluku yang mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan dan Undang-Undang Republik Indonesia (RI) Nomor : 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
“Yang kami tanyakan ke mana uang jasa pelayanan kami setelah pelayanan ke pasien umum diberikan,” timpalnya. Untuk menuntut uang jasa pelayanan, ungkap Huliselan, pihaknya telah berjuang menempuh beragam cara dan upaya. “Di antaranya bertanya langsung ke Direktur RSUD dr. Haulussy baik pada pertemuan-pertemuan komite medik maupun bertanya melalui Grup WhatsApp (WA Komite Medik”.
“Bertemu dengan Kepala Inspektorat Maluku. Pertemuan dengan Kepala Inspektorat Maluku diwakili perwakilan dokter-dokter dan perawat, Direktur dan manajemen RSUD Haulyssy di Ruangan Inspektorat Maluku pada 20 Juli 2023”. “Bertemu dengan Sekretaris Provinsi Maluku yang dihadiri Kepala Inspektorat Maluku, Direktur dan Pegawai RSUD Haulussy di RSUD Haulussy pada 31 Juli 2023”.
“Pertemuan dengan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Kepala BKD Provinsi Maluku, Kepala Inspektorat Maluku, Ketua Komite Medik dan Direktur RSUD Haulussy di RSUD Haulussy pada 15 Agustus 2023”. “Pertemuan dengan anggota Komisi IV DPRD Provinsi Maluku pada 1 September 2023”.
Huliselan menyatakan segala upaya sudah ditempuh pihaknya melalui pendekatan persuasif dan elegan, namun semuanya sia-sia karena Direktur RSUD Haulussy tidak responsif dan terkesan “cuci tangan”. Bahkan, Komisi IV DPRD Maluku ibarat macan ompong atau tak bertaring memaksa manajemen RSUD Haulussy segera membayarkan uang jasa pelayanan dokter, perawat dan paramedis lainnya selama kurun empat tahun terakhir.
“Kami meminta transparansi mengenai hutang dan pembayaran hutang yang sudah dilakukan. Karena selama ini Direktur selalu berkelit jika hutang RSUD Haulussy banyak. Apakah hutang RSUD Haulussy yang dibilang banyak itu murni pengeluaran kebutuhan rumah sakit. Untuk itu, perlu audit hutang dan pembayaran hutang RSUD Haulussy oleh Auditor Independen karena Inspektorat Maluku dan Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Maluku sudah tidak kami percayai akan profesionalisme dan independensi kedua lembaga tersebut”.
Huliselan mengakui saat ini pasien yang berkunjung ke RSUD Haulussy sangat berkurang dibandingkan sebelum RS Siloam dan RSUP dr. Johanis Leimena beroperasi, sehingga kondisi ini tentu berdampak pada pengeluaran RSUD Haulussy yang juga berkurang.
“Pertanyaannya kenapa obat-obatan seperti Efinefrin inj, Tab KSR, Tab Bicnat, tab gabapentin 100 mg, tab sifrol 0,375 mg, tab buscopan, tab clopidogrel, Novorapid flexpen, norepinefrin inj, combivent, heparin, carbamazepine, THP, clovazam, petidin dan midazolam banyak yang kosong. Jasa pelayanan kami tidak dibayar, sementara obat-obatan banyak yang kosong dan hutang RSUD Haulussy tetap banyak. Jadi uang kami ke mana dan dimakan siapa”. “Apakah benar uang jasa pelayanan kami masih ada di rekening RSUD Haulussy.
Kalau jasa pelayanan kami masih ada, tolong buktikan dengan menunjukkan rekening koran bank yang menyimpan uang jasa pelayanan kami”. “Honor tim Jasa Kesehatan Negara (Perda, BPJS, Asuransi) RSUD Haulussy 2022-2023 belum dibayarkan.Tolong segera dibayarkan”. “Uang jaga dokter umum dan insentif dokter non ASN (spesialis dan umum) baru dibayarkan sampai September 2023. Jadi sisanya tolong dibayarkan”. Huliselan menandaskan pihaknya menuntut deadline tanggal pembayaran jasa pelayanan yang belum dibayarkan tersebut. “Kami minta tanggung jawab Direktur RSUD Haulussy sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di RSUD Haulussy terhadap masalah ini, karena beliaulah orang yang paling bertanggung jawab,” tekan Huliselan.
Di kesempatan yang sama dr. Wenni Anatacia Leiwakabessy, Sp.PA., M.Kes menegaskan pihaknya menolak perubahan Petunjuk Teknis (Juknis) Pembagian Jasa BPJS, Perda dan Covid-19 sebelum hutang dan pembayaran hutang diaudit oleh Auditor Independen. “Prinsipnya kami menuntut transparansi keuangan RSUD Haulussy.
Kami menutup pelayanan di RSUD Haulussy sampai m-banking kami berbunyi”. Leiwakabessy menyatakan sudah tak ada lagi ruang diskusi yang dibuka dengan Direktur RSUD Haulussy menyangkut semua tuntutan dokter, perawat dan paramedis lainnya. “Perkataan direktur tidak dapat dipegang dan tidak dapat dipercaya. Anehnya di apel pagi direktur katakan beliau tidak takut DPRD Maluku karena kata beliau dewan bukan pimpinannya,” katanya. Pada bagian lain Leiwakabessy mengungkapkan di RSUD Haulussy juga berpraktik renternir atau “lintah darat” yang mencekik leher tenaga Honda yang sulit mengembalikan uang pinjaman mereka. “Jadi ada dua renternir dari luar di RSUD Haulussy,” ungkapnya.
Dia tak memungkiri akan menggunakan jasa advokat untuk melaporkan kasus korupsi jasa pelayanan dokter, perawat dan paramedis RSUD Haulussy ke Kejaksaan Agung RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika manajemen RSUD Haulussy dan Pemerintah Provinsi Maluku sengaja mengebiri uang jasa pelayanan mereka. “Untuk saat ini kita masih demo. Ke depan proses hukum lebih tinggi ke Kejagung dan KPK akan kita tempuh jika seluruh saluran tersumbat,” pungkasnya.
Salah satu perawat menuding manajemen RSUD Haulussy adalah sistem yang dibangun dalam rezim pemerintahan paling korupsi selama Maluku berdiri dan ikut membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 1945 silam. “Ingat ya di atas langit masih ada langit. Tanggal 31 Desember 2023 pemerintahan ini sudah berakhir. Bayarlah hak-hak kami sebelum kalian menyesal dimasukan ke terali besi. Jangan makan uang haram nanti keluarga kalian dikutuk TUHAN,” celoteh dia seraya menyembunyikan identitasnya dari wartawan.
“Kita kerja ‘mandi virus’ tapi direktur senang-senangnya ‘mandi uang’. Brengsek,” tuding pendemo. Sayangnya Direktur RSUD Haulussy sengaja menghindar selama aksi demo berlangsung. “Menjerit di tengah rezim korup dan manajemen lintah darat RSUD Haulussy,” tulis netizen Rony Samloy di akun fesbuknya menanggapi demo dokter, perawat dan paramedis RSUD Haulussy Ambon. (RM-03/RM-04/RM-06)
Discussion about this post