Referensimaluku.id.Ambon —Evy Susanti, istri mantan Gubernur Sumatra Utara, Gatot Pujo Nugroho, memburu Pengadilan Tinggi (PT) atas dugaan meloloskan Rasman Arif Nasution (RAN) terkait Berita Acara Sumpah (BAS) Advokat yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi (PT) Ambon pada 2015.
“Tujuan saya datang ke Ambon sini adalah mendatangi PT Ambon untuk menanyakan terkait BAS Advokat RAN yang dikeluarkan oleh PT Ambon”, kata Evy Susanti kepada Referensimaluku.id, di Santika Hotel, Senin (26/9/2022).
“Tapi sebelum saya ke PT Ambon, saya juga datangi kantor Kelurahan Waihoka, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. Di mana saudara RAN pernah mengeluarkan surat keterangan domisili yang dikeluarkan pada tahun 2015 di mana di situ disebutkan bahwa RAN tinggal di jalan Ahuru RT 003 RW 02 Kelurahan Waihoka Kota Ambon, dan ketika saya datang ke sana dengan 3 orang staf dari kelurahan dijelaskan tidak pernah ada nama RAN di alamat tersebut”.
“Saya meminta kepada petugas kelurahan tersebut untuk melakukan verifikasi langsung atau dicek langsung ke RT. Pada saat itu kebetulan sudah pensiun,dan sudah tidak lagi menjadi ketua RT, dan kepada lurah yang menandatangani surat itu dan kenapa surat itu keluar. Saya juga sudah menanyakan bahwa mungkin itu kan birokrasi juga ya surat menyurat mungkin Lurah tahunya tanda tangan saja dia juga enggak tahu ini respons orang mana gitu kan”.
“Ternyata saya baru tahu juga kalau di daerah Kelurahan Waihoka itu semua non muslim yang di daerah itu, tidak ada yang beragama muslim. Saya baru tahu dan saya pikir ini memang dipakai oleh saudara RAN untuk meloloskan berita acara sumpah karena di Jakarta sendiri dia ditolak kemudian dia mengajukan ke Ambon”.
Evy menyatakan “RAN ini memang harus saya kejar karena masih memakai profesinya sebagai advokat untuk mencari klien. Jadi itu sangat membahayakan karena ini menyangkut berperkara hukum, dan juga menyangkut masa depan orang. Dia sendiri tidak punya dasar keilmuan yang cukup, bagaimana dia mau membela klien kalau memang dia sendiri tidak paham”.
“Bahwa pada saat pelantikan di tahun 2015 itu RAN bareng Mbak Elien. Jadi kaget beliau juga ternyata menggunakan ijazah yang diduga ijaza palsu. Jenis ijazah di tahun 2014 itu kalau asli di mana ada barcode dan stempelnya juga ditaruh di foto baru itu asli. Ketika dilakukan verifikasi di pangkalan data Dikti itu tidak ada tulisannya, memang dikit tidak bisa bilang itu palsu atau tidak terdaftar. Nah apabila tidak terdaftar dia yang bersangkutan harus datang kepada kampusnya dan bertanya kenapa nama saya kok tidak ada di pangkalan data. Untuk saudara RAN sendiri tidak ada barcode-nya, ini yang bisa dicek tidak ada barcode-nya,” tutup Evy.
Sementara itu, Advokat asal Maluku, Barbalien Matulessy mengatakan cukup merasa terganggu dengan kasus RAN karena ini merupakan preseden buruk. “Masalah ini merupakan preseden buruk buat kita saat ini karena yang pertama selain domisili yang tadi ibu Evy jelaskan itu tidak berdomisili di Waihoka tapi kemudian ada surat domisili. Yang kedua adalah ijazahnya kalau misalnya ini terjadi dan tidak cepat ditangani PT Ambon, maka ini jadi asumsi publik bahwa ternyata seseorang dengan ijazah palsu juga bisa jadi pengacara. Ketiga adalah kalau dilihat dari tahun kelulusan RAN pada Juni 2014 sampai November 2015 ada tahapan yang tidak dilalui yaitu magangnya minimal 2 tahun itu tidak bisa dipungkiri bahwa proses itu wajib dan kalau misalnya proses itu tidak dilakukan dan kemudian mengikuti sumpah yang menjadi pertanyaannya adalah integritas seorang advokat itu bagaimana dan organisasinya bagaimana.
Kemudian, saya tidak bisa menyimpulkan silahkan publik yang menilai, artinya itu kembali kepada masing-masing organisasi apakah mau tetap seperti yang seharusnya seorang advokat ataukah ada kebijakan lain. Saya tidak tahu dan itu kembali ke masing-masing organisasi tapi yang sangat disayangkan adalah tahapan yang tidak dilalui akhirnya ya Ini hasilnya terjadi content of court yang dilakukan oleh RAN dan itu bagi kami jangan sampai pada akhirnya hakim jadi apatis terhadap kita semua. Jangan dengan advokat soalnya mereka kayak preman biasa makan kita dengan preman.
Padahal kita kan semua sekolah hukum kita juga paham kita sampai tahapan ini juga kita ada dalam proses pendidikan dan bukan hanya pendidikan kita juga dilakukan proses tes lulus baru kita bisa menyatakan lulus. Kita harus magang dulu 2 tahun baru ada sumpah. Jadi proses yang cukup panjang kita lalui. Artinya jangan sampai hal-hal yang kecil ini kemudian mencederai profesi kita sebagai penegak hukum, itu yang harus diperhatikan oleh PT Ambon.
Lebih lanjut, kata Matulessy, sejauh ini menurut Ibu Evy itu sudah ada pernyataan sikap dari Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Advokat/ Pengacara Indonesia (HAPI) Provinsi Maluku Anthony Hatane bahwa tidak boleh ada organisasi lain yang mencabut yang mengusulkan untuk mencabut ke PT Ambon. “Selain itu memang tidak ada organisasi lain yang bisa. Oleh karena itu tolong biar ini jangan sampai kelihatan hilang integritas. Ini catatan penting buat hari ini dan mungkin juga buat teman-teman organisasi lain. Artinya kita harus tetap mencoba untuk menciptakan seorang advokat yang berintegritas,” tutup Matulessy. (RM-04)
Discussion about this post