REFMAL.ID, Ambon – Lazimnya dunia jurnalistik diisi orang-orang intelek dalam hal menulis dan berintegritas dari pendekatan moralitas. Jika beberapa dekade sebelumnya yang bekerja sebagai seorang wartawan (jurnalis) berasal dari fakultas jurnalistik atau yang belajar sendiri (otodidak), fenomena ini terbalik seratus delapan puluh derajat mencermati perkembangan zaman di era serba digital ini.
Banyak bermunculan “wartawan dadakan” bak cendawan tumbuh di musim hujan.
Dampaknya tak sedikit “wartawan instan” tanpa pendidikan jurnalistik mumpuni yang kerjanya menakut-nakuti kepala desa, kepala sekolah hingga pejabat untuk mengisi kantong pribadi.
Anggapan miring soal “wartawan amplop” kian membahana seiring pertambahan jumlah wartawan media siber (online) yang berlatar pendidikan hanya jebolan sekolah menengah atas dan sederajat.
Sudah begitu demi mewujudkan misi memperoleh uang dan kenikmatan syahwat, ada sekelompok perempuan muda di Kota Ambon, Maluku, yang menggunakan nama wartawan untuk meraup uang dari oknum-oknum pejabat di Pemerintah Kota Ambon dan Pemerintah Provinsi Maluku.
“Dong (mereka) ini wartawan kah lonte. Wartawan apa yang bagaya kaya lonte. Bikin malu-malu saja,” celoteh beberapa pegawai Kantor Gubernur Maluku kepada Referensimaluku.id di Ambon, Selasa (25/2/2025).
Sumber-sumber itu menuturkan anak-anak muda lulusan SMA yang direkrut Mami Tun ke dalam dunia pers sasarannya untuk “dijual” ke oknum-oknum pejabat. Harga pasaran mereka berkisar Rp.500.000 hingga Rp. 1.000.000 sekali kencan di hotel.
Tapi harga itu bisa dinego. Tak jarang untuk menutupi bobrok ini, para pelacur muda berkedok wartawan ini dibiayai tiket ke Makassar, Jakarta dan Bandung. Mereka lebih dulu tiba dan langsung masuk hotel. Satu hingga dua hari kemudian barulah oknum pejabat hidung belang menyusul ke posisi hotel sasaran. Cara kerja para gadis muda menggunakan kartu pers sebagai penutup profesi terselubung mereka sudah jadi bahan pergunjingan di kalangan pers di Kota Ambon dan sebagian Maluku dalam beberapa tahun terakhir.
“Katong (kita) su tahu lama soal bisnis sex di kalangan wartawan ini. Cuma katong malu hati par bilang akang,” ungkap beberapa jurnalis di Ambon di kesempatan lain. (Tim RM)
Discussion about this post