Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensi maluku.id, -Ambon- Mengwalinya meminjam ungkapan Eric Patrick Clapton, seorang musikus berkebangsaan Inggris, yang pernah memenangkan Grammy Award bahwa, “saya suka kesendirian. Saya suka kehidupan yang anomali. Saya suka hidup yang tenang.” Diksi anomali pada quotes Clapton ini, yang sama persis dengan jalan hidup Letnan Jenderal (Letjen) Muzani Syukur. Ia tidak seperti kebanyakan orang Padang pada zamannya, yang lebih memilih profesi sebagai pedagang. Pria berdarah Padang ini justru lebih memilih dunia ketentaraan, dengan memutuskan masuk Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang pada tahun 1960-an lampau.
Hingga kemudian tatkala mencapai pangkat perwira menengah (pamen) yakni, Letnan Kolonel (Letkol) Syukur pun dipercayakan mengemban jabatan sebagai Komandan Batalyon (Danyon) Infanteri 733/Masariku, Waiheru di Ambon. Syukur lahir di Jorong Kampung Palak, Nagari Pasir Talang, Muara Labuh, Solok Selatan, Sumatra Barat, 5 November 1943. Ia adalah anak dari pasangan Syukur Saleh Datuak Rajo Batuah (ayah) dan Basinar Yusuf (ibu). Ia berasal dari keluarga yang cukup terpandang di kampungnya. Ayahnya adalah seorang wali nagari (kepala desa), sedangkan dari pihak ibunya, ia adalah cucu dari seorang guru dan ulama yang cukup disegani di daerah mereka.
Ia memulai karier militernya dengan pangkat Letnan Dua pada tahun 1965 setelah tamat dari Akademi Militer Nasional (AMN). Pada Agustus 1977 ia dilantik sebagai Danyon 733 Infanteri/Masariku, Waiheru, menggantikan Letkol Subardi Suar. Jabatan ini diembannya hingga Juli 1979. Tatkala menjadi Danyon, Syukur bersama batalyonnya pernah diterjunkan ke palagan Timor-Timur. Selepas dari jabatan Danyon 733 Infanteri/Masariku, Waiheru, pangkatnya berlahan-lahan mulai terkerek hingga mencapai level Kolonel dan kemudian mencapai tingkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
Saat berpangkat Brigjen, ia dipercayakan mengemban jabatan sebagai Panglima Devisi (Pangdiv) 2 Komando Cadangan Startegis Angkatan Darat (Kostrad), yang bermarkas di Singosari Malang, pada masa kepemimpinan Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad), Jenderal Edi Sudrajat. Ia mengkomandai Pangdiv 2 Kostrad sejak tahun 1990-1991. Jabatan ini sangat bergengsi lantaran Pangdiv 2 Kostrad pernah dipimpin oleh figur-figur jenderal populer, yang jabatannya tidak saja sebagai Panglima Kostrad melainkan hingga jabatan Kasad dan Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Diantaranya Brigen Kemal Idris anak adalah buah Jenderal Soeharto, yang bahu-membahu bersama jenderal-jenderal lainnya melibahas habis kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI) di tahun 1965 lalu, dan Brigjen Yasir Hadibroto figur yang mengeksekusi langsung Ketua PKI, D.N. Aidit di Boyolali, Jawa Tengah pada 25 November 1965. Berikutnya lagi Pangdiv 2 Kostrad di bawah Brigjen Syukur yang populer dan kariernya cemerlang, antara lain ; Mayor Jenderal Djamari Chaniago , Mayor Jenderal Kivlan Zein, Mayor Jenderal Ryamizard Ryacudu, Mayor Jenderal Djoko Santoso, Mayor Jenderal Agustadi Sasongko Purnomo dan Mayor Jenderal Erwin Sudjono. (Wikipedia, 2022). (*)
Discussion about this post