Referensimaluku.id.Ambon-Lahan kantor Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Maluku (Promal) di Jalan Dewi Sartika di kawasan Karang Panjang, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, seluas 20 ribu meter persegi digugat. Tan Ko Hang Hoak mengklaim lahan tersebut berdasarkan bukti jual beli, penyerahan hak bahkan, akta notaris adalah miliknya.
Hal itu dibenarkan saksi Marthen Huwaa dari Negeri Soya di persidangan. Menurut saksi mantan saniri Negeri Soya itu ada harga lahan senilai Rp 500 juta diterima almarhum Izaac Soplanit dari penggugat Tan Ko Hang Hoak. Namun, ahli waris almarhum Izaac Soplanit selaku pihak “terlawan” melalui kuasa hukumnya Jitro Nurlatu dan Moh Gurium kembali mengklaim lahan itu milik klien mereka Akibatnya ahli waris digugat pihak Tan casu quo Diskes Maluku di Pengadilan Negeri (PN) Ambon.
DrKuasa hukum penggugat Tan Ko Hang Hoak, John Tuhumena menyebutkan dari fakta persidangan ada pembayaran sebesar Rp 500 juta kepada almarhum Izaac Soplanit. “Intinya saksi mengaku Rp. 500 juta terbayarkan sebagai penyerahan hak atas tanah itu,” kata Tuhumena kepada media online ini di PN Ambon Jumat (18/2/2022).
Dengan pembayaran tersebut, masih menurut Tuhumena, pihak ahli waris tidak bisa mengklaim lahan tersebut. Apalagi, setelah akta notaris ditandatangani almarhum sebagai bukti akad jual beli lahan itu.Menurut saksi akta notaris dibuat agar di kemudian hari sepeninggal almarhum, pihak ahli waris tidak menggangu Tan Ko Hang Hoak.Dari pantauan media online ini di persidangan saksi Marthen Huwaa mengaku ada penyerahan hak oleh almarhum Izaac Soplanit kepada Tan Ko Hang Hoak berdasarkan bukti akta Nomor 9 tahun 2013.”Penyerahan hak itu tanggal 5 September 2013. Saya ikut tanda tangan suratnya,” jelas saksi Marthen Huwaa menjawab hakim anggota Rahmat Selang dalam persidangan di PN Ambon pada Kamis (17/2/2022).
Almarhum Izaac Soplanit, sebut saksi, sering bertandang ke rumahnya untuk berdiskusi berbagai hal. “Di rumah waktu itu almarhum bilang supaya anak isterinya tidak ganggu-ganggu Ko Hoak besok-besok,” ungkap saksi.Menariknya kuasa hukum ahli waris ngotot membuktikan uang sejumlah Rp 500 juta itu bukan untuk pelepasan hak, namun sebagai biaya urus perkara. “Uang lima ratus juta rupiah itu untuk biaya pelepasan tanah atau untuk urus perkara,” tanya pengacara Jitro Nurlatu didampingi rekannya Moh Gurium.(RM-05)
Discussion about this post