Referensimaluku.id.Ambon –– Guru Besar Universitas Pattimura Ambon, pada Fakultas MIPA Kimia, Prof. Dr. Yusthinus Thobiaa Male, S.Si, M.Si, mengatakan bahwa, Provinsi Maluku dari beberapa Provinsi di Indonesia yang mengklaim dirinya Provinsi Kepulauan, Maluku itu real Provinsi Kepulauan. karena Provinsi seribu pulau lebih dari 1000 pulau dan umumnya pulau-pulau kecil.
“Jadi lautan kita itu 92% , sedangkan 7% lebih nya terdiri dari daratan, artinya 90% hidup kita berinteraksi dengan laut. Selain itu laut kita juga tempat untuk mencari nafkah, dan dari laut kita dapatkan sumber protein, karena kita tidak punya peternakan yang besar jadi sumber protein kita tentu dari laut sehingga diet kita setiap hari kita makan ikan paling kurang tiga kali, ujar Prof Male kepada Referensimaluku.id, di Ambon, Rabu (21/12/2022).
Kata Prof Male, “kita punya potensi walaupun pulau kecil tapi di darat kita punya rempah kita punya banyak tumbuhan endemik”. Karena itulah Belanda, Portugis dan Inggris pertama kali datang di Nusantara itu Maluku, artinya pulau-pulau kecil tapi daratnya kaya, kaya dengan rempah dan bahan tambang, bahan tambang itu berupa mineral yaitu logam dan di lautnya juga dasar lautnya mengandung minyak dan gas.
Untuk menambang di pulau-pulau kecil perlu perhitungan yang sangat besar karena pulau-pulau kecil daya dukung yang terbatas, baik ekosistem di darat maupun kerentanan penduduk di atas, karena sedikit saja terjadi kesalahan akan terjadi kelangkaan pangan, banjir erosi dan pantainya tercemar karena pulau kita itu berjarak hanya beberapa kilometer . beda dengan Kalimantan yang ratusan bahkan ribuan kilometer sehingga pulutahun itu terdistribusi jauh, tapi kalau kita, sungai kita buang menit ini, menit kemudian sudah sampai pantai
Sehingga ini sangat rentan,dan kesalahan memanfaatkan bahan tambang logam berat, khususnya itu sangat beresiko yang dimaksudkan adalah dua hal yang terjadi mengenai logam berat logam. Berat itu logam yang sangat berat lebih berat 10 kali dari air sehingga disebut logam berat, logam berat itu umumnya beracun. Kebanyakan logam berat tidak punya untuk menunjang sistem kehidupan sehingga hanya digunakan untuk material untuk konstruksi dan sebagainya
Yang lain biasanya perhiasan emas aluminium untuk konstruksi besi tapi logam berat kadmium raksa atau merkuri itu tidak diketahui fungsinya metabolisme sehingga kalau dia tersingkap ke permukaan itu akan beracun bagi kita bagi makhluk hidup hewan tumbuhan dan manusia .
Benda itu disimpan paling kurang 30 meter dari atas permukaan sehingga tumbuhan pun yang kita makan setiap hari tidak mengandung logam berat karena secara alamiah logam berat itu di dasar tetapi oleh kita di tambang dan digali kita mengambil mas beracun lain kita lepaskan ke lingkungan. Dua hal yang sangat kontradiktif kita adalah sejak 2011 orang tidak sengaja menemukan emas di gunung botak. Sebelumnya ada isu emas di Haruku karena ada penolakan maka perusahan tidak jadi masuk disitu.
Waktu Buru mekar dengan Buru Selatan pada tahun 2008 itu penduduk 75000 kemudian dibagi 2 ampir 60% Kabupaten Buru dan 64 persennya di Buru Selatan. Jadi jumlah penduduk 2011 tidak sampai Rp 40.000 tetapi adanya emas datangnya pendatang bahkan hampir dua kali lipat dari penduduk setempat.
Banyaknya orang yang datang menambang dan menggunakan teknologi yang tidak ramah lingkungan. 11 tahun beraktifitas Pemerintah Provinsi Maluku seolah – olah menutup mata tidak menertibkan aktivitas pertambangan tidak menerbitkan regulasi sehingga mengatur pendatang
Pertama mereka menggunakan teknologi tradisional, menggunakan pening atau panci memang terjadi pendangkalan sungai tetap masih lama. Kemudian pakai teknik dompeng menyemprot gunung, menyemprot bukit dengan air kemudian disaring dengan karpet namanya teknik dompet sehingga sungai di anahole diburu pendangkalan, lalu hutan sagu situ musnah karena hasilnya rendah mereka menggunakan merkuri
Merkuri digunakan 4 sampai 5 kali terakhirnya sianida, dua bahan ini sangat berbahaya bagi lingkungan khususnya merkuri. sianida kalau dibiarkan di alam terbuka dalam seminggu dia akan terdegradasi menjadi senyawa lain tetapi semua perusahaan Ia mengestranaks menggunakan sianida, tetapi dibutuhkan teknologi dan ahli yang sangat tester karena bahannya beracun sehingga penambang rakyat memili tidak menggunakan sianida.
Mereka menggunakan merkuri yang bisa dipegang bisa dicium masalahnya adalah merkuri sampai kapan pun tetap beracun dan tidak bisa berubah bentuk menjadi senyawa lain. Ini yang terjadi di Buru semua menggunakan tromol, seribuan unit tromol menggunakan merkuri sejak akhir 2011. Sehingga 2012 setahun setengah setelah itu, “saya mengambil sampel kemudian dibawa ke Australia diukur konsentrasinya sudah sampai level yang mengkhawatirkan”.
kita sudah public sudah berbicara tetapi itu berlangsung sampai sekarang sudah 11 tahun, ungkapnya.
tidak ada upaya yang dilakukan adalah penertiban fisik tetapi sekali lagi seperti kucing-kucingan dengan penjual di pasar setelah aparat pergi dibuka lagi terpalnya kalau diatas dibuka lagi rendaman dia buka lagi tromolnya.
keadaan sekarang diperparah adalah setelah kewenangan mengeluarkan izin dari Bupati Walikota masih mengeluarkan izin untuk logam, tetapi keluar Peraturan Menteri ESDM tahun 2009 semua kewenangan ditarik ke pusat sehingga dinas ESDM dilikuidasi. ini yang terjadi adalah lokasi tambang lokusnya ada di Kabupaten sedangkan dinas dan anggarannya tidak ada lagi. Tidak ada anggaran sehingga terkesan pembiaran karena kewenangan bahkan di pusat sehingga itu menjadi buah simalakama bagi kita terutama juga aparat keamanan anggarannya, terbatas untuk menangani yang terlibat aktivitas mulai dari penyalur bahan termasuk penanda pelaku itu juga jumlahnya belasan ribu.
Siapa yang akan menangkap pelaku kriminal yang belasan ribu itu, tentu butuh anggaran yang sangat besar sehingga aparat keamanan juga serba salah karena yang ditanggap ribuan, kemudian tidak ada anggaran untuk mendekat itu, Dinas ESDM tidak ada lagi di Kabupaten sehingga itu terkesan pembiaran dengan keadaan seperti itu.
Karena aturan merkuri beredar itu mulai dilarang kemudian mereka menemukan merkuri alamiah di Luhu Kabupaten SBB bedahnya adalah merkuri ini masih merkuri senyawa namanya sinabar. Sinabar itu merkuri sulfida nanti didestilasi dipanaskan jadi merkuri oksida kemudian jadi merkuri murnih. Jadi dua hal yang terjadi di Maluku adalah tambang yang paling besar ada sekitar 2000 sport tambang yang menggunakan merkuri di Indonesia tapi yang paling terbesar dan masih ada di Buru.
Kemudian tambang sinabar ada di berbagai tempat yakni di Kalimatan, Sulawesi tetapi yang paling terbesar adalah di Seram. Dampaknya masih ada sampai sekarang, di dua daerah ini secara resmi di tutup tetapi tetapi berlansung dan tidak ada upaya dan belum ada upaya atau masih di upayakan untuk penata tapi yang terjadi adalah setiap hari puluhan atau ratusan karung turun dari gunung membwa sinabar, kolang yang terbuka itu setelah hujan karena penuh ujung-ujungnya dia lari ke laut.
Seandainya di Buru dan di Piru tidak ada ekosistem mangrove ini tidak terlalu khawatir kan karena logam itu berat dia akan langsung masuk ke bawa lumpur tetapi di muara-muara sungai itu dipenuhi mangrove. Mangrove itu punya tiga ciri kandungan organiknya tinggi, oksigen kurang, cahaya itu kurang, itu menyebabkan mikroba yang di situ namanya kurbaan aerobik, dia tidak pakai oksigen tapi dia rubah senyawa kimia supaya dia hidup dia makan.
Jadi merkuri yang tersimpan di bawah lumpur tidak larut dalam air ikan tidak bisa makan merkuri karena itu logam, tetapi oleh mikroba senyawa ini di metilasi dirubah jadi senyawa metil lalu dia larut dalam air lalu dimakan oleh Soplankton fitoplankton ikan kecil lalu selanjutnya proses makan memakan rantai makanan. Masalahnya adalah di mangrove tempat memijat tempat kawin tempat bertelur dan tempat berkembangbiak dari pemangsa semua berlindung disitu, disitulah ketemu antara merkuri yang sudah metilasi hewan yang berkembang biak
Di daerah lain tidak mengawatirkan karena tidak ada mangrove tetapi di Teluk Piru di Teluk Kayeli mangrovenya tebal. Hanya dalam satu tahun setengah sampel yang saya bawah ke Australia kalau dari total Merkurius sudah sangat tinggi tetapi tidak mengawatirkan, seandainya merkuri tuh belum dirubah jadi metil merkuri yang dimakan oleh ikan kecil hanya dalam 6 bulan 10% dari total molekul yang di lumpur itu sudah siap dimakan, artinya proses cepat metalasinya.
Merkuri itu dia tetap beracun dan sekarang sudah ada di lingkungan. 3 tahun setelah tambang menggunakan merkuri tahun 2014 saya kumpulkan semua ikan yang ada di pasar Baru semua jenis biota laut yang di pasar dan di bawa ke Australia semuanya sudah kena 7 kali dari standar.
Kemudian ada berita baiknya tambang itu ditutup secara resmi tahun 2018 penduduk secara sadar turun. Di tahun 2019 sampai 2020 penelitian saya di seluruh biota di Buru sudah sampai ke level aman itu berita baiknya. Sudah seper 100, jadi dulu sudah 4 PPM sudah 0,4 dan sudah aman, tetapi sejak 2020 karena status quonya tidak berubah, mereka berharap segera di legalkan supaya mereka menambang secara resmi namun tidak perna terjadi, akhirnya mereka turun menambang dan sekarang yang terjadi adalah ankonclol. kita tidak lagi lihat tromol di pinggir sungai tetapi mereka bawa ke belakang rumah dan lahan pertanian.
Merkuri di Buru sudah berlangsung 11 tahun dan sampai hari ini ribuan orang sedang menambag ribuan orang mati akan berkurang sampai sore ini, itu fakta yang kita sampaikan. Mudah-mudahan ada kesadaran kita bersama sebagai orang Maluku karena kewajiban kita adalah memberitahukan. (RM-04)
Discussion about this post