Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP,MA
Staf Dosen Fisipol Unpatti
REFMALID (AMBON)Bak John Dewey, seorang filsuf berkebangsaan Amerika Serikat, bermazhab Pragmatisme, yang lahir di Burlington pada tahun 1859. Dia oleh para penganut aliran fungsionalisme, juga dianggap sebagai seorang pemikir bergaya praktis dan pragmatis. Pasalnya, dalam Ilmu Pendidikan (Education Science) dia menganjurkan teori, dan metode learning by doing.
Pada Suatu kesempatan, Dewey pernah mengatakan bahwa, “waktu dan ingatan adalah seniman yang sebenarnya, mereka membentuk kenyataan mendekati apa yang diinginkan hati”. Ungkapannya, menunjukan bahwa, ingatan memiliki kontribusi positif, untuk kita dapat merekonstruksi kembali perjalanan, yang pernah kita lakukan.
Beranjak dari pemikiran Dewey itu, bale ka Manado lei, adalah perjalanan kedua saya ke ibu kota tanah kawanua, nyiur melambai itu, setelah pada 13 Desember tahun 2016 lalu mengunjungi kota di ujung utara Celebes Island itu, dalam rangka kegiatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Langsung, yang melibatkan Bawaslu Pusat, Bawaslu Provinsi, dan Pawaslih Kabupaten/Kota.
Kembali ke Manado merupakan suatu past memories, tentang kuliner ekstrimnya yang dijajakan diseputaran kota itu, Mega Mall suatu mall tertua di kota ini, yang tetap menarik untuk dikunjungi, dan indahnya Jembatan Ir. Soekarno membentang pada mauara Sungai Tondano, dan sebagian Pantai Teluk Manado.
Tatkala kita landed, dengan menggunakan pesawat di Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi Manado, yang berada Jl. A.A. Maramis, Lapangan, Mapanget, tidak ada suatu surprise, karena terminal kedatangan (arrival) dan keberangkatan (departure), tidak setara dan seunik seperti ; Bandara Mutiara Sis Al Jufri Palu, Bandara Syukuran Aminudin Amir Luwuk, Bandara Jalaluddin Gorontalo, dan Bandara Haluoleo, yang masih berada di kawasan Celebes Island, yang rata-rata konstruksi bangunannya masih baru.
Dari kontruksi bangunan pada Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi, jika dilihat secara saksama, ini melambangkan identitas rumah tradisional Woloan dari daerah ini. Suatu identitas, yang tidak berbeda jauh dengan terminal kedatangan dan terminal keberangkatan, yang berada di Bandara International Pattimura Ambon, yang juga melambangkan identitas rumah tradisional patasiwa, ur siu dan patalima, ur lim di Kepulauan Maluku.
Tidak jauh dari Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi, terdapat penginapan yang murah dan mudah dijangkau sesuai dengan kapasitas kantung, mereka yang mengunjungi tanah kawanua ini. Seperti biasanya, tatkala perut keroncong, maka kita pun akan mencari warung terdekat. Bagi mereka yang menyukai kuliner ekstrim seperti ; ular, anjing, kelelawar, kucing, tikus, dan kera banyak yang tersedia di warung makan terdekat, yang tidak jauh dari kawasan Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi.
Sementara bagi mereka, yang tidak menyukai kuliner eksterim, sebenarnya mereka masih memiliki banyak pilihan, yang sesuai dengan lidah dan kerongkongan mereka, dimana terdapat warung makan milik orang Jawa, yang menjajakan ayam lalapan, mie goreng, mie kua, dan sate. Rata-rata warung orang Jawa ini, juga berada tidak jauh dari Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi.
Di Manado terdapat kurang lebh 10 mall, salah satu mall yang berada tidak jauh dari Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi yakni, Mega Mall yang merupakan salah satu mall tertua di kota kawanua itu, yang berada di Jalan Piere Tendean. Jika kita berkunjung ke Mega Mall, maka sepulangnya dari sana, sopir taksi biasanya akan sengaja membawa kita melewati Jembatan Ir. Soekarno, yang melintasi muara Sungai Tondano, yang berada di Jalan Boulevard 2.
Jembatan Ir. Soekarno telah menjadi ikon Kota Manado, dimana hampir mirip dengan Jembatan Merah Putih (JMP) di Ambon, yang melintas diatas Teluk Ambon. Dari jembatan ini kita bisa melihat Pulau Manado Tua, yang nampak indah dipandang mata. Begitu pula sebagian besar lanskap Kota Manado dapat dilihat dari jembatan ini. Jembatan ini, memiliki panjang 622 meter yang terdiri dari 2 jalur jalan. Dengan rincian panjang jembatan yang melintasi Sungai Tondano 120 meter, dengan konstruksi kantiliver box gireder. Sedangkan yang melintasi pelabuhan Manado 417 meter, dengan menggunakan konstruksi cable stayed.
Tentu tidak hanya kuliner ekstrim, Mega Mall dan jembatan Ir. Soekarno, yang menjadi penarik bagi mereka, yang berkunjung ke kota nyiur melambai ini. Namun masih terdapat banyak lagi objek wisata lain yang bisa dikunjungi, seperti ; Boulevard, Taman Laut Bunaken, Danau Tondano, Pantai Malalayang, Air Terjun Kima Atas, Pulau Manado Tua, Kampung Cina, dan objek wisata lainnya, yang tidak bisa disebutkan satu persatu, karena jumlahnya cukup banyak.
Mengakhiri travel writing ini, saya meminjam ungkapan romantik nan kotemplatif, dari Taufik Saptoto Rohadi yang populer dengan nama penanya Tasaro GK, seorang penulis kelahiran Gunungkidul, Yogyakarta pada 1 September 1980,yang hits melalui karyanya ; Muhammad : Lelaki Penggenggam Hujan bahwa, “ketika sesuatu menjadi kenangan, semua terasa indah dan mendatangkan kerinduan”. Sama halnya dengan kunjungan ke Manado tidak saja setelah balik ke Ambon akan selalu menjadi kenangan, tapi akan selalu merindukannya karena keindahannya. (*)
Discussion about this post