Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP,MA
Pemerhati Sosial,Ekonomi&Politik
Referensimaluku.id,-Ambon– Bermula dari catatan harian Soe Hok Gie (1942-1969), seorang aktivis Indonesia keturunan Cina, yang pada zamannya selalu menentang kesewenang-wenangan rezim Orde Lama dan rezim Orde Baru, baik itu melalui pikiran-pikiran kritiknya dalam artikelnya, yang ditorehkan di surat kabar ibukota Jakarta kala itu, dan sikap protesnya melalui demonstrasi bersama kawan-kawannya, yang telah dibukukan dengan tema populis ; ‘Catatan Seorang Demonstran’, dimana untuk pertama kalinya diterbitkan pada tahun 1983 lalu oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)-Jakarta.
Begitu pula di tahun 2005 lalu, sutradara Riri Riza bersama dengan produser Mira Lesmana, telah pula mengangkat kiprahnya, yang bersumber dari bukunya itu ke layar lebar, dengan menampilkan Nicholas Saputra sebagai figur pemeran utama Soe Hok Gie dalam film itu. Dalam penggalan kata di catatan hariannya pada Minggu 17 Desember 1961, Soe Hok Gie mengatakan bahwa,..“keberanian dan penghianatan”..Ternyata tidak hanya sekedar kata-kata yang memiliki makna kontemplatif mendalam saja, seperti yang diungkapkan oleh Soe Hok Gie itu.
Namun juga Alexandre Dumas, seorang penulis berkebangsaan Prancis, yang terlahir dengan nama Dumas Davy de la Pailleterie pada 24 Juli 1802, yang dikenal publik global dengan novel-novel historisnya, yang sarat dengan petualangan, salah satunya Roman D’Artagnan. Meskipun itu hanya ditemukan dalam kisah-kisah fiksi, melalui karyanya ‘The Count of Monte Cristo’ yang populer, Alexandre Dumas telah mengambarkan keberanian dan penghiatan itu, selaras dengan kata-kata yang diungkapkan oleh Soek Hok Gie itu.
Dikisahkan, Tatkala seorang pelaut bernama Edmond Dantes, pulang ke Marseille menggantikan kapten kapalnya yang meninggal di perjalanan. Di Marseille dia di siapkan sebagai calon kuat kapten selanjutnya oleh pemilik kapal. Selain itu juga dia akan segera menikah dengan wanita kesayangannya, Mercedes. Edmond Dantes berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah. Pencalonan dirinya menjadi kapten sesaat sebelum menikah membuat dirinya bahagia. Kehidupannya bisa jauh lebih sejahtera.
Akan tetapi, salah seorang awak kapalnya, Danglars, tidak menyukai hal ini. Menurutnya dialah yang pantas menjadi kapten kapal Le Pharaon. Dia menemui seorang pemuda lain bernama Fernand Mondego, yang dia ketahui cemburu terhadap Edmond Dantes karena dirinya akan menikahi Mercedes pujaan hatinya. Dari sinilah dimulai sebuah kisah untuk menjatuhkan Edmond Dantes, sehingga merubah hidupnya, dimana keberanian dia untuk mengambil tanggunjawab sebagai kapten kapal, ternyata dikhianati oleh teman-temannya.
Fakta bahwa Edmond Dantes membawa sepucuk surat dari sang kaisar di pembuangannya, untuk disampaikan kepada pendukungnya dijadikan senjata ampuh untuk melaksanakan niat jahat mereka. Danglars menulis surat kepada Moniseur Villefort, Jaksa Penuntut Umum di Mersailess, yang menyatakan Edmond Dantes adalah mata-mata musuh Raja Louis XVII (1785-1795), Napoleon Bonaparte (1769-1821). Akhirnya, Edmond Dantes ditangkap, surat titipan Napoleon yang belum sempat diserahkannya itu ikut disita.
Ternyata isi surat, yang dibawanya mengancam kedudukan Villefort sebagai abdi Raja Louis XVII, maka surat itu dihancurkannya. Lantas Edmond Dantes langsung dijatuhi hukuman penjara di sebuah pulau terpencil tanpa melalui proses pengadilan. Dalam gelap dan lembabnya ruang penjara bawah tanah itulah Edmond Dantes menaruh dendam terhadap teman-temanya yang telah menghianatinya, merendahkan martabatnya, dan merengut kekasihnya. Bertahun –tahun dalam penjara hampir saja membuat dirinya kehilangan harapan hingga akhirnya nasib mempertemukannya dengan Abbe Faria, seorang pastor tua yang selnya bersebelahan dengannya.
Si pastor ini berhasil menggali lubang yang menembus sel Edmond Dantes sehingga mereka bisa saling bertemu dan merencanakan sebuah recana untuk keluar dari penjara terkutuk tersebut. Persahabatan antara Edmond Dantes dan si pastor terjalin dengan erat, Abe Faria menjadi sahabat sekaligus guru bagi Dantes yang mengajarkan banyak hal kepadanya. Setelah belasan tahun membina persahabatan dan belum sempat mewujudkan rencananya Abe Faria akhirnya meninggal dunia karena sakit yang dideritanya. Sebelum meninggal Abbe Faria sempat memberikan sebuah peta harta karun yang terletak di Pulau Monte Cristo yang akan jadi milik Edmond Dantes jika ia keburu meninggal sebelum sempat melarikan diri.
Meninggalnya sahabatnya dalam penjara itu ia gunakan untuk melarikan diri. Ia memindahkan tubuh Abe Faria ke selnya dan masuk ke dalam kantong mayat. Setelah berhasil kabur dari penjara akhirnya ia sampai ke pulau Monte Cristo dan berbekal peta yang dimilikinya ia berhasil menemukan harta karun yang tak ternilai besarnya. Dengan harta karun itu ia segera pulang ke Mersailess dan mengubah dirinya menjadi seorang bangsawan, dan menyembunyikan namanya dibalik gelar The Count of Monte Cristo. Semenjak itu, ia merencanakan sebuah skenario balas dendam terhadap orang-orang yang telah menghancurkan dan merengut kebahagiaannya.
Keberanian dan penghianatan itu, tidak saja menimpa Edmond Dantes dialam fiksi, dialam nyata juga pernah menimpa Gaius Julius Caesar (100-44 SM), yang populer dengan sebutan Julius Caesar. Dia merupakan seorang pemimpin militer dan politikus Romawi yang kekuasaannya terhadap Gallia Comata memperluas dunia Romawi hingga Oceanus Atlanticus, melancarkan serangan Romawi pertama ke Britania, dan memperkenalkan pengaruh Romawi terhadap Gaul (Prancis kini), sebuah pencapaian yang akibat langsungnya masih terlihat hingga kini.
Dalam kiprahnya, Julius Caesar bertarung, dan memenangkan sebuah perang saudara yang menjadikannya penguasa terhebat dunia Romawi. Debutnya dalam kekaisaran Romawi pasca perang saudara itu, dengan memulai reformasi besar-besaran terhadap rakyat dan pemerintah Romawi. Tapi, tidak cukup hanya dengan keberanian yang dimilikinya, dalam menjalankan pemerintahan, dia tidak bijaksana atas jabatan yang diembannya. Sehingga berdampak antipati terhadapnya. Akhirnya pada 15 Maret 44 SM Julius Caesar pun tewas ditangan Marcus Yunius Brutus (85-42 SM) dan beberapa senator Romawi lainnya.
Makna dari kisah-kisah ini, mengajak kita untuk melakukan suatu kontemplasi yang mendalam, bahwa tidak cukup keberanian yang harus kita miliki saja, dalam berbagai segmentasi kehidupan ini. Namun lebih dari itu, kita juga perlu lebih bijaksana, dimana harus bertindak sesuai dengan pikiran, akal sehat sehingga dapat menghasilkan perilaku yang tepat, dan sesuai. Outputnya akan berdampak positif, dimana akan mampu menghadirkan sinergitas diantara kita. Sehingga kita dapat terhindar dari hal-hal yang sifatnya negatif, untuk meniadakan peran kita.
Hal ini, sebagaimana kata-kata yang mengandung nilai kontemplatif, yang disampaikan oleh Nelson Rolihlahla Mandela, Presiden Afrika Selatan periode 1994-1999, kelahiran Mvezo, Afrika Selatan pada 18 Juli 1918, yang juga merupakan seorang figur pejuang Hak Asazi Manusia (HAM), dimana sejak muda dengan gigih dan berani menentang apartheid lantaran mendiskrimanasi warga kulit hitam di Afrika Selatan, bahwa “untuk bebas tidak hanya membuang satu rantai. Tetapi untuk hidup dalam rasa saling menghargai dan memperbesar kebebasan orang lain.” (*)
Discussion about this post