REFMAL.ID,- AMBON : Bukannya sebagai akademisi memberikan pencarahan secara akademik kepada masyarakat, malah sebaliknya. Kalimatnya yang dilontarkan Dr. Sem Touwe, M.Pd dalam acara sosialisasi Pelsetarian Kesenian Tradisional yang Masyarakat Pelakunya di Hotel Amboina, Kota Piru, Selasa (22/8/2023) itu berbau provokatif.
Ketua Program Studi (Prodi) Ilmu Sejarah pada Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura Ambon itu diduga menyebut, Negeri Kaibobo, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian barat berada di petuanan Negeri Eti.
Kalimat Sem Touwe itu lantas di tanggapi oleh Raja Negeri Kaibobo, Alex Kuhuwael, dan para Saniri besar dari Negeri dengan gelar “Tahisane”. Mereka menuntut Doktor Ilmu Sejarah itu untuk mengklarifikasi pernyataanya. Karena, kalimatnya itu telah menyakiti hati masyarakat Negeri Kaibobo yang kaya akan adat istiadat.
Diketahui, Sem Touwe hadir sebagai pemateri dalam giat sosialisasi yang diselenggarakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten SBB. Raja Negeri Kaibobo serta 91 Raja/Kepala Desa di Bumi Saka Mese Nusa itu hadir sebagai peserta.
Kegaduhaan Sem Touwe itu membuat sosialisasi tersebut terhenti. Raja dan Saniri Negeri Kaibobo menuntut Sem Touwe untuk menarik pernytaanya serta mengkalrifikasi sikapnya itu langsung didepan awak media yang saat itu sedang meliput jalannya kegiatan sejak, Senin (21/8/2023) kemarin.
Dari video berdurasi 3 menit 11 detik yang diterima RRI Ambon itu, memperlihatkan Sem Touwe yang menggenakan kemejah batik lengan pendek itu tampil didepan awak media, Raja Negeri Kaibobo, dan para Upulatu (peserta-red) untuk mengklarfikasi pernyataannya.
Touwe mengawali kalimat klarifikasinya dengan mengayatakan, secara pribadi, dirinya menyampaikan klarifikasi atas keterlanjuran pembiacarannya menyangkut Negeri Kaibobo berada di Wilayah Eti, adalah hal yang salah. Karen itu adalah, melanggar aturan adat menurut apa yang sudah diputuskan oleh datuk-datuk dan para leluhur sebelumnya.
“Oleh sebab itu, mulai detik ini pun, saya mengkalrifikasi pernyataan saya dan semoga pernyataan ini menjadi sebuah catatan bagi kita semua untuk bisa kita kembali melihat bahwa persoalan-persoalan yang ada berkaitan dengan masalah-masalah batas, berpulang pada masing-masing yang ada di Talabati, Etibatai maupun Sapalewabatai. Tidak ada orang lain mencampuri urusan kita secara adat istiadat,” ujarnya.
Hak dan petuanan adat dari tiga batang air (Tala, Eti dan Sapalewa), kata dia, sudah diatur oleh leluhur. Orang Sapalewa bisa membicarakan persoalan di Sapalewa, orang Eti bisa membicarakan persoalan di Eti, dan Tala bisa bicarakan persoalanya di Tala.
“Oleh sebab itu didepan Kepala Saniri, Upu (Raja Negeri Kaibobo-red) saya memohon maaf beribu-ribu maaf atas semua yang saya, membuat hati masyarakat tertuam para pimpinan sudah kecewa atas tindakan atau perbuatan yang saya lakukan. Semoga ini menjadi catatan yang berharga untuk kita semua, dan saya berharap kepala saniri dan kita menjadi satu, dalam sebuah ikatan kekeluargaan mulai hari ini sampai selamanya dalam iktan Tala Eti Sapalewa,” ungkap Sem Touwe.
“Mohon maaf atas semua yang telah dilakukan hari ini, b (Saya-red) meminta maaf, terutama Upulatu dan Saniri besar,” pungkasnya menutup klarifikasi tersebut. (RM-04)
Discussion about this post