Rudi Fofid
setelah kena kutuk panu, kadas, kurap
luti-luti air, muntah-muntah, berak-berak
barulah kami mengerti di belakang hari
kami ternyata salah pilih nahkoda
ia tidak punya rasa humor karena mati rasa
dulu, kami pilih nahkoda perahu seribu pulau
kami yakin, ia bawa kami tembus altar ombak
kami percaya akan sampai ke satu teluk teduh
tempat seluruh rakyat bisa pukul tifa
menari kipas, sawat, cakalele di bibir pasir
berpayung pohon-pohon kelapa miring
tetapi hingga kini, kami cuma bisa gigit jari
sudah sampai di manakah pelayaran sialan ini
perahu kami oleng kiri, oleng kanan
maju mundur, putar-putar
menari poco-poco
perahu kami tak kunjung tiba di daratan
kami malah tabrak tebing karang
kapal bocor, kami akan tenggelam
kami hidup pun mati, terasa tak berguna
kami bagai kena guna-guna
kami ahli waris perahu ini bingung dan bimbang
dosa kami ataukah dosa nenek moyang kami
sampai kami kena kutuk bahala-bahala
mungkin karena kami kurang pahala
atau tagal kami sudah hidup berhala
ternyata nahkoda kami mabuk puja-puji
ia mahkotai kepalanya dengan mutiara
ia lantik dirinya jadi raja cengkih-pala
awak perahu dan penumpang harus tunduk
siapa lawan raja, pasti dibuang ke laut
setelah kena kutuk panu, kadas, kurap
luti-luti air, muntah-muntah, berak-berak
barulah kami mengerti di belakang hari
kami ternyata salah pilih nahkoda
ia tidak punya rasa humor karena mati rasa
ah, kaskadu bakar
kami sudah bersalah kepada anak-cucu kami
kami kutuk diri sendiri atas dosa demokrasi ini
kami rela terjun bebas masuk neraka
tagal pilih zombi, mayat hidup jadi nahkoda
hukunalo, 28 juli 2021
Discussion about this post