Referensimaluku.id.Ambon- Masyarakat selalu berharap di hadapan personel-personel Kepolisian Republik Indonesia mereka memperoleh perlindungan hukum, kepastian hukum dan rasa keadilan akibat ditindas atau mengalami perlakuan tidak manusiawi lainnya. Tapi apa yang dilakoni oknum-oknum penyidik pada Kepolisian Resort (Polres) Maluku Barat Daya di Tiakur, Pulau Moa, Kabupaten tersebut jauh panggang dari api.
Parahnya lagi diduga tidak memahami benar rujukan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, oknum penyidik Polres MBD memanggil teradu atas nama Arius Nelson Orno berdasarkan atau merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Itu tertuang dalam surat permintaan keterangan tertanggal 24 Agustus 2021 yang ditandatangani penyidik Ajun Komisaris Polisi (AKP) Sulaiman dalam kedudukan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres MBD. Pada rujukan poin c surat permintaan keterangan kepada Arius Nelson Orno menghadap Brigadir Polisi (Brigpol) Victor Sampe di Ruang Satreskrim Polres MBD pada Rabu (25/8/2021).
Ketika dikonfirmasi referensimaluku sebanyak tiga kali via ponselnya, Kamis (26/8) soal pemberitaan media ini, Kapolres MBD AKBP Dwi Bachtiar Rivai, S.Ik. M.H.,enggan menanggapi sekalipun terlihat pesan pertanyaan terkirim. Anehnya ketika dikonfirmasi mengenai alasan penyidik Polres MBD menggunakan rujukan UU Pers meminta keterangan teradu (Orno), Brigpol Sampe berdalih permintaan keterangan itu karena pemberitaan di media online referensimaluku.id tertanggal 23 Agustus 2021 berjudul: ’’Polres MBD Dinilai Salah Kaprah Tangani Dugaan Pelanggaran UU Hak Cipta’’.
’’Oh…gitu ya. UU Pers tersebut sebagai acuan kami mengonfirmasi yang bersangkutan karena menyebutkan dirinya dipanggil dan ditekan. Jadi ini terkait pemberitaan media online itu,’’ jawab Sampe enteng dan terkesan arogan.
’’Bukankah Polres MBD harus klarifikasi ke media online tersebut soal benar atau tidaknya isi berita tersebut. Bukan malah tanya Teradu. Kenapa bapak (penyidik) tidak gunakan Hak Jawab sesuai maksud UU Pers,’’ tanya media online ini. Ditanya begitu, Sampe tegaskan pihaknya sudah menyiapkan hak jawab ke referensimaluku.id, namun sampai berita ini dilansir hak jawab tersebut tak kunjung dikirim ke alamat email media online ini. ’’Sudah Pak. Nanti pak dapat (hak jawab) setelah ditandatangani yah. Setelah selesai nanti kita kirimkan,’’ timpal Sampe.
Sampe menampik ada tekanan pihaknya terhadap Teradu sehingga terjadi pembayaran panjar sebesar Rp 2,5 juta kepada Paulus Malioy alias Poly yang merupakan pegawai Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kantor Gubernur Maluku (Gubmal) selaku Pengadu. ’’Terkait dengan berita online yang menyebutkan penyidik menekan,sehingga ada dia kita minta keterangan. Penyidik siapa yang menekan untuk menerima ganti rugi. Bukankah pengadu sendiri yang bertemu dengan si Orno ya. Baca poin di bawahnya. Apakah itu serangkaian atau tidak. Apa isi mediasinya. Itu mereka berdua sendiri yang ingin ketemu di luar,’’ bantah Sampe.
Sebagaimana diberitakan Penyidik Polres MBD dinilai salah kaprah dan melampaui kewenangan di balik pelanggaran undang-undang hak cipta. Kewenangan memfasilitasi ganti rugi dan royalti yang menjadi domain Pengadilan Niaga Makasar, Sulawesi Selatan, diterobos penyidik berdasarkan ranah tindak pidana umum.
Selain itu pengadu, Paulus Malioy, pegawai Satpol PP Kantor Gubmal dan Teradu Arius Nelson Orno sama-sama tidak dalam kedudukan hukum (persona standi in judicio) untuk mengadu dan diadukan.
Akibat salah kaprah penerapan aturan itu pihak penyidik Polres MBD menfasilitasi pengaduan Malioy sehingga Orno yang juga Kepala Bidang Keolahragaan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten MBD, itu terpaksa mengeluarkan kocek pribadi membayar kerugian Rp 15 juta ke Malioy. Diduga karena ditekan Orno rela membayar panjar ganti rugi Rp.2,5 juta kepada Malioy disertai kuitansi.
Merasa banyak kejanggalan dalam penanganan perkara ini, selaku Teradu Orno menyampaikan surat klarifikasi ke Kapolres MBD, Kapolda Maluku dan sejumlah pimpinan media massa di Ambon. Klarifikasi Orno terkait subtansi laporan pengaduan pelanggaran hak cipta terhadap pemilik hak cipta atas nama Poli Malioy, dalam lagu “Goyang Kalwedo”, yang diciptakan dan dinyanyikan Paulus alias Poli Malioy.Subtansi perbuatan pelanggaran hak cipta sebagaimana pengaduan dimaksud berkaitan dengan akun youtube atas nama ANHA PEPI (Dispora Maluku Barat Daya), yang dalam laporannya disampaikan pengadu adanya melakukan pengeditan, tanpa izin dari Pengadu (pemilik hak cipta).
’’Terkait laporan pengaduan dimaksud, saya dipanggil memberikan keterangan yang dalam kesempatan dimaksud, saya kemudian ’’diarahkan’’ untuk melakukan pembayaran royalti sejumlah Rp. 15.000.000 karena dimintakan oleh Produser dan Penasihat hukumnya,” ulas Orno sebagaimana diperoleh referensimaluku, Senin (23/8).
Orno menilai banyak kerancuan dalam proses laporan pengaduan Malioy sehingga sangat merugikan pihaknya sebagai subjek hukum yang tak layak dituntut.”Banyak kerancuan yang saya rasakan terkait dengan proses hukum yang demikian. Apa hubungannya pemidanaan dan ganti rugi, yang menurut hukum ruang/ domainnya berbeda, terutama berkaitan dengan permohonan pembayaran royalty itu masuk dalam kualifikasi perdata.Selain itu, ada juga hal lain yang menjadi dasar keberatan saya,” imbuh Orno.
Menurut Orno rujukan regulasi yang dipakai dalam pemanggilan dirinya tersebut janggal serta tidak berdasar menurut hukum. Karena regulasi yang digunakan dalam rujukan pemanggilan dimaksud tidak menyebutkan dasar hukum terkait subtansi masalah berdasarkan laporan pengaduan dimaksud.
Konkretnya Laporan Pengaduan terkait hak cipta, namun regulasi yang digunakan hanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan KUHP, yang secara subtansi KUHP tidak mengatur pelanggaran hak cipta, sehingga seharusnya ditambahkan rujukannya mengacu pada UU No. 28/2014 tentang Hak Cipta, karena di dalam hukum kita kenal asas hukum “Lex Spesialis derogate Lex Generalis” atau aturan khusus mengabaikan aturan yang bersifat umum.
’’Pengadu mengklaim dirinya sebagai pemegang hak cipta namun dia tidak mampu menujukan bukti kepemilikan hak ciptanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 UU No.28/2041 tentang Hak Cipta, yakni yang dianggap sebagai Pencipta, yaitu Orang yang namanya disebut dalam Ciptaan, dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan, disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan; dan/atau tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta.
Menurut hukum pengadu tidak mampu menunjukkan dasar hak/ kepemilikan sebagai pemegang hak cipta, sehingga dasar laporan pengaduan ini menurut hukum acara / formil masuk dalam kualifikasi cacat, kabur dan atau obscure libel”.”Pengadu mengajukan laporan pengaduan berdasarkan akun youtube yang diunggah atas nama ANHA PEPI (Dispora Maluku Barat Daya), mengacu pada substansi laporan pengaduan yang demikian, menurut saya laporan pengaduan tersebut terdapat kejanggalan yang nyata berkaitan dengan subjek hukum teradu. Menurut hukum yang dimaksud dengan subjek hukum adalah pembawa hak dan kewajiban, yang terdiri atas orang dan badan hukum, sehingga dengan menyimak subtansi laporan pengaduan dimaksud terkait subjek hukum teradu dengan akun YouTube dimaksud menjadi pertanyaan bagi saya tentang adanya kejanggalan yang nyata, terkait siapa sebenarnya yang diadukan dalam persoalan ini, apakah ANHA PEPI sebagai subjek hukum orang ataukah Dispora Maluku Barat Daya sebagai subjek hukum badan hukum,sehingga laporan pengaduan ini menurut hukum acara / formil masuk dalam kualifikasi cacat, kabur dan atau obscure libel’.”Terkait permintaan pembayaran royalti sejumlah Rp. 15. Juta, karena dimintakan oleh Produser dan Penasihat hukumnya., menurut kacamata hukum, hal ini janggal dan salah kaprah, karena laporan pengaduan ini diajukan bukan oleh Produser ataupun Penasihat Hukum yang dikuasakan oleh Produser ataupun oleh Pengadu, namun diajukan sendiri oleh pengadu, sehingga tuntutan royalti dengan mengatasnamakan produser dan atau kuasa hukum atau penasihat hukumnya, hal ini menurut kaca mata hukum juga dipandang sebagai suatu kejanggalan yang nyata, yang menurut hukum acara / formil juga masuk dalam kualifikasi cacat, kabur atau obscure libel”.” Ketentuan Pasal 4 UU No.28/2014 tentang Hak Cipta menyebutkan “Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi”,yang kelanjutan perlindungan atas kedua hak dimaksud dijabarkan dalam pasal 5 s/d Pasal 8. Hak dari Pengadu sebagai pemegang hak cipta, memiliki hak ekonomi sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU No.28/ 2014 tentang Hak Cipta, memiliki hak ekonomi untuk melakukan pada Ayat (1) Penerbitan Ciptaan;Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;Penerjemahan Ciptaan; Pengadaptasian,pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;Pertunjukan Ciptaan;Pengumuman Ciptaan;Komunikasi Ciptaan; danpenyewaan Ciptaan, pada ayat (2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dan pada Ayat (3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan”.
”Ketentuan tentang pelanggaran hak cipta sebagaimana uraian subtansi laporan pengaduan yang diajukan pengadu diatur dalam substansi Pasal 9 ayat (1) sampai ayat (3) UU No.28/2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana diuraikan sebelumnya di atas juga termasuk hak untuk dilindungi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata lagu adalah “ragam suara yang berirama (dalam bercakap, bernyanyi, membaca dan sebagainya)”.
Contoh: bacaannya lancar, tetapi kurang baik lagunya. Arti lainnya dari lagu adalah nyanyian. Contoh: lagu perjuangan, sehingga menurut ketentuan Pasal 40 butir d UU No.28/2014 tentang Hak Cipta, hal ini masuk dalam kualifikasi ciptaan yang dilindungi yakni “lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks”. Sudah menjadi rutinitas tahunan di Pemerintah Kabupaten MBD dalam memeringati HUT kemerdekaan ataupun HUT Kabupaten MBD dipentaskan lomba seni gerak tarian antarsatuan kerja perangkat daerah, yang membawakan pementasan tarian khas daerah yang dikolaborasikan dengan musik bernuasa daerah, sehingga lagu yang di gunakan adalah lagu yang bertajuk / khas daerah Maluku Barat Daya “Goyang Kalwedo” yang koreonya juga goyang Kalwedo, sehingga adalah salam pemahaman dan keliru jika pentas seni yang dipentaskan dan diunggah dikatakan melanggar hak cipta pengadu.
’’Pertanyaannya mengapa SKPD lain yang menggunakan lagu ciptaan pengadu tidak ikut dilaporkan/diadukan, dan mengapa event tahun sebelumnya tidak dimasalahkan, sebenarnya ada apa dengan pengadu,” heran Orno.
Orno menyatakan menurut hukum, laporan pengaduan Pengadu tidak memenuhi ketentuan hukum untuk dapat ditindak lanjuti pada tahapan penuntutan, karena tujuan penggugahan konten lagu di youtube atas akun ANHA PEPI (Dispora Maluku Barat Daya), tidak bertujuan komersil, karena pemilik akun bukanlah seorang youtubers yang menerima royalty dari unggahan tersebut dan hal ini tegas disebutkan dalam pasal 9 ayat (3) UU No. 28/2014 tentang Hak Cipta, yang berbunyi ’’Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan”. ’’Hal ini juga ditegaskan dalam Bab VI tentang Pembatasan Hak cipta yakni dalam uraian Pasal 44 butir (D), yang secara keseluruhan meliputi Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau pengubahan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;Keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atauPertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta’’.”Dengan mengacu pada subtansi Pasal 44 butir (D) UU No.28/2014 tentang Hak Cipta, maka menurut hukum hal ini bukan pelanggaran Hak Cipta.Karena selain bukan untuk tujuan komersil, hal ini merupakan pengecualian pelanggaran Hak Cipta. Hal ini juga telah ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian maka unsur pemidanaan dalam laporan pengaduan itu tidak terpenuhi.Oleh karenanya sekali lagi saya tegaskan laporan pengaduan yang diajukan pengadu, menurut hukum tidaklah memenuhi dasar hukum yang kuat atau bukti permulaan yang cukup untuk dapat ditindak lanjuti pada tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 14 KUHAP karena selain pengadu tidak dapat menunjukan sertifikat hak cipta sebagaimana maksud ketentuan Pasal 31 UU No.28/2014 tentang Hak Cipta, menurut fakta hukumnya hal yang dikecualikan oleh UU itu sendiri (Pasal 44 butir d UU No.28/2014 tentang Hak Cipta) karena merupakan pertunjukan (event daerah) dalam rangka peringatan HUT NKRI, sehingga silahkan pengadu memintakan pertanggung jawaban ganti rugi Royalti kepada Pemkab MBD selaku penyelenggara event, dan bukan kepada saya selaku teradu. Dengan demikian pihak Kepolisian harus dapat menilai dengan cermat hubungan causatif atau apa yang menjadi tujuan menggungah konten dimaksud, dan moment apa yang menjadi sebab yang melatar belakangi diunggah konten video tersebut dalam akun YouTube dimaksud. Terkait royalty sebagaimana permintaan Pengadu. Hal ini secara umum diatur dalam Pasal 32 UU No.28/2014 tentang Hak Cipta diatur tentang royalty, sebagai berikut kecuali diperjanjikan lain,Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang dibuat oleh Pencipta dalam hubungan dinas, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu instansi pemerintah.Dalam hal Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan secara komersial, Pencipta dan/atau Pemegang Hak Terkait mendapatkan imbalan dalam bentuk Royalti.Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Royalti untuk penggunaan secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.Ketentuan tentang royalty atas hak cipta diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik’’.
’’Sesuai ketentuan pembayaran royalty., maka permintaan yang dimintakan pengadu adalah sangat tidak prosedural, bahkan cacat kapasitas. Karena hal royalti dalam peraturan Pemerintah dimaksud berbeda dengan tuntutan Pengadu, sebaliknya akan kami laporkan balik saudara pengadu kepada pihak Lembaga Manajemen Kolektif yang selanjutnya disingkat LMK yang adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan Royalti (ketentuan Pasal 1 butir 10 dalam ketentuan umum, Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021.Mengacu pada PP No.56/2021, maka permintaan royalti yang pengadu mohonkan adalah cacat hukum, tentang kapasitas, maupun terhadap termohon, sebagaimana penjelasan saya sebelumnya di atas. Karena itu,selain daripada tidak terpenuhinya unsur tindak pidana dalam laporan pengaduan Pengadu, permintaan royalty yang dimohonkan oleh Pengadu juga bertentangan dengan ketentuan peraturan pelaksana yakni PP No.56/2021.Oleh karenanya maka sehubungan dengan klarifikasi ini, saya mohonkan adanya sikap bijak pihak kepolisian dalam penyelesaian persoalan ini, sehingga ke depannya tidak menjadi batu sandungan pelaksanaan event daerah MBD,” tutup Orno. (RM-05/RM-04)
Discussion about this post