Referensi Maluku.id.Ambon-Masyarakat Alune Raya yang membawahi lebih kurang 50 negeri di 11 kecamatan di Kabupaten Seram Bagian Barat merasa ditipu dan menilai Pemerintah Provinsi Maluku sengaja menganaktirikan tenaga-tenaga guru kontrak asal wilayah pegunungan yang ingin mengabdi di daerah asal mereka.
Diduga kuat karena kepentingan politik konstituen atau daerah pemilihan anggota legislatif asal SBB di DPRD Maluku banyak tenaga-tenaga guru kontrak beragama Kristen yang mengalami diskriminasi dan ketidakadilan saat pengumuman kelulusan tenaga guru kontrak Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku.
Dari sekitar 60 guru kontrak SMA/SMK hanya sekitar enam guru kontrak beragama Kristen yang dinyatakan lulus sedangkan sisanya beragama Islam. “Harusnya kan ada perimbangan antara guru yang beragama Islam dan Kristen. Selain itu, dengan kondisi infrastruktur perhubungan (transportasi) darat yang masih sangat memprihatinkan, maka tidak mungkin guru-guru yang tidak berasal dari daerah pegunungan akan tulus dan sepenuh hati mengabdi untuk sekolah-sekolah SMA dan SMK di daerah pegunungan di SBB. Ini yang tidak bijak disikapi Dinas Dikbud Provinsi Maluku,” kecam salah satu tokoh pemuda Alune Raya, Decky Pelatu, S.Pd.,M.Pd kepada Referensi Maluku.id di Ambon, Selasa (8/3/2022).
Pelatu mengungkapkan selama ini masyarakat Alune Raya ditipu dan dianaktirikan Pemprov Maluku dalam berbagai hal, seperti pembangunan infrastruktur umum dan pendidikan. “Sekarang ini juga masyarakat Alune Raya ditipu dan didiskriminasi dalam perekrutan tenaga guru kontrak. Kami menilai pak Murad Ismail sengaja melupakan masyarakat Alune Raya yang juga mendukung pak Murad secara politik hinggga terpilih menjadi Gubernur Maluku periode 2019-2024,” ungkap Pelatu kesal. Pelatu menuding kelima anggota DPRD Provinsi Maluku dapil SBB terutama dari Fraksi PDIPerjuangan tak lebih dari “banci” yang takut menyuarakan keadilan bagi guru-guru asal Alune Raya.
“Sebenarnya kelima anggota dewan di Karang Panjang (DPRD Provinsi Maluku) kerja apa saja. Saya juga lihat bung Samson Atapary hanya diam dan membisu, padahal ini beliau Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku yang membidani masalah pendidikan. Masih lebih baik pak Hengky Pelatta yang mampu meloloskan 67 guru kontrak asal Kabupaten Maluku Barat Daya. Anggota dewan asal SBB di DPRD Maluku hanya ‘kewel’ dan ‘nyali katok’ menyuarakan aspirasi guru-guru kontrak asal Alune Raya,” ungkap Pelatu. Pelatu menegaskan masyarakat Alune Raya akan duduk khusus membicarakan hal ini terkait sikap politik dan berbagai hal ke depan.
“Kita akan susun dan bangun kekuatan untuk menentukan sikap politik terhadap kepemimpinan pak Murad Ismail pada tahun 2024 dan menentukan sikap terhadap kinerja kelima anggota DPRD Provinsi Maluku dapil SBB. Prinsipnya masyarakat Alune Raya sudah sangat kecewa karena kebijakan Pemprov Maluku dan DPRD Provinsi Maluku,” tutupnya. “Itu tes diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dengan sistem terbuka dan online berdasarkan formasi yang diusulkan oleh masing-masin sekolah, terutama sekolah yang jumlah muridnya sedikit,” sahut Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku Samson Atapary, S.H ketika dikonfirmasi media online ini via WhatsApp (WA), Selasa (8/3) siang.
Atapary menyatakan hasil kelulusan tes tenaga guru kontrak SMA/SMK berlangsung objektif dan sesuai hasil tes peserta.
“Hasil tes itu juga dicantumkan nilai yang diperoleh oleh masing-masing peserta. Saya sebagai Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Maluku tidak punya kewenangan mengendalikan rekrutmen dan proses tes guru kontrak dimaksud. Tugas komisi hanya melakukan fungsi pengawasan. Jika ada peserta tes yang merasa nilainya lebih tinggi dari yang lulus, tapi dia dinyatakan tidak lulus, bisa sampaikan ke komisi IV DPRD Provinsi Maluku dan komisi IV akan melakukan fungsi pengawasan tersebut dengan mempertanyakan Dinas Pendidikan Provinsi Maluku atas masalah tersebut,” kilah Atapary. (RM-05/RM-02/RM-03)
Discussion about this post