Oleh : Dr.M.J. Latuconsina,S.IP,MA
Staf Dosen Fisipol Universitas Pattimura
REFMALID,- Maluku merupakan salah satu provinsi di kawasan timur Negara Republik Indonesia, yang memiliki posisi strategis, karena kedudukannya berada antara sebagian wilayah barat dan tengah Indonesia dengan Papua di bagian Timur, serta menjadi penghubung wilayah selatan yakni negara Australia dan Timor Leste dengan wilayah utara yaitu Maluku Utara dan Sulawesi. Selain itu, Provinsi Maluku berada pada jalur lintas internasional Alur Laut Kepulaun Indonesia (ALKI) 3. Posisi ini mempunyai arti yang sangat strategis di bidang ekonomi, perdagangan dan investasi.
Secara geografis, Provinsi Maluku berbatasan dengan Provinsi Maluku Utara di bagian utara, Provinsi Papua Barat di bagian timur, negara Timor Leste dan negara Australia di bagian selatan, serta Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah di bagian barat. Sedangkan secara astronomi, Provinsi Maluku terletak antara 2o30’-8o30’ LS dan 124o -135o30’ BT. Sebagai daerah kepulauan, Provinsi Maluku memiliki luas wilayah 712.480 Km2, terdiri dari sekitar 92,4% lautan dan 7,6% daratan dengan jumlah pulau mencapai 1.412, dan panjang garis pantai 10.662 Km. Sejak tahun 2008, Provinsi Maluku terdiri atas 9 kabupaten dan 2 kota dengan Kota Ambon sebagai ibukota Provinsi Maluku.(DPMPTSP Maluku, 2023 : 1).
Dari 11 Kabupaten/Kota se Provinsi Maluku tersebut, hanya Kota Ambon yang tidak memiliki kawasan yang dikategorikan sebagai Daerah 3T (tertinggal, terdepan,terluar). Sementara itu Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Kabupaten Buru, Kabupaten Buru Selatan (Bursel), Kabupaten Maluku Tenggara (Malra), Kota Tual, Kabupaten Kepulauan Aru (KKA), Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) dan Kabupaten Maluku Barat Daya (KMBD) sebagian besar daerahnya dikategorikan Daerah 3T.
Khusus untuk KAA, KKT dan KMBD merupakan tiga kabupaten kategori Daerah 3T di Provinsi Maluku. Secara geografis KAA memiliki batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Selatan-Laut Arafura ; Sebelah Utara -Provinsi Papua ; Sebelah Timur-Provinsi Papua Sebelah Barat-Pulau Kei Besar Kabupaten Malra. (BPS KKA, 2022 : 3). Sedangkan KKT berdasarkan posisi geografisnya memiliki batas-batas : Utara-Laut Banda; Selatan-Laut Timor dan Samudera Pasifik ; Barat-Gugus Pulau Babar Sermatang; Timur -Laut Arafura. (BPS KKT, 2024 : 3).
Sementara itu berdasarkan posisi geografisnya, KMBD berbatasan dengan : Utara-Laut Banda; Selatan-Laut Timor dan Selat Wetar; Barat-Kepulauan Alor; Timur-Kepulauan Tanimbar. KMBD terdiri dari 17 kecamatan, 118 Desa dan memiliki 48 pulau, yang terletak di 3 kepulauan, yaitu: 1) Kepulauan Terselatan: Pulau-pulau Terselatan, Kisar Utara, Kepulauan Romang, Wetar, Wetar Barat, Wetar Utara, dan Wetar Timur; 2) Kepulauan Lemola: Letti, Moa Lakor dan Lakor; 3) Kepulauan Babar : Pulau-pulau Babar, Babar Timur, Pulau Masela, Daweloor Dawera, Damer, dan Mdona Hyera. (BPS KMBD, 2024 : 3-8).
Hal ini diperburuk dengan kondisi alam yang tidak bersahabat yakni, tingginya gelombang laut yang mencapai lima meter, yang biasa terjadi pada bulan Februari-Juni. Kondisi perairan yang tidak bersahabat menyulitkan perhubungan laut dari ibu kota kabupaten ke kecamatan dan desa-desa yang berada pada pulau-pulau sekitar yang dikategorikan Daerah 3T. Hal ini diperparah dengan tidak tersedianya jaringan telekomunikasi nir kabel. Dampaknya menyulitkan komunikasi antar warga masyarakat, Pemerintah Kabupaten di tiga daerah itu dengan Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah desa yang berada pada pulau-pulau yang dikategorikan Daerah 3T tersebut.
Pada tahun 1999 KKT yang awalnya bernama Maluku Tenggara Barat (KMTB) di mekarkan menjadi kabupaten defenitif melalui Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, Dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Diikuti Kepulauan Aru di mekarkan menjadi kabupaten defenitif pada tahun 2003 melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat, Dan Kabupaten Kepulauan Aru di Provinsi Maluku.
Kedua daerah ini dimekarkan dari kabupaten induk Malra. Baru pada tahun 2009 MBD dimekarkan menjadi kabupaten defenitif dari kabupaten induk KKT, melalui Undang-undang Nomor 31 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Maluku Barat Daya di Provinsi Maluku. Pada awal pemekaran ketiga daerah ini proses komunikasi masih menggunakan jasa telepon, dan telegram yang disediakan oleh P.T. Telekom Indonesia. Penggunaan jasa telepon dan telegram cukup terbatas, dimana hanya menjangkau ibu kota kabupaten, dan kecamatan serta desa yang letaknya tidak jauh dari ibu kota tiga kabupaten tersebut.
Pada saat kondisi alam yang tidak bersahabat, maka untuk melakukan komunikasi antar sesama warga masyarakat, masyarakat dengan Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan, dan Pemerintah Desa maupun sebaliknya komunikasi antar Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa masih menggunakan Radio Telekomunikasi Daerah (Ratelda), dan Radio Single Side Band (SSB). Kondisi ini tidak mendukung kelancaran komunikasi pada ketiga kabupaten yang dikategorikan Daerah 3T tersebut.
Dampaknya, kedua instrumen komunikasi tersebut, tidak bisa digunakan untuk mendukung pemerintah KKA, KKT dan KMBD beserta struktur Pemerintahan Kecamatan dan Pemerintahan Desa dalam memberikan pelayanan publik (public service) kepada warga masyarakat. Hal ini dikarenakan kedua instrumen komunikasi tersebut, tidak didesain secara spesifik untuk bisa digunakan oleh Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa dalam memberikan pelayanan publik kepada warga masyarakat.
Dalam perkembangannya hadirlah komunikasi nir kabel dengan memanfaatkan satelit, Base Transciever Station (BTS) dan kabel optik bawah laut. Tidak terkecuali tiga kabupaten ini turut menjadi sasaran penyediaan jaringan nir kabel. Seiring dengan itu, banyak Pemerintah Kabupaten/Kota di tanah air memanfaatkan komunikasi nir kabel, untuk memberikan pelayanan publik berbasis e-goverment. Pelayanan publik berbasis e-goverment adalah penggunaan teknologi infomasi oleh Pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan.(Wikipedia,2024)
Terlepas dari itu, sejak awal pemekaran tiga kabupaten ini belum tersedia jaringan nir kabel, barulah ditahun 2018 tersedia. Tidak adanya daya dukung komunikasi nir kabel, berdampak pada tidak bisa diterapkannya pelayanan publik berbasis e-goverment kepada warga masyarakat oleh tiga pemerintah kabupaten tersebut bersama struktur Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah desa. Penyebabnya adalah belum terintegrasinya tiga kabupaten tersebut dalam Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS) sampai dengan tahun 2017, dimana masih menggunakan satelit yang biayanya mahal.
Hal ini tentu menguras Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara/Daerah (APBN/D), yang dialokasikan untuk menggunakan satelit di KKA, KKT dan KMBD guna memperlancar pelayanan publik berbasis e-goverment.(Antara, 2017 :1). Terkait dengan itu, menurut Muhammadiyah (2017) tiga kabupaten di Maluku belum terakses jaringan fiber optik, dan masih menggunakan layanan satelit yaitu KMBD, MTB dan KKA. Sedangkan delapan kabupaten dan kota lainnya telah mengakses layanan internet dengan baik. SMPCS akan menjadi tonggak baru untuk memaksimalkan layanan Telkom dengan memperluas konektivitas dan meningkatkan kapasitas layanan data di wilayah ini.
Untuk mendapatkan layanan internet yang cepat dan mudah setiap daerah harus menggunakan fiber optik, yang mana adalah sebagai induk dari semua akses dalam hal ini Indihome dan Astinet. Penggunaan layanan satelit biayanya sangat mahal dibandingkan menggunkana Asisnet dan Indihome, tetapi untuk menggunakan ini harus ada fiber optik sebagai sarana infrastrukturnya. (Antara, 2017 :1). Kondisi komunikasi nir kabel yang memprihatikan pada ketiga daerah tersebut, yang sebagian besar wilayahnya merupakan Daerah 3T. Hal ini berdampak pada tidak mampunya penyediaan pelayanan publik berbasis e-goverment.
Menghadapi kondisi ini, Pemerintah Provinsi Maluku, KKA, KKT, KMBD dan Pemerintah Pusat tidak tinggal diam, menggandeng pihak swasta mengupayakan terpasangnya komunikasi nir kabel. Pada tahun 2018 akhirnya kabel fiber optik program pembangunan jaringan telekomunikasi bawah laut palapa ring wilayah timur menjangkau tiga kabupaten itu. Penggelaran kabel serat optik bawah laut bakal dipakai sebagai tulang punggung akses internet dan telekomunikasi oleh warga masyarakat.
Bahkan ini merupakan salah satu upaya strategis, dimana pembangunan jaringan telekomunikasi yang memadai di daerah perbatasan khususnya di KKA, KKT, dan KMBD. Oleh karena itu berbagai langkah dan kebijakan sudah dilakukan dimana selalu berkoordinasi dengan Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Bakti Kominfo). Hal ini berkaitan dengan pemasangan BTS, yang merupakan tower penguat pemancar sinyal seluler di sejumlah pulau di tiga kabupaten dimaksud.
Ini dikonkritkan pemasangan BTS pada tiga kabupaten ini tahun 2022 hingga 2023. Pada tahun 2022 telah dipasang BTS pada 21 lokasi di Kabupaten MBD. (KMBD, 2022 :1). Begitu pula pada tahun yang sama telah dipasang BTS pada 22 lokasi di KKT. (Maluku Terkini, 2022 :1). Hal serupa di KKA pada tahun 2023 sudah terpasang 121 unit BTS pada 117 desa.(Siwalima, 2023 : 1). Atas dasar itu, keberadaan mobile network/jaringan selulur kabel optic bawah laut dan BTS sangat mendukung pelayanan publik berbasis e-goverment kepada warga masyarakat di tiga kabupaten tersebut bersama struktur Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa.
Pasalnya tidak perlu lagi penggunaan jasa telepon, Telegram, Retelda dan Radio SBB seperti awal tiga kabupaten ini dimekarkan. Apalagi kondisi tiga daerah ini berkategori Daerah 3T, maka penggunaan mobile network/jaringan selulur adalahg tepat, dimana mendukung pelayanan publik berbasis e-goverment kepada warga masyarakat. Namun sejauh mana implementasi e-goverment dalam mengefektifkan dan mengefesienkan pelayanan publik di KKA, KKT, dan KMBD ?. Semunya terpulang kepada dukungan finansial melalui APBN/D, perangkat e-government dan tersedianya SDM aparatur untuk mengoperasionalkannya. Hal ini didukung pula dengan sosialisasi e-goverment kepada warga masyarakat. (*)
Discussion about this post