Referensimaluku.Id.Ambon– Agustina Teterissa, warga Dusun Waikenal, Desa Aboru, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, kini harus berurusan dengan pihak kepolisian lantaran memfitnah Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Lutfi Lesimanuaya telah menggelapkan dana Keluarga Penerima Manfaat (KPM). “Saya sudah melaporkan ibu Teterisa ke polisi atas fitnah yang dia lancarkan kepada saya,” ungkap Lesimanuaya sebagaimana dikutip Referensimaluku.Id, Jumat (3/12).
Lesimanuaya yang merupakan pendamping PKH Desa Aboru menuturkan tuduhan Teterissa kalau dirinya telah menggelapkan uang KPM adalah fitnah yang mencemarkan nama baiknya.
Dalam keterangannya kepada media massa, Lesimanuaya mengungkapkan Pendamping PKH tidak pernah memegang uang KPM PKH karena Transfer dana Bantuan PKH itu langsung dari Kas Negara ke Rekening KPM.
Menjawab fitnah kenapa bantuan masuk bervariasi di mana ada yang dapat Rp 500.000 dan ada yang peroleh Rp 875.000 , Lesimanuaya menjelaskan tidak seragamnya bantuan yang diterima oleh penerima bantuan sosial adalah akibat perubahan K
kebijakan nilai bantuan yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jaminan Sosial Keluarga pada setiap tahunnya.
Menjawab pertanyaan kenapa bantuan yang harusnya Teterissa dapatkan Rp. 875.000, tetapi di tahap III dan tahap IV berkurang menjadi Rp.500.000 disebakan salah satu anak Teterisa tidak terbaca atau terkoneksi dengan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil),sehingga satu anak tersebut tidak terhitung.
Menurut Lesimanuaya perubahan Kebijakan tersebut selalu disosialisasikan dirinya kepada seluruh KPM penerima bantuan sosial saat petemuan-pertemuan bulanan maupun pertemuan Kelompok, namun sayangnya Teterissa adalah salah satu KPM yang jarang mengikuti pertemuan-pertemuan tersebut. Secara terpisah Koordinator PKH Kecamatan Pulau Haruku Husein Ohorella membenarkan apa yang telah dijelaskan oleh anggotanya jika pendamping PKH tidak pernah memegang dan menyalurkan Bantuan Sosial milik KPM. Tetapi bantuan tersebut dananya ditransfer dari Kas Negara ke lembaga bayar (Bank HIMBARA = BRI, Mandiri, BNI) yang dilakukan setiap tahap penyaluran bantuan dengan mekanisme Non Tunai langsung ke Rekening KPM. “Dan Kewajiban Pendamping PKH adalah memastikan bantuan yang masuk sudah sesuai dengan komponen yang dimiliki oleh KPM PKH,” ujarnya.
Menanggapi Bantuan yang tidak sesuai di setiap tahunnya Ohorella mengakui memang benar nilai bantuan itu dari tahun ke tahun tidak sama karena nilai bantuan ditetapkan melalui Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Direktorat Jaminan Sosial Keluarga kemudian nilai bantuan bagi kepesertaan yang ditetapkan pada tahun berjalan disesuaikan dengan ketersediaan anggaran Negara.
Ohorella mencontohkan pada tahun 2017, bantuan sosial PKH terdiri dari Bantuan Tetap sebesar Rp.500.000 dan Bantuan Komponen Ibu Hamil, Anak Usia Dini, Anak Sekolah, Lansia lebih dari 70 tahun dan disabilitas yang dibayarkan pada 4 tahap dalam 1 tahun.
Di tahun 2018 terjadi perubahan kebijakan pada Nilai Bantuan Program PKH di mana semua KPM mendapatkan Rp. 500.000 setiap tahapnya dan tidak dilihat dari jumlah anak sekolah.
Perubahan kemudian terjadi lagi di tahun 2019 di mana jumlah bantuan maksimal empat orang yang masuk dalam kategori penerima bantuan dalam satu keluarga.
Pada tahun 2020 kebijakan bantuan sosial PKH dengan maksimal empat orang penerima dalam satu keluarga dengan ketentuan Ibu Hamil maksimal dua kehamilan, Anak Usia Dini paling banyak dua orang, Anak Sekolah, Lansia lebih dari 70 tahun dan Disabilitas maksimal satu orang.
Adapun tahun 2021 terjadi lagi perubahan kebijakan PKH maksimal empat orang dalam satu keluarga dengan ketentuan Ibu Hamil maksimal dua kehamilan, Anak Usia Dini paling banyak dua orang, Anak SD paling banyak dua orang, Anak SMP paling banyak dua orang, Anak SMA paling banyak dua orang, Lansia lebih dari 70 tahun dan Disabilitas maksimal satu orang.
Belum lagi di awal tahun 2021 terjadi pemanadanan data PKH dengan data Disdukcapil yang menyebapkan banyak anggota keluarga yang tidak aktif sebagai penerima bantuan akibat datanya tidak terdaftar atau tidak sesuai dengan data Disdukcapi, sehingga proses perbaikan data dari sisi data Kependudukan dan PKH harus diselaraskan
Dari berbagai kebijakan bantuan sosial dari tahun ke tahun tersebut , maka wajar jika bantuan yang diterima KPM PKH akan bervariasi.
Ohorella mengimbau ibu-ibu rumah tangga KPM yang telah mendapatkan bantuan agar selalu melaksanakan kewajiban mereka, yaitu anggota keluarga PKH memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan protokol kesehatan bagi ibu hamil/menyusui dan anak berusia nol sampai dengan enam tahun.
Anak sekolah keluarga PKH mengikuti kegiatan belajar dengan tingkat kehadiran paling sedikit 85 persen dari hari belajar efektif, bagi anak usia sekolah wajib belajar 12 tahun dan anggota keluarga mengikuti kegiatan di bidang kesejahteraan sosial sesuai kebutuhan bagi keluarga yang memiliki komponen lanjut usia mulai dari 70 tahun dan/atau penyandang disabilitas berat, KPM diharapkan hadir dalam pertemuan kelompok agar mendapatakan informasi informasi terbaru dan juga pemutakhiran data atau Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) setiap bulan. “Apabila KPM PKH tidak memenuhi kewajiban di atas, maka akan mendapatkan sanksi penangguhan bantuan dan atau dikeluarkan dari kepesertaan PKH,” tegas Ohorella. (RM-04)
Discussion about this post