Referensimaluku.id.Ambon-Sejak Ambon ditetapkan UNESCO (United Nation Educational Scientific dan Cultural Organization) atau Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bergerak di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan sebagai Kota Musik Dunia (Ambon City of Music) ke-32 dan Kota Musik Nomor 1 di Asia Tenggara pada 31 Oktober 2019, banyak muncul pengamen-pengamen dadakan yang didominasi anak-anak muda yang kerap membawakan lagu-lagu Ambon kontemporer atau lagu-lagu Ambon zaman Milenial, seperti “Janji Putih”, Mantan, Jadi Tamu, Pergi dan Jangan Kembali, Bale Pulang 1, Bale Pulang 2, Jang Tanya, Luka Kanapa, Parcaya, Se Paleng Bae, Telefon, dan lainnya.
Hanya ada satu sosok pengamen tua yang kerap mengharu biru pengunjung rumah-rumah kopi dan restorant dengan petikan gitar yang ekselen dengan lagu-lagu lawas Maluku, misalnya Nona Kusayang, Bawa Lari Bini, Bulan Pake Payong, Aloha Oe dan lainnya.
“Beta orang Betawi, tapi Beta paling suka lagu-lagu Ambon tempo dolo,” tutur Ruben Radmaja, salah satu pengamen saat berbincang-bincang dengan Rony Samloy di Ambon, Rabu (27/4/2022).
Ruben lahir di Jakarta pada 1947 silam. Sebelum datang ke Ambon pada 1960, Ruben merantau ke Menado, Sulawesi Utara. “Waktu itu beta memainkan gitar elektrik lalu diajak duet sama Beta pung bini (Ilya Lalisang),” kenang Ruben.
Perkawinan Ruben tak berumur panjang. Setelah lahir anak semata wayang mereka, Ilya meninggal di usia muda, 25 tahun. “Waktu Beta bini meninggal dia berusia 25 tahun, sedangkan Beta 28 tahun,” imbuh dia. Ruben mencoba peruntungan di Ambon, kota yang melahirkan banyak musisi nasional dan dunia. “Beta merantau dari Jakarta ke Ambon waktu Ambon masih terbilang sunyi. Saya tinggal dengan om Chris Latuputty.
Tiap hari Katong makan papeda di daun pisang dan sambal. Jadi habis makan “buang piring”. Saya kira piring padahal yang orang-orang piring itu ya daun pisang itu,” selorohnya. Ruben mengisahkan dengan keahliannya bermain melodi, pria 75 tahun itu juara kali juara pertama lomba bermain gitar di Saparua, Maluku Tengah. Ruben mengapresiasi animo anak-anak muda Maluku bermusik dengan genre Pop atau Rock and Blues, tetapi hendaknya tidak meninggalkan dan melupakan musik-musik atau lagu-lagu Maluku yang lama dengan irama Poloneis, Hawaian, Katreji dan lainnya. “Beta saja yang bukan orang Maluku sangat akui dan sangat suka sekali dengan lagu-lagu Ambon, apalagi kalian yang orang Ambon,” ungkapnya.
Ruben menceritakan pada 2011 dia kembali ke tanah leluhurnya, Jakarta, untuk mengamen. “Beta sempat ketemu penyanyi senior Indonesia ibu Nia Daniaty di Jakarta. Beta perkenalkan diri kalau Beta dari Ambon. Terus ibu Nia Daniaty bilang kalau Ambon itu banyak lahir musisi-musisi hebat dari sana, ada Bob Tutupoly, Broery Pesolima, Ade Manuhutu, Daniel Sahuleka, Harvey Malaiholo dan lainnya.
Terus Beta menyanyi lagunya ibu Nia Daniaty yang liriknya “bukan materi obat di hati, kau anggap mataku buta. Burung saja terbang tak lupa pulang, ingat isteri dan seterusnya. Habis nyanyi ibu Nia Daniaty kasih beta uang Amper Rp 10 juta,” kisah Ruben lalu melanjutkan melodi gitarnya. Salut par om Ruben. (RM-03)
Discussion about this post