Oleh: Olahar Waku
Pemerhati Sosial dan Politik
Referensimaluku.Id.Ambon-Pandemi virus korona atau Corona Virus Disease 19 (COVID-19) ikut melululantahkan seluruh aspek kehidupan manusia di hampir seluruh Negara di Dunia. Dampak penyebaran virus korona juga terasa dalam seluruh aktivitas masyarakat di Ambon khususnya dan Maluku pada umumnya.
Seluruh jajaran Pemerintah Daerah, baik Pemerintah Provinsi (Pemprov) maupun Pemerintah Kota (Pemkot) maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab), di Maluku diwajibkan mengikuti instruksi Pemerintah Pusat di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Ini memang kondisi darurat. Rakyat seyogianya tunduk pada keputusan Penguasa Darurat.
Mahasiswa Pendemo Dikatai ’’Kaskadu’’
Sejumlah instruksi-instruksi Pempus ke Pemprov Maluku sudah dilaksanakan, mulai pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB) pada 17 April 2020, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak 11 Januari 2021, PPKM Mikro sejak Februari 2021, Penebalan PPKM Mikro, PPKM Darurat, PPKM Level 1, 2, 3 dan 4, dan masih ada lagi istilah-istilah (akronim) baru yang sebelumnya jarang didengar masyarakat.
Sejak pemberlakuan PSSB hingga PPKM di Ambon, mahasiswa kerap menggelar aksi demo menuntut pemerintah setempat mencabut penerapan kebijakan memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Demo berjilid-jilid dilakukan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) dan warga terutama para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Pasar Mardika dan Pasar Arumbae, Ambon, yang sangat merasa terpukul penerapan PSBB dan PPKM. Bentrokkan antara mahasiswa pendemo dengan Satuan Polisi Pamong Praja dan Personel Kepolisian Resort Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Ambon tak terelakan. Belasan mahasiswa menjadi korban pemukulan dan penganiayaan personel Satpol Pamong Praja Balai Kota Ambon dan petugas kepolisian. Sedikitnya 28 mahasiswa ditahan sehari lalu dipulangkan. Kasus terakhir penangkapan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ambon Risman Wahab Soulissa atas sangkaan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) berupa ujaran kebencian.
Di tengah keprihatinan mahasiswa pendemo khususnya aktivis HMI Ambon, Gubernur Maluku Murad Ismael mengeluarkan pernyataan yang melukai perasaan mahasiswa dengan mengatakan ’’Jangan terpengaruh oleh kaskadu-kaskadu kacil’’. ’’Kaskadu’’ berarti penyakit kulit jenis ’’kurap’’. Kata saire itu disampaikan Murad di Paroki Katholik Maria Bintang Laut, Kecamatan Nusaniwe, Ambon, Senin, 26 Juli 2021.
Perkataan Murad memicu kritikan warganet (Netizen), masyarakat Maluku dan anggota DPRD Maluku. Anggota Komisi I DPRD Maluku Alimudin Kolatlena menilai Murad minim etika dalam berkomunikasi di depan publik. ’’Ini bukan soal Murad Ismael secara pribadi, tapi soal jabatan gubernur, jabatan kepala daerah. Jadi, setiap kata yang keluar dari kepala daerah terutama pak Gubernur Maluku sendiri harus diperhatikan, jangan barbar,’’ kata Alimudin kepada wartawan di Ruang Komisi III DPRD Maluku, Selasa (27/7/2021).
Bagi warganet, sekalipun maksud perkataan itu baik akan tetapi isinya tidak baik, maka seluruh pernyataan itu dianggap tidak baik dalam aspek komunikasi politik seorang pejabat publik atau elite yang terhormat. ’’Meski pesannya benar dan baik, jika cara menyampaikannya salah, maka keseluruhan isi pesan menjadi salah. Inilah pentingnya ilmu komunikasi,’’ sindir warganet sebagaimana dikutip penulis.
Tunjangan Nakes ’’Dikapadu’’
Sudah hampir dua tahun terakhir Indonesia termasuk Maluku disibukkan dan bahkan dipusingkan dengan kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penanganan penyebaran Covid-19. Di pusaran ini Tenaga Kesehatan (Nakes) merupakan pilar-pilar terdepan dalam mencegah penyebaran Covid-19 tetapi juga berkutat dengan risiko kematian untuk merawat dan menyembuhkan pasien-pasien terkonfirmasi dan terpapar Covid-19. Nakes adalah orang-orang yang menggadaikan kebahagiaannya dan keselamatan dirinya hanya untuk menyelamatkan nyawa pasien-pasien Covid-19. Tak jarang Nakes menjadi korban amukkan keluarga pasien Covid-19. Kasus yang menimpa JO, Perawat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Marthinus Haulussy di Kudamati, Kota Ambon, pada 26 Juni 2020 dan CRS, Perawat RS Siloam di Palembang, Sumatera Selatan, pada 15 April 2021, adalah dua contoh dari sekian banyak kekerasan yang dialami Nakes selama penanganan pasien Covid-19. Pemerintah Provinsi Maluku mengalokasikan Rp.34 Miliar untuk membayar tunjangan (insentif) Nakes di seluruh Rumah Sakit di daerah ini. Surat Keputusan (SK) Gubernur Maluku Nomor : 108 Tahun 2021 tentang Standar Pembayaran Insentif Tenaga Kesehatan Sesuai Kriteria Sarana Pelayanan Kesehatan Terpencil dan Sangat Terpencil. Dalam SK Gubernur tersebut diatur Insentif untuk dokter umum/dokter gigi, Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Honor sebesar Rp. 5 juta per bulan, perawat/bidan dan Nakes lainnya Rp.500 ribu per bulan dan dokter spesialis PNS dan Pegawai Honor Rp.15 juta. Itu di luar yang ditentukan Pempus, yakni insentif dokter ahli PNS atau Pegawai Honor Rp.15 juta, dokter umum Rp.5 juta dan perawat atau Nakes lainnya Rp.1.750.000. Untuk insentif Nakes, dokter umum dan dokter ahli untuk Tahun 2020 sudah dibayarkan seluruhnya pada akhir 2020.
Faktanya untuk insentif dokter ahli dan dokter umum di RSUD Haulussy,Ambon, sudah dibayarkan untuk Januari 2021 hingga Juli 2021,sedangkan perawat dan Nakes lainnya belum dibayarkan. Nyaris seluruh Nakes baik di RSUD Haulussy, RSUD Tulehu, RSUD Piru, dan RSUD lainnya di 11 Kota/Kabupaten di Maluku mengeluhkan insentif mereka karena totalitas kerja Nakes selama ini. Pejabat Dinas Kesehatan setempat dituding mengibiri (’’kapadu’’) dan diduga kuat dengan sengaja mendepositokan (melabakan) tunjangan Nakes di bank. Wakil rakyat bereaksi. DPRD Maluku memanggil pihak RSUD Haulussy.
#SaveMaluku dan Hanya ’’Satu Periode voor Murad’’
Terlepas dari pro dan kontra, tapi etika komunikasi dan etika birokrasi Murad Ismael selama menghuni ’’Imperium Karang Panjang’’ atau ’’Imperium Mangga Dua’’ dan Kantor Gubernur Maluku dinilai masyarakat sangat mengecewakan. Muncul gerakan mendudukan Murad hanya satu periodesasi pemerintahan Maluku, 2019-2024. Alhasil, melawan gerakan bawah tanah itu, Murad dengan gaya lebay katakan dirinya tak ingin maju lagi menjabat Gubernur Maluku pada pemilihan kepala daerah (pillkada) 2024. Mantan Kepala Korps Brigade Mobil Mabes Polri ini menyatakan dirinya akan maju jika diinginkan rakyat Maluku.
Di bagian lain ada gerakan diam-diam yang mengampanyekan saatnya Maluku diselamatkan dari karakter pemimpin yang tidak beretika menyampaikan pesan komunikasi kepada rakyat yang dipimpinnya. Muncul tagline #SaveMaluku hanya gara-gara perkataan ’’Kaskadu-kaskadu itu’’.
Senyatanya kebijakan para elite lokal hanya dinilai ’’Program Cari Muka’’ ke Pemerintah Pusat (Pempus) di Jakarta. Lebih banyak pernyataan tak berisi (story kewel). Sumber daya alam kita digadaikan tanpa perlawanan. Rakyat memberontak dituding provokator. Anehnya di kala PPKM masih diberlakukan di Ambon dan sekitarnya tiba-tiba muncul ’’award’’ (penghargaan) Pempus untuk para elite lokal. Sangat sedih dan memprihatinkan. Rakyat kecil kian menderita akibat kebijakan PSSB dan PPKM, elite lokal justru enak-enak dengan akumulasi kartu-kartu kredit diperkuat kucuran-kucuran ’’dana kapadu’’ penanganan Covid-19 yang berpotensi ’’dikapadu’’ sana-sini. Kesedihan PKL di Pasar Mardika, Ambon dan masyarakat kecil lainnya serta kelimpahan rezeki nomplok para elite lokal menjadi episode-episode kelam dalam drama Maluku kontemporer. Drama berepisode via Dolorossa. Rakyat Maluku masih terjajah di Tanahnya sendiri. Tanah antah berantah. Tanah tak bertuan karena rakyatnya ditekan dan dikata-katai ’’kaskadu-kaskadu’’. Bagi orang beriman, Pemerintah diyakini Wakil Allah di bumi. Tapi, tak selamanya pola tindak dan isi perkataan elite pemerintah selalu bersumber dari Allah, bisa saja dari setan. Apa yang keluar dari mulut selalu meluap dari hati. Sebab elite-elite pemerintah juga insan pendosa yang kelak mati mempertanggungjawabkan dana-dana ’’kapadu’’ dan kata ’’kaskadu’’ di Haribaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Maluku akan bangkit hanya melalui kesadaran kolektif menentang ketidakadilan. Menentanglah dengan humanis. Berorasilah dengan sopan dan intelek. (**)
Discussion about this post