REFMAL.ID, Ambon – Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Maluku, Andre Taborat , menyatakan secara kelembagaan DPRD Maluku akan meninjau kembali regulasi terkait minuman tradisional khas Maluku, sopi. Hal ini merespons keluhan masyarakat dari Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) dan Kepulauan Tanimbar, yang mengadu langsung ke DPRD Maluku karena acapkali sopi disita dan dimusnahkan oleh aparat kepolisian. Sopi tak luput dikambinghitamkan atas maraknya aksi-aksi premanisme dan kriminal di Kota Ambon dan sekitarnya. Padahal, sopi bagi masyarakat MBD dan Kepulauan Tanimbar merupakan medium perekat sosial dan instrument adat-istiadat yang masih terus dipertahankan kearifannya hingga saat ini oleh masyarakat di kedua kawasan bertetangga itu.
Menurut Taborat, banyak warga MBD dan Kepulauan Tanimbar yang menggantungkan ekonomi keluarga dari produksi dan penjualan sopi, termasuk untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka. Namun, di sisi lain, ia menekankan pentingnya menghormati hukum yang berlaku.
“Di satu sisi, ada peningkatan ekonomi masyarakat dari penjualan sopi. Tapi di sisi lain, ada aturan yang melarang. Ini menjadi dua sisi yang saling bertabrakan,” kata Taborat di DPRD Maluku, Kawasan Karang Panjang, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, Kamis (20/3/2025).
Politisi PDI Perjuangan ini mengakui meskipun penjualan sopi menjadi bagian dari tradisi dan mata pencaharian turun-temurun, tetap diperlukan regulasi yang jelas agar tidak bertentangan dengan hukum positif yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Polisi menyita sopi itu tidak salah karena memang ada aturan yang melarang. Tapi ini juga menyangkut hajat hidup orang banyak, maka perlu dicari titik tengahnya. Kami di DPRD akan mencoba membahas hal ini di tingkat regulasi,” ujarnya.
Ia mencontohkan daerah lain seperti Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Utara yang telah memiliki mekanisme perizinan untuk minuman tradisional serupa. Menurutnya, hal itu bisa menjadi rujukan agar produksi dan penjualan sopi bisa dilakukan secara legal, dengan syarat tertentu seperti pelabelan, pengemasan, serta batasan produksi. Namun, langkah ketiga provinsi tersebut belum mampu diterapkan di Maluku karena masih terjadi silang pendapat di antara para wakil rakyat di DPRD Maluku.
Taborat menegaskan, langkah ke depan bisa berupa pembentukan Peraturan Daerah (Perda) khusus sopi, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya.
“Saya mendukung agar masyarakat tetap bisa memproduksi sopi sebagai bagian dari tradisi. Tapi aturan juga harus ditegakkan. Olehnya itu, perlu dibahas di tingkat regulasi agar produksi tetap dalam batas dan bisa diawasi,” tegasnya. (RM-06)
Discussion about this post